Memilih OECD Bukan BRICS, Apakah Rasional?
loading...
A
A
A
Kerja sama Indonesia – OECD pun telah memiliki beberapa payung hukum. Landasan hukum dimaksud yakni UU No 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, UU No 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, Keppres no 1 Tahun 2012 tentang Penetapan Keanggotaan Indonesia pada Development Center OECD, dan Framework Cooperation Agreement Between Indonesia and OECD yang diteken pada tanggal 27 September 2012.
Sedangkan BRICS yang didirikan sejak 2009, telah menunjukkan progresivitasnya memperluas keanggotaan. Jika sebelumnya hanya terdiri dari Brazil, Rusia, India, China, Afrika Selatan,sejak 1 Januari 2024 telah memiliki anggota baru, yakni Mesir, Ethiopia, Iran, dan UEA.
baca juga: Apa Saja Keuntungan Indonesia Jika Bergabung dengan OECD?
Gabungan negara anggota mencerminkan kekuatan PDB sebesar USD28 triliun atau menyumbang 27% PDB global. Secara populasi, gabungan negara yang memiliki 30% luas daratan bumi tersebut memiliki penduduk sekitar 40% populasi dunia. Pada 2001, Goldman Sachs memprediksi BRICS akan menjadi kekuatan ekonomi dunia pada 2050.
Visi BRICS untuk memperluas keanggotaan sebenarnya sudah diinisiasi China sejak 2022 lalu. Pada pidato di forum bisnis BRICS (22/6), Presiden Tiongkok Xi Jinping menyampaikan pandangan bahwa ada tiga prasyarat untuk memperbaiki ekonomi dunia. Prasyarat dimaksud yakni, adanya perdamaian, pembangunan, keterbukaan.
Selain itu, Xi juga menggariskan pentingnya para pemimpin negara berpegang pada prinsip-prinsip ekonomi dasar keunggulan komparatif, dan mengatakan tidak untuk menjadi ideologis, memisahkan diri, dan memotong rantai pasokan.
Muara pemikiran Xi ini adalah dunia kembali ke multilateralisme, kembali ke perekonomian terbuka, menentang sanksi unilateral, memperkuat kerja sama ekonomi digital, inovasi teknologi, rantai pasok dan industri, ketahanan pangan dan energi, serta mendorong pemulihan ekonomi dunia.
Dengan demikian BRICS harus fokus pada pembangunan, terbuka pada kerja sama dengan siapa pun, memperluas keanggotaan, memperkokoh kerja sama BRICS, serta memperkuat peran dan pengaruh BRICS sebagai pemain penting di dunia.
Visi Xi untuk memperkuat multilateralisme dunia dan memperkuat peran BRICS dunia kembali ditegaskan dalam KTT di Afrika Selatan yang bertema bertema ”Foster High-quality BRICS Partnership, Usher in a New Era for Global Development”.
Hal ini sekaligus merespons kecenderungan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya untuk memperluas aliansi militer untuk mencari keamanan mutlak, memicu konfrontasi berbasis blok dengan memaksa negara lain untuk memihak, serta mengejar dominasi sepihak dengan mengorbankan hak dan kepentingan orang lain.
Sedangkan BRICS yang didirikan sejak 2009, telah menunjukkan progresivitasnya memperluas keanggotaan. Jika sebelumnya hanya terdiri dari Brazil, Rusia, India, China, Afrika Selatan,sejak 1 Januari 2024 telah memiliki anggota baru, yakni Mesir, Ethiopia, Iran, dan UEA.
baca juga: Apa Saja Keuntungan Indonesia Jika Bergabung dengan OECD?
Gabungan negara anggota mencerminkan kekuatan PDB sebesar USD28 triliun atau menyumbang 27% PDB global. Secara populasi, gabungan negara yang memiliki 30% luas daratan bumi tersebut memiliki penduduk sekitar 40% populasi dunia. Pada 2001, Goldman Sachs memprediksi BRICS akan menjadi kekuatan ekonomi dunia pada 2050.
Visi BRICS untuk memperluas keanggotaan sebenarnya sudah diinisiasi China sejak 2022 lalu. Pada pidato di forum bisnis BRICS (22/6), Presiden Tiongkok Xi Jinping menyampaikan pandangan bahwa ada tiga prasyarat untuk memperbaiki ekonomi dunia. Prasyarat dimaksud yakni, adanya perdamaian, pembangunan, keterbukaan.
Selain itu, Xi juga menggariskan pentingnya para pemimpin negara berpegang pada prinsip-prinsip ekonomi dasar keunggulan komparatif, dan mengatakan tidak untuk menjadi ideologis, memisahkan diri, dan memotong rantai pasokan.
Muara pemikiran Xi ini adalah dunia kembali ke multilateralisme, kembali ke perekonomian terbuka, menentang sanksi unilateral, memperkuat kerja sama ekonomi digital, inovasi teknologi, rantai pasok dan industri, ketahanan pangan dan energi, serta mendorong pemulihan ekonomi dunia.
Dengan demikian BRICS harus fokus pada pembangunan, terbuka pada kerja sama dengan siapa pun, memperluas keanggotaan, memperkokoh kerja sama BRICS, serta memperkuat peran dan pengaruh BRICS sebagai pemain penting di dunia.
Visi Xi untuk memperkuat multilateralisme dunia dan memperkuat peran BRICS dunia kembali ditegaskan dalam KTT di Afrika Selatan yang bertema bertema ”Foster High-quality BRICS Partnership, Usher in a New Era for Global Development”.
Hal ini sekaligus merespons kecenderungan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya untuk memperluas aliansi militer untuk mencari keamanan mutlak, memicu konfrontasi berbasis blok dengan memaksa negara lain untuk memihak, serta mengejar dominasi sepihak dengan mengorbankan hak dan kepentingan orang lain.