Semangat Berbagi di Tengah Pandemi Covid-19

Senin, 05 Juli 2021 - 05:53 WIB
loading...
Semangat Berbagi di Tengah Pandemi Covid-19
Kedermawanan antarwarga masyarakat akan sangat membantu penanganan Covid-19. FOTO/WIN CAHYONO
A A A
JAKARTA - Giovanni Marsela Korompis panik dan bingung saat menelepon sejumlah rumah sakit di Jakarta namun semua menjawab penuh. Padahal, ibunya yang positif Covid-19 butuh oksigen segera karena mulai merasakan sesak dan saturasinya terus menurun.

"Sudah menelepon, mungkim empat atau lima rumah sakit, tapi jawabannya sama, penuh. Bahkan, sempat menelepon ambulans tapi tidak ada yang mengangkat," cerita warga Kebon Jeruk, Jakarta Barat ini kepada KORAN SINDO, Sabtu, (3/7).

Upaya untuk mendapatkan oksigen dengan cara membeli juga tidak berhasil. Tabung oksigen langka dan sangat sulit diperoleh di pedagang. Dalam situasi bingung dia menemukan sebuah pemberitahuan di grup WhatsApp tentang peminjaman tabung oksigen.

Baca juga: Pemprov DKI Sediakan Posko Oksigen Rescue di Monas

Seketika itu juga dia mendaftar dan mengisi formulir daring di link yang disediakan. Dia pun lega karena tak berselang lama kemudian dia berhasil mendapatkan pinjaman tabung oksigen yang siap pakai.

Tabung oksigen tersebut dipinjamkan oleh relawan Gerakan Solidaritas Sejuta Tes Antigen untuk Indonesia. Relawan yang juga bagian dari Gerakan Indonesia Kita (Gita) ini menggalang donasi melalui pengumuman di grup WhatsApp demi melayani pasien isolasi mandiri yang sedang butuh oksigen. Pada hari pertama penggalangan dana terhimpun sejumlah uang yang bisa membeli 40 buah tabung. Seluruh tabung itu lalu disebar kepada peminjam yang keluarganya sedang membutuhkan.

"Saya berterima kasih kepada kawan-kawan relawan. Saturasi Ibu saya kini mulai membaik meski belum normal, tadinya 85 sekarang sudah 93. Semoga ke depan makin banyak lagi orang yang bisa dibantu oleh gerakan seperti ini," kata Giovanni.



Maulidyawati, warga Depok, Jawa Barat, juga mengaku bersyukur dengan gerakan pinjam oksigen tersebut. Sama halnya Giovanni, Maulidyawati juga meminjam tabung oksigen untuk ibunya yang terpaksa menjalani isolasi mandiri karena rumah sakit di Depok penuh."Ibu saya harus stand by oksigen. Kebetulan ada komorbid, penyakit gula, jadi memang harus dipantau terus saturasinya. Bersyukur ada yang pinjami, para relawan itu sangat membantu kami," ujarnya saat dihubungi, Sabtu (3/7).

Dia bahkan berharap bisa meminjam oksigen tersebut lebih dari tujuh hari. Apalagi saturasi oksigen ibunya masih fluktuatif.

"Harapannya sih bisa pinjam lebih seminggu. Tapi kami juga paham pasti sudah banyak antrean yang ingin memakai oksigen karena saat ini memang lagi sangat sulit mendapatkannya," ujarnya.

Aksi pinjam oksigen buat warga tersebut hanya satu dari sekian banyak bentuk solidaritas yang ditunjukkan masyarakat kepada sesamanya yang sedang kesusahan di masa pandemi ini. Kedermawanan makin meningkat seiring situasi sulit pandemi yang juga makin memuncak, khususnya dalam sebulan terakhir.



Koordinator Tim Kerja Gerakan Solidaritas Sejuta Tes Antigen untuk Indonesia, Alif Iman Nurlambang, mengatakan, aksi pinjam oksigen buat warga tersebut lahir untuk merespons fakta di masyarakat Jabodetabek yang sedang kesulitan mendapatkan alat kesehatan tersebut dalam sepekan terakhir.

