Memilih OECD Bukan BRICS, Apakah Rasional?

Jum'at, 22 Maret 2024 - 05:51 WIB
loading...
A A A
Dengan bergabung OECD, Indonesia juga bisa mendapat panduan untuk menyelaraskan diri dengan tolok ukur internasional. Dengan bantuan OECD, pembuatan kebijakan Indonesia bisa memperkuat penyusunan kebijakan berbasis bukti dan analisis, khususnya pada reformasi lingkungan, sosial dan tata kelola.

Selain itu kebijakan nasional Indonesia akan mampu beradaptasi dengan perubahan struktural yang ada, seperti dekarbonisasi, digitalisasi, teknologi, dan masalah demografi. Dengan menjadi anggota OECD, Indonesia bisa mengimplementasikan best practice standart seperti digunakan anggota OECD.

Di sisi lain, sebagai organisasi yang relatif baru, kinerja BRICS dan dampaknya terhadap anggota tentu belum bisa dirasakan maksimal. Belum lagi, di antara anggota pendiri BRICS ternyata belum ada kata sepakat akan dibawa kemana organisasi ini ke depan.

Di antara perbedaan krusial adalah terkait visi China yang ingin mengembangkan tatanan dunia multipolar untuk menantang dominasi Barat. Ambisi ini ternyata ditolak India dan Brazil yang memang menjalin hubungan erat dengan AS dan kawan-kawan.

Keputusan rasional telah diambil pemerintah. Namun ada sejumlah pertanyaan yang tersisa, seperti bagaimana reaksi BRICS dengan keputusan tersebut, dan apakah tidak mengganggu hubungan baik yang terjalin sejauh ini.

Pertanyaan urgen disampaikan mengingat hubungan beberapa anggota BRICS seperti Rusia dan China dengan negara-negara anggota utama OECD seperti Amerika Serikat dan beberapa anggota Uni Eropa berada di titik nadir terendah, terutama pasca-Perang Rusia-Ukraina.

baca juga: Menko Airlangga: OECD Mengakui Peran Indonesia Sebagai Pemain Global

Pertanyaan tak kalah pentingnya adalah apakah bergabung dengan OECD tidak memperpanjang hegemomi negara-negara Barat terhadap Indonesia. Konflik sawit dan hilirisasi nikel dan bahan tambang lain merupakan indikasi kongkret bahwa banyak negara maju yang juga anggota BRICS tidak rela Indonesia mengalami perkembangan. Dengan masuk anggota OECD, apakah Indonesia tidak semakin didikte?

Jawaban pertanyaan tersebut tentu hanya bisa dijawab oleh perjalanan waktu. Namun yang benar-benar perlu mendapat perhatian pemerintah adalah, jangan sampai bergabung dengan BRICS serta-merta menutup pintu komunikasi dan kerjasama dengan BRICS atau negara-negara anggota BRICS.

Keberadaan China dan India merupakan indikasi BRICS adalah masa depan, seperti diprediksi Goldman Sachs BRICS akan menjadi kekuatan ekonomi dunia pada 2050. Belum lagi dengan keberadaan Rusia, Afrika Selatan, Arab Saudi, Iran, Uni Emirat Arab, Ethiopia, Mesir dan puluhan negara lain yang antre bergabung BRICS. (*)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2202 seconds (0.1#10.140)