Inspirasi dari Global Tourism Forum Summit 2020
loading...
A
A
A
Permasalahan utama yang dihadapi adalah terjadinya krisis ekonomi yang terjadi secara global dengan penurunan pertumbuhan dan pendapatan negara sehingga menurunkan daya beli masyarakat dan keinginan untuk melakukan wisata. Di samping itu hasil penelitian DinarStandard menyebutkan, terjadi perubahan perilaku masyarakat untuk berwisata, yaitu lebih dari 50% masyarakat ingin berwisata bila kondisi Covid-19 sudah berakhir. Hal tersebut dipengaruhi faktor keamanan dan kenyamanan yang terkait dengan protokol kesehatan serta faktor pengeluaran ekstra untuk biaya kesehatan. (Baca juga: Telur Rebus Banyak Manfaatnya Loh, Ini Salah Satunya)
Memperhatikan kondisi tersebut, ada beberapa upaya terobosan seperti travel buble yang memungkinkan adanya perjanjian 2–3 negara untuk memperbolehkan warga negaranya berkunjung ke negara bersangkutan. Misalnya travel buble antara Australia dan Selandia Baru, kemudian antara Korea, Thailand, dan Vietnam.
Presiden ASEAN Tourism Association (ASEANTA) memberi saran menarik dalam upaya meningkatkan wisatawan domestik. Negara-negara diimbau untuk menciptakan produk wisata inovatif yang berkaitan dengan dunia kesehatan seperti health tourism, medical tourism, spa tourism, wellness tourism. Jenis wisata tersebut dikenal melalui beberapa layanan seperti yoga, new age tourism, spiritual tourism, outdoor sport,dan adventure. Dengan demikian aktivitas berwisata bisa sekaligus menjaga imunitas dengan menjaga kebugaran.
Di masa pandemi, sektor penyedia jasa seperti hotel, restoran, kafe, dan fasilitas lain mau tidak mau juga harus dilengkapi dengan fasilitas yang memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pengunjung. Peralatan nirsentuh, kebersihan terutama pada layanan makanan, minuman serta segenap pelayanan (services) harus dipastikan aman semuanya. Di samping itu, tentu saja di saat pandemi ini, penggunaan alat pengukur suhu tubuh menjadi lumrah adanya. (Baca juga: Bawaslu Minta KPU Daerah Segera Musnahkan Surat Suara Rusak)
Peran teknologi informasi (TI) juga sangat penting, termasuk penggunaan sistem otomatisasi. Sistem TI ini menyangkut hal yang lebih luas seperti online platform, one step on line promotion, dan kolaborasi dengan pelaku pariwisata lainnya baik nasional maupun global.
Model-model penggunaan TI ini harus terus disempurnakan agar ke depan semakin memudahkan wisatawan dalam mengakses informasi yang diperlukan. Yang tak kalah penting dari platfom digital ini adalah sistem pembayaran yang juga online, bahkan dengan model fasilitas pay forward dan lainnya. Intinya karena industri pariwisata ini terdiri atas multisektor, platform-platform tersebut harus terintegrasi untuk mencapai level pelayanan secara optimal dan kompetitif.
Model Bisnis Baru
Pandemi corona (Covid-19) tidak saja berdampak pada perilaku konsumen pariwisata yang menghendaki keamanan, kenyamanan, dan kesehatan, tetapi juga mendorong lahirnya model bisnis baru yang adaptif dan inovatif di masa adaptasi kebiasaan baru.
Langkah-langkah menuju bisnis baru harus dilakukan secara sistematis terukur, berintegrasi, dan bersinergi antara pemangku kepentingan di pusat maupun daerah. Kolaborasi juga harus dijalin bersama antara pelaku usaha, dunia pendidikan, dan media serta melibatkan masyarakat. Harus ada semangat yang sama untuk kebangkitan pariwisata nasional. (Baca juga: Sri Mulyani Geber Aparat Pajak untuk Dongkrak Penerimaan)
Langkah-langkah itu tentu memerlukan investasi baru di tengah penurunan pendapatan yang cukup besar. Maka dalam konteks ini peran pemerintah sangat diperlukan untuk mengambil kebijakan dan mengimplementasikannya. Perlu ada stimulus pinjaman dan hibah bagi pelaku pariwisata yang membutuhkan pembaruan alat produksi dan penyedia jasa maupun fasilitas teknologi.
Memperhatikan kondisi tersebut, ada beberapa upaya terobosan seperti travel buble yang memungkinkan adanya perjanjian 2–3 negara untuk memperbolehkan warga negaranya berkunjung ke negara bersangkutan. Misalnya travel buble antara Australia dan Selandia Baru, kemudian antara Korea, Thailand, dan Vietnam.
Presiden ASEAN Tourism Association (ASEANTA) memberi saran menarik dalam upaya meningkatkan wisatawan domestik. Negara-negara diimbau untuk menciptakan produk wisata inovatif yang berkaitan dengan dunia kesehatan seperti health tourism, medical tourism, spa tourism, wellness tourism. Jenis wisata tersebut dikenal melalui beberapa layanan seperti yoga, new age tourism, spiritual tourism, outdoor sport,dan adventure. Dengan demikian aktivitas berwisata bisa sekaligus menjaga imunitas dengan menjaga kebugaran.
Di masa pandemi, sektor penyedia jasa seperti hotel, restoran, kafe, dan fasilitas lain mau tidak mau juga harus dilengkapi dengan fasilitas yang memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pengunjung. Peralatan nirsentuh, kebersihan terutama pada layanan makanan, minuman serta segenap pelayanan (services) harus dipastikan aman semuanya. Di samping itu, tentu saja di saat pandemi ini, penggunaan alat pengukur suhu tubuh menjadi lumrah adanya. (Baca juga: Bawaslu Minta KPU Daerah Segera Musnahkan Surat Suara Rusak)
Peran teknologi informasi (TI) juga sangat penting, termasuk penggunaan sistem otomatisasi. Sistem TI ini menyangkut hal yang lebih luas seperti online platform, one step on line promotion, dan kolaborasi dengan pelaku pariwisata lainnya baik nasional maupun global.
Model-model penggunaan TI ini harus terus disempurnakan agar ke depan semakin memudahkan wisatawan dalam mengakses informasi yang diperlukan. Yang tak kalah penting dari platfom digital ini adalah sistem pembayaran yang juga online, bahkan dengan model fasilitas pay forward dan lainnya. Intinya karena industri pariwisata ini terdiri atas multisektor, platform-platform tersebut harus terintegrasi untuk mencapai level pelayanan secara optimal dan kompetitif.
Model Bisnis Baru
Pandemi corona (Covid-19) tidak saja berdampak pada perilaku konsumen pariwisata yang menghendaki keamanan, kenyamanan, dan kesehatan, tetapi juga mendorong lahirnya model bisnis baru yang adaptif dan inovatif di masa adaptasi kebiasaan baru.
Langkah-langkah menuju bisnis baru harus dilakukan secara sistematis terukur, berintegrasi, dan bersinergi antara pemangku kepentingan di pusat maupun daerah. Kolaborasi juga harus dijalin bersama antara pelaku usaha, dunia pendidikan, dan media serta melibatkan masyarakat. Harus ada semangat yang sama untuk kebangkitan pariwisata nasional. (Baca juga: Sri Mulyani Geber Aparat Pajak untuk Dongkrak Penerimaan)
Langkah-langkah itu tentu memerlukan investasi baru di tengah penurunan pendapatan yang cukup besar. Maka dalam konteks ini peran pemerintah sangat diperlukan untuk mengambil kebijakan dan mengimplementasikannya. Perlu ada stimulus pinjaman dan hibah bagi pelaku pariwisata yang membutuhkan pembaruan alat produksi dan penyedia jasa maupun fasilitas teknologi.