"Ketika gerakan ini pertama kami buka, kami sengaja tidak buat pengumuman yang heboh karena khawatir ada lonjakan harga tabung. Tapi meski pengumuman hanya leat WA Group begitu, tapi antusiasme warga berdonasi tinggi sekali," ujarnya saat dihubungi Sabtu (3/7).

Dijelaskan, pengumuman untuk para donatur mulai dibuka pada Rabu (30/6). Kurang dari 24 jam setelahnya sudah terkumpul dana yang cukup untuk membeli 40 tabung ukuran 1-1,5 m3 lengkap dengan regulator dan nasal. Lalu besoknya, kata dia, sudah mencapai 65 tabung. Hingga Sabtu (3/7) berhasil diadakan 101 tabung. "Saya terharu dan bangga dengan solodaritas masyarakat. Kalau Indonesia disebut negara paling dermawan, itu memang benar," ujarnya.

Alif mengaku pihaknya tidak bisa melayani semua permintaan sehingga ada skala prioritas. Pasien yang kami dahulukan adalah yang saturasi oksigennya 78-85 atau kondisinya sangat perlu pertolongan. Masa peminjaman pun hanya bisa dilakukan 5-7 hari.

Kebutuhan oksigen warga Jabodetabek memang sangat tinggi di tengah meledaknya kasus positif Covid-19. Dalam dua hari pembukaan peminjaman oksigen secara daring, ada 20.237 orang mencoba mendaftar.

"Pada hari pertama, kami hanya memiliki 40 perlengkapan oksigen, hari kedua bertambah jadi 65. Lalu selanjutnya ada tambahan 36. Jumlah total saat ini 101 unit dan ini masih jauh dari kebutuhan," paparmya.

Merespons tingginya permintaan pinjam oksigen, para relawan tersebut kemudian membuka donasi melalui @kitabisa . "Agar dapat menjangkau lebih banyak masyarakat yang membutuhkan tabung oksigen," demikian bunyi keterangan pada akun Twitter @Sejutates, kemarin.

Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Noor Achmad mengungkapkan, saat pandemi CSR perusahaan menurun namun sumbangan dari pribadi itu meningkat. Peningkatannya bahkan sampai 30 persen dari biasanya. Menurut dia, masyarakat Indonesia ini ingin memberikan sesuatu kepada sesama saudaranya dengan berbagai tujuan.

"Mungkin bagi mereka inilahsalah satu cara untuk mereka berdoa kepada Allah SWT agar dijauhkan dari penyakit dan diberikan kesehatan. Bermacam-macam motifnya tetapi apa yang disampaikan oleh masyarakat ini sifat kegotong-royongan kuat sekali," ungkapnya

Program di Baznas selama pandemi ini mengadakan penanganan darurat pandemi yaitu mereka yang terdampak langsung mereka yang melakukan isolasi mandiri ataupun mereka yang sedang isolasi di rumah sakit. Bagi para tenaga kesehatan, tenaga pemulasaran jenazah.

"Program ekonomi juga kami membantu mereka yang terkena dampak pandemi seperti sopir ojek online, UMKM yang memang sekarang sedang terhimpit ada lagi program lain kami tetap meneruskan beasiswa mereka yang terputus akibat pandemi," terangnya.

Sementara itu, Direktur Filantropi Indonesia, Hamid Abidin, menjelaskan, beberapa faktor pendorong kegiatan filantropi di Indonesia lebih banyak terkait faktor keagamaan. Berbagai ajaran agama terkait kegiatan untuk memberi seperti di Islam ada zakat infaq, sedekah, Kristen kolekte, dan persepuluan, di Hindu ada Punia dan Budha disebut dharma.

Hal itulah yang kemudian menjadi pendorong mereka untuk melakukan kegiatan kedermawanan meskipun sedang pandemi masyarakat banyak yang terpukul karena kondisi ekonominya tidak membuat mereka berhenti.

"Lagi-lagi ajaran agama berdonasi atau sedekah itu bisa menjadi benteng untuk menghindarkan kita dari marabahaya atau bencana. Belum lagi ada banyak tokoh dan pimpinan keagamaan yang memberikan fatwa atau dorongan untuk masyarakat menyumbang mungkin tidak terjadi di negara lain," jelasnya.

