Potret APBD Kabupaten Halmahera Tengah 2023 Prespektif Hukum Keuangan Daerah
loading...
A
A
A
Hendra Karianga
Praktisi Hukum & Dosen Pasca Sarjana Fakultas Hukum Unkarir Ternate
SAYA memulai tulisan ini dengan menjawab pertanyaan yang sekarang menjadi komsumsi publik di erah pemerintahan yang dibentuk hasil dari pergulatan demokrasi langsung, dimana rakyat diberikan hak untuk memilih pemimpin berdasarkan hasil Pemilukada yang diselenggarakan secara serentak di tahun ini (2024).
Pertanyaan dimaksud adalah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) milik siapa? dan digunakaan untuk apa?. Pertanyaan ini juga sering ditanyakan para mahasisiwa di fakultas hukum baik S1 maupun S2, yang mengambil konsentrasi Hukum Tata Negara (HTN).
Pertanyaan tersebut membingkai pikiran kritis public karena banyak sekali kasus korupsi APBD yang melibatkan para kepala daerah termasuk pejabat pengelola keuangan daerah di daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota di Indonesia. Tahun 2024 banyak kasus korupsi APBD disidik oleh KPK, Kejaksaan dan Polri salah satu kasus konkret OTT mantan Gubenur Maluku Utara, berbarengan dengan pejabat pengelola APBD yakni kepala badan dan dinas (korupsi berjamah).
Dari prespektif hukum APBD adalah milik rakyat dan digunakan harus untuk kesejahteran rakyat, pemerintah daerah diberikan hak untuk mengelola, tujuan pengelolaan APBD adalah sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat. Negara hadir sebagai pengejewantahan konstitusi mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Persoalan adalah bagaimana pengelolanya!. UU No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara Jo UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara Jo UU No.15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelola dan Tanggungjawaban Keuangan Negara jo PP No.12 Tahun 2019 tentang Keuangan Negara vide Permendagri No.77 Tahun 2020 tentang Pedoman Tehknis Pengelolaan Keuangan Daerah, secara rinci telah mengagatur darimana dimulai pengelolaan, pengawasan, pemeriksaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah itu dilakukan.
Prinsip pengelolaan keuangan daerah berdasarkan UU No.17 Tahun 2003 Tantang Keuangan Negara Jo PP No.12 Tahun 2019 Tentang Keuangan Daerah vide Permendagri No.77 Tahun 2020 tentang Pedoman Tehknis Pengelolaan Keuangan Daerah. Keuangan daerah dikelola dengan efektif, efisien, transparan, akuntabel dan berkeadilan.
Prinsip ini dielaborasi pada management pengelolaan keuangan daerah yang modern dekenal dengan Good financial Governance (GFG) yang mengkedepankan empat asepek penrting; pertama partisipatoris budgerting, yang menekankan pada partisipasi public kedua transparansi budgeting yang menekankan pada keterbukaan, kertia akuntabilitas budgeting yang menekankan pada pertanggungjawaban dan keempat fairness budgeting yang menekankan pada aspek kesetaraan dan keadilan.
Dalam praktik pemerintahan yang baik Good Governance dikemas bersamaan dengan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) action pada RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah) hasil musrembang sesuai UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanan Pembangunan Nasional (SPPN).
Saat ini pengelolaan keuangan daerah telah banyak menyimpang dari asepk Good Financial Governance (GFG), dan lebih banyak pada aspek kepentingan politik kepala daerah atau Pj Kepala daerah berkenaan dengan pemilukada, sebagai bargaining position agar mendapat simpatik sesat dari rakyat, seperti membagi-bagi uang tunai langsung, program sisipan tiba sat tiba akal yakni program yang tidak ada pada document APBD resmi hasil persetujuan DPRD.
Praktisi Hukum & Dosen Pasca Sarjana Fakultas Hukum Unkarir Ternate
SAYA memulai tulisan ini dengan menjawab pertanyaan yang sekarang menjadi komsumsi publik di erah pemerintahan yang dibentuk hasil dari pergulatan demokrasi langsung, dimana rakyat diberikan hak untuk memilih pemimpin berdasarkan hasil Pemilukada yang diselenggarakan secara serentak di tahun ini (2024).
Pertanyaan dimaksud adalah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) milik siapa? dan digunakaan untuk apa?. Pertanyaan ini juga sering ditanyakan para mahasisiwa di fakultas hukum baik S1 maupun S2, yang mengambil konsentrasi Hukum Tata Negara (HTN).
Pertanyaan tersebut membingkai pikiran kritis public karena banyak sekali kasus korupsi APBD yang melibatkan para kepala daerah termasuk pejabat pengelola keuangan daerah di daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota di Indonesia. Tahun 2024 banyak kasus korupsi APBD disidik oleh KPK, Kejaksaan dan Polri salah satu kasus konkret OTT mantan Gubenur Maluku Utara, berbarengan dengan pejabat pengelola APBD yakni kepala badan dan dinas (korupsi berjamah).
Dari prespektif hukum APBD adalah milik rakyat dan digunakan harus untuk kesejahteran rakyat, pemerintah daerah diberikan hak untuk mengelola, tujuan pengelolaan APBD adalah sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat. Negara hadir sebagai pengejewantahan konstitusi mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Persoalan adalah bagaimana pengelolanya!. UU No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara Jo UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara Jo UU No.15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelola dan Tanggungjawaban Keuangan Negara jo PP No.12 Tahun 2019 tentang Keuangan Negara vide Permendagri No.77 Tahun 2020 tentang Pedoman Tehknis Pengelolaan Keuangan Daerah, secara rinci telah mengagatur darimana dimulai pengelolaan, pengawasan, pemeriksaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah itu dilakukan.
Prinsip pengelolaan keuangan daerah berdasarkan UU No.17 Tahun 2003 Tantang Keuangan Negara Jo PP No.12 Tahun 2019 Tentang Keuangan Daerah vide Permendagri No.77 Tahun 2020 tentang Pedoman Tehknis Pengelolaan Keuangan Daerah. Keuangan daerah dikelola dengan efektif, efisien, transparan, akuntabel dan berkeadilan.
Prinsip ini dielaborasi pada management pengelolaan keuangan daerah yang modern dekenal dengan Good financial Governance (GFG) yang mengkedepankan empat asepek penrting; pertama partisipatoris budgerting, yang menekankan pada partisipasi public kedua transparansi budgeting yang menekankan pada keterbukaan, kertia akuntabilitas budgeting yang menekankan pada pertanggungjawaban dan keempat fairness budgeting yang menekankan pada aspek kesetaraan dan keadilan.
Dalam praktik pemerintahan yang baik Good Governance dikemas bersamaan dengan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) action pada RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah) hasil musrembang sesuai UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanan Pembangunan Nasional (SPPN).
Saat ini pengelolaan keuangan daerah telah banyak menyimpang dari asepk Good Financial Governance (GFG), dan lebih banyak pada aspek kepentingan politik kepala daerah atau Pj Kepala daerah berkenaan dengan pemilukada, sebagai bargaining position agar mendapat simpatik sesat dari rakyat, seperti membagi-bagi uang tunai langsung, program sisipan tiba sat tiba akal yakni program yang tidak ada pada document APBD resmi hasil persetujuan DPRD.