Keberhasilan HTS Kemenangan Seluruh Warga Suriah Bukan Kelompok Ekstrem
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mantan narapidana terorisme, Iskandar alias Abu Qutaibah alias Guru Kendo alias Alex mengungkapkan pandangannya tentang kemenangan Hayat Tahrir Al-sham (HTS) di Suriah. Menurutnya, kemenangan HTS bukanlah kemenangan Mujahidin Khilafah atau kemenangan negara Islam melainkan kemenangan warga Suriah yang majemuk. Iskandar mengatakan, di Suriah terdapat banyak faksi-faksi yang juga berjuang untuk kemerdekaan Suriah dari belenggu rezim Bashar Al-Assad.
Menurut Iskandar, di akar rumput HTS tidak hanya didukung oleh kelompok Islam, bahkan semua etnis dan kelompok agama di Suriah mendukung pergerakan HTS. Tidak hanya kelompok muslim yang menderita, melainkan bahkan kelompok agama lain, kelompok Kristen Ortodoks itu menjadi korban dari keganasan Bashar Al-Assad.
"HTS ini tidak terbentuk secara langsung, melalui proses-proses yang sangat panjang, maka terbentuklah kelompok HTS. Kelompok HTS terdiri dari berbagai macam kelompok perjuangan yang ada di Suriah," kata Iskandar di Bima, Nusa Tenggara Barat dikutip, Minggu (22/12/2024).
Iskandar yang kini aktif menjadi pembicara dalam pencegahan ekstremisme dan radikal terorisme ini berpendapat HTS cukup moderat, dan mengakomodasi kelompok atau agama lain untuk bisa kembali membangun Suriah dan hidup berdampingan. Karena itu, HTS mendapatkan dukungan dari masyarakat Suriah, karena memiliki tujuan untuk menggulingkan pemerintah diktator dan kejam, yaitu Bashar al-Assad. Hal ini juga dibuktikan dengan munculnya negara negara lain yang mulai menjalin hubungan diplomatik dengan pemerintahan baru di Suriah, seperti Inggris, Amerika, Qatar, dan Turki.
Namun, Iskandar mengingatkan, untuk tetap waspada terhadap bangkitnya kelompok ekstrem. Mereka membangun propaganda dan menyebarkan berita bohong dan disinformasi terkait Suriah untuk menciptakan konflik dan teror. Ia khawatir, kelompok ini dapat membawa situasi konflik yang ada di Timur Tengah ke Indonesia.
"Tetapi bisa saja bahwa kelompok-kelompok ekstrem ini memanfaatkan situasi kemenangan HTS ini untuk kembali ke Suriah," ucap Iskandar.
Pimpinan Yayasan Cahaya Ukhwah Gemilang di Bima, Nusa Tenggara Barat ini menyerukan pentingnya memberikan edukasi dan literasi kepada masyarakat tentang apa yang sebenarnya terjadi di Suriah. Misalnya, mengadakan forum diskusi, dan seminar terkait persoalan ini untuk meluruskan informasi yang berkembang di media sosial.
"Karena banyak di kalangan masyarakat yang tidak mengerti persoalan ini, dan mudah terpengaruh dengan isu-isu tentang jihad global dan pembentukan khilafah," kata Iskandar.
Iskandar prihatin, banyak warga Indonesia yang terbengkalai di Suriah. Banyak dari mereka yang berada di penjara dan di kamp-kamp pemerintah karena pernah menjadi bagian dari ISIS.
"Jumlah mereka tidak sedikit; tercatat hampir 600 orang, dan semua itu adalah warga Indonesia. Banyak di antara mereka yang menyatakan penyesalannya karena pergi ke Suriah," katanya.
"Jangan sampai narasi hijrah dan khilafah Islam di Suriah ini kembali menguat dan memperdaya masyarakat seperti munculnya ISIS," kata Iskandar.
Menurut Iskandar, di akar rumput HTS tidak hanya didukung oleh kelompok Islam, bahkan semua etnis dan kelompok agama di Suriah mendukung pergerakan HTS. Tidak hanya kelompok muslim yang menderita, melainkan bahkan kelompok agama lain, kelompok Kristen Ortodoks itu menjadi korban dari keganasan Bashar Al-Assad.
"HTS ini tidak terbentuk secara langsung, melalui proses-proses yang sangat panjang, maka terbentuklah kelompok HTS. Kelompok HTS terdiri dari berbagai macam kelompok perjuangan yang ada di Suriah," kata Iskandar di Bima, Nusa Tenggara Barat dikutip, Minggu (22/12/2024).
Iskandar yang kini aktif menjadi pembicara dalam pencegahan ekstremisme dan radikal terorisme ini berpendapat HTS cukup moderat, dan mengakomodasi kelompok atau agama lain untuk bisa kembali membangun Suriah dan hidup berdampingan. Karena itu, HTS mendapatkan dukungan dari masyarakat Suriah, karena memiliki tujuan untuk menggulingkan pemerintah diktator dan kejam, yaitu Bashar al-Assad. Hal ini juga dibuktikan dengan munculnya negara negara lain yang mulai menjalin hubungan diplomatik dengan pemerintahan baru di Suriah, seperti Inggris, Amerika, Qatar, dan Turki.
Namun, Iskandar mengingatkan, untuk tetap waspada terhadap bangkitnya kelompok ekstrem. Mereka membangun propaganda dan menyebarkan berita bohong dan disinformasi terkait Suriah untuk menciptakan konflik dan teror. Ia khawatir, kelompok ini dapat membawa situasi konflik yang ada di Timur Tengah ke Indonesia.
"Tetapi bisa saja bahwa kelompok-kelompok ekstrem ini memanfaatkan situasi kemenangan HTS ini untuk kembali ke Suriah," ucap Iskandar.
Pimpinan Yayasan Cahaya Ukhwah Gemilang di Bima, Nusa Tenggara Barat ini menyerukan pentingnya memberikan edukasi dan literasi kepada masyarakat tentang apa yang sebenarnya terjadi di Suriah. Misalnya, mengadakan forum diskusi, dan seminar terkait persoalan ini untuk meluruskan informasi yang berkembang di media sosial.
"Karena banyak di kalangan masyarakat yang tidak mengerti persoalan ini, dan mudah terpengaruh dengan isu-isu tentang jihad global dan pembentukan khilafah," kata Iskandar.
Iskandar prihatin, banyak warga Indonesia yang terbengkalai di Suriah. Banyak dari mereka yang berada di penjara dan di kamp-kamp pemerintah karena pernah menjadi bagian dari ISIS.
"Jumlah mereka tidak sedikit; tercatat hampir 600 orang, dan semua itu adalah warga Indonesia. Banyak di antara mereka yang menyatakan penyesalannya karena pergi ke Suriah," katanya.
"Jangan sampai narasi hijrah dan khilafah Islam di Suriah ini kembali menguat dan memperdaya masyarakat seperti munculnya ISIS," kata Iskandar.
(abd)