Pada saat pandemi, MUI dan para pimpinan Muhammadiyah itu memang menyerukan kepada masyarakat untuk bersedekah, bahkan saat Idul Fitri lalu ada fatwa membayar zakat di awal. Hasilnya, krisis yang terjadi tidak berdampak. Masyarakat malah semakin menunjukkan solidaritas untuk membantu sesama. Mereka tetap banyak berdonasi, yang berbeda hanya nilai dan bentuknya.

‘’Mungkin orang yang awalnya menyumbang besar tapi karena terdampak pandemi jadi nilainya lebih kecil. Mereka yang setelah pandemi ini tidak bekerja lagi pun masih ingin menyumbang namun dengan bentuk berbeda yakni sebagai insiator penggalangan dana dan kerelawanan.

"Seperti banyak seniman menganggur tapi akhirnya membuat konser dimana-mana kedermawanan mereka bisa digantikan dalam bentuk apapun," ungkap Hamid.

Dia juga mengungkapkan, penggalangan dana di masa pandemi ini tetap banyak karena keberhasilan mentransformasikan kegiatan filantropi konvensional ke digital. Di saat adanya pembatasan interaksi mobilitas masyarakat sebenarnya sangat berdampak dengan kegiatan filantropi karena penggalangan dana yang awalnya melalui event, counter di mall, meminta langsung kepada masyarakat sekarang sudah tidak dapat lagi dilakukan

Sebagian besar lembaga-lembaga filantropi di Indonesia memanfaatkan media digital untuk penggalangan dana. Ada transformasi luar biasa yang akhirnya membuat organisasi khususnya di digital pendapatannya relatif stabil tidak terlalu berpengaruh. Di beberapa negara banyak yang terpukul karena tidak siap untuk bertransformasi ke digital akhirnya beberapa dari mereka terpaksa tutup

Keterlibatan anak-anak muda Indonesia juga tidak lepas membuat berkembangnya filantropi di Indonesia meski saat pandemi. Mereka melakukan banyak inisiasi kegiatan penggalangan dana yang dilakukan oleh anak muda ada yang dilakukan oleh komunitas-komunitas sebagian besar menggunakan media digital dan event virtual.

Baca juga: Tabung Oksigen Langka, Epidemiolog UI Sarankan Distribusi yang Lebih Cepat

"Event disukai karena di saat masyarakat yang sedang di rumah merasa bosan. Mereka senang dihibur oleh acara tersebut sekaligus menggalang dana," tambahnya.

Belum lagi kegiatan penggalangan dana itu pun melibatkan para influencer maupun key opinion leader yang disukai masyarakat.

Lebih jauh alumnus Universitas Jember ini memaparkan, masyarakat Indonesia dermawan ini juga didukung oleh lembaga-lembaga sosial yang sangat terpercaya. Hamid menilai, mereka sudah melakukan transparansi dan akuntabilitas yang sangat bagus. Mereka mempublikasikan laporannya, serta ada audit. Jika ada perseorangan yang ingin melakukan penggalangan dana harus memahami jika urusan penggalangan dana terikat dengan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP), karena semua penggalangan dana di kategorisasikan sebagai lembaga publik terikat pada undang-undang KIP.

"Maka, mereka wajib untuk sediakan informasi, menyampaikannya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh publik terkait sumbangan. Ketika ada lembaga atau orang yang melakukan penggalangan dana itu berhak untuk ditanya oleh siapapun mengenai keterbukaan transparasi dari dana yang sudah disumbangkan. Lembaga sosial yang menggalang dana ini juga wajib untuk memberikan data dan informasi. Bahkan berhak ditanya oleh masyarakat sekalipun mereka tidak ikut menyumbang," jelas dia .

Ke depan, dia melihat filantropi di Indonesia di tengah pandemi ini masih akan besar karena lembaga sudah menyiasati dengan digital. Menurut Hamid, inilah salah satu modal sehingga adanya pembatasan kegiatan mobilitas tidak menjadi halangan untuk mereka berdonasi. Bukan hanya itu, dia juga optimistis masyarakat Indonesia akan selalu senang berderma. Di tengah pandemi ini hadir kembali sebuah kegiatan berbagi yang dapat dilakukan di rumah.

"Saya masih ingat orang tua kita sering menaruh makanan di depan rumah atau di pagar. Sehingga siapapun yang lewat boleh mengambilnya. Budaya itu sudah lama ada di Indonesia dan tidak dipraktekkan namun baru akhir-akhir ini muncul kembali. Sama seperti halaman rumah yang ditanami sayur-sayuran secara bersama sama. Hasil dari bertanam itu dapat dimanfaatkan bersama dengan warg sekitar dan siapapun yang butuh juga dapat mengambil,’’ kata dia.

Bangsa Paling Dermawan
Meningkatnya soldaritas dan empati warga dalam berbagi ke sesama di masa pandemi ini seolah mengonfirmasi predikat Indonesia sebagai negara paling dermawan di dunia.

Pada tengah Juni 2021, Indonesia kembali didapuk sebagai bangsa paling dermawan berdasarkan World Giving Index 2021 yang dirilis Charity Aid Foundation (CAF). Indonesia dua kali berturut-turut menempati posisi yang sama setelah sebelumnya pada 2018 juga berada di posisi puncak. Namun, yang lebih istimewa, tahun ini, Indonesia mengalami kenaikan skor dari 59 ke 69.Berdasarkan temuan CAF lebih dari 8 dari 10 orang Indonesia berdonasi tahun ini. Kedermawanan bangsa Indonesia tiga kali lebih tinggi dari rata-rata global.

Laporan World Giving Index menyediakan gambaran aktivitas kedermawanan di seluruh dunia berdasarkan tiga aspek aktivitas berbagi, yakni membantu orang asing, donasi untuk amal, dan menjadi sukarelawan sebuah organisasi. Laporan tersebut disimpulkan melalui hasil wawancara 1,6 juta orang di berbagai negara.

Dilihat dari ketiga aspek tersebut, Indonesia memiliki poin 65 untuk memberi bantuan pada orang asing, 83 untuk donasi, dan 60 untuk keterlibatan menjadi sukarelawan. Indonesia memiliki rata-rata total skor 69. Salah satu pendorong Indonesia didapuk sebagai paling dermawan karena zakat yang dipraktikkan secara luas, terutama selama pandemi.

Pakar filantropi yang juga dosen Program Studi Manajemen Wakaf dan Zakat Fakultas Syariah IAIN Surakarta Mansur Efendi mengatakan, tidak mengherankan jika bangsa Indonesia mendapat predikat paling dermawan karena jika melihat sejarah, kebiasaan berbagi itu ada sejak dulu.

"Sikap rela berbagi masyarakat kita ini bukan sesuatu yang tiba-tiba, ini ada akar sejarahnya. Sebagai contoh ada istilah Kemanunggalan TNI-Rakyat. Ada Perjuangan Rakyat Semesta. Mereka itu memang tidak bisa berjuang di front depan saat perang mempertahalan kemerdekaan, tapi siap membantu pada sisi lain meski hidup mereka susah," ujarnya saat dihubungi kemarin.

Menurut dia, aksi spontanitas masyarakat berbagi di masa pandemi ini, termasuk gerakan pinjam tabung oksigen, menegaskan bahwa apa yang terjadi sekarang tidak lepas dari rasa senasib sepenanggungan sebagai bangsa yang hari ini diwujudkan dalam bentuk berbeda.

Fenomena ini, kata dia, harus dilihat posiiif karena bagaimanapun ini bagian solusi yang ingin dihadirkan masyarakat."Kita lahir di tengah bangsa yang tingkat empatinya tinggi, jiwa Pancasila masyarakat kuat, terutama sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab," ujarnya.

Dia menyebut empati yang tinggi masyarakat itu sebagai kesyukuran bahwa bangsa ini punya modalitas dalam berbangsa yakni modalitas kebersamaan. Meski belakangan ini ada upaya polarisasi, yakni orang dibenturkan ke sana kemari dengan berbagai isu, tapi melihat solidaritas masyarakat hari-hari ini, itu malah menanbah optimisme bahwa bangaa ini sesungguhnya punya modalitas.

Hanya saja, Mansur mengingatkan bahwa bahwa donasi masyarakat itu seyogianya bisa dikelola baik. Hal itu untuk menghindari apa yang tidak diinginkan. Secara regulasi, kqta dia, ada UU Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang dan Barang (PUB). Kementerian Sosial yang diamanahi UU dan pihak terkait harus melakukan proses pengawasan yang ketat, baik periