Memilih OECD Bukan BRICS, Apakah Rasional?

Jum'at, 22 Maret 2024 - 05:51 WIB
loading...
A A A
Keselarasan kepentingan Indonesia dengan BRICS terlihat sangat kuat, termasuk pada isu-isu sensitif seperti sistem keuangan global, pun penggunaan sistem moneter internasional yang berpangku pada mata uang dollar, karena Indonesia dengan beberapa negara dan dengan ASEAN sudah mulai meninggalkan mata uang Amerika Serikat tersebut.

Kesamaan kepentingan kepentingan semakin kuat karena negara-negara barat, terutama Uni Eropa, seringkali mengambil sikap yang sangat merugikan kepentingan ekonomi Indonesia seperti pada isu komoditas kelapa sawit, hilirisasi nikel, dan aturan deforestasi yang diskriminatif.

Namun faktanya, walaupun memiliki kesamaan visi dan kepentingan nama Indonesia tidak ada dalam deretan negara anggota baru BRICS bersama Arab Saudi, Iran, Uni Emirat Arab, Ethiopia, dan Mesir. Bahkan, Indonesia juga belum menyampaikan surat expression of interest sebagai proses awal yang harus dilakukan negara yang ingin bergabung BRICS.

Mengapa demikian? Pilihan tampaknya berangkat pertimbangan rasional bahwa OECD saat ini merupakan organisasi paling matang, berpengalaman, dan berpengaruh karena dominasinya atas PDB dan perdagangan global. Indonesia tampaknya juga belum bisa lepas dari kekuatan blok barat, dalam hal Amerika, negara-negara Uni Eropa, dan mitra penting lain seperti Jepang dan Korea Selatan.

Indonesia juga sudah merasa nyaman bekerja sama dengan OECD yang dimulai sejak 2007 dalam menghadapi berbagai persoalan dan dinamika tantangan global yang muncul. Sebagai global standard-setter di berbagai bidang, berbagai analisis, laporan, dan rekomendasi OECD sangat dibutuhkan Indonesia. Apalagi Indonesia sudah menjadi anggota DC OECD, sehingga banyak mendapatkan bantuan dalam pengambilan keputusan untuk memacu pembangunan segala bidang.

Kerja sama antara Indonesia dan OECD pun terus mengalami banyak peningkatan dari tahun ke tahun, yang ditandai dengan penandatanganan Framework Cooperation Agreement pada tanggal 27 September 2012 dan diikuti penandatanganan pendirian kantor perwakilan OECD di Indonesia pada 5 September 2013.

baca juga: Indonesia Resmi Jadi Anggota OECD, Negara Pertama di ASEAN

Hingga saat ini, OECD juga aktif dalam melakukan review terhadap kebijakan publik di Indonesia. Review dimaksud antara lain berupa OECD Economic Survey, Regulatory Reform Review, Agriculture Review, Education Review, Investment Policy Review, dan dalam waktu dekat direncanakan OECD akan melakukan Government Spending Review.

Selain variabel di atas, pilihan Indonesia untuk bergabung dengan OECD berangkat dari kepentingan untuk memastikan transisi dan transformasi ekonomi menuju Visi Indonesia Emas 2045. Demi tujuan terbebas dari middle-income trap, Indonesia harus mampu meningkatkan produktivitas dan daya saing internasional.

Saat ini Indonesia masuk dalam critical part, dari negara dengan pendapatan di akhir tahun depan diperkirakan sebesar USD5.000, harus bisa menjadi negara dengan pendapatan USD10.000. Salah satu upaya untuk ke luar dari jebakan pendapatan kelas menengah adalah ekonomi harus tumbuh minimal 6-7% hingga 20 tahun mendatang. Dengan menjadi anggota OECD, investasi dan multilateral trade akan terbuka, termasuk mengakses di 38 negara OECD.
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2505 seconds (0.1#10.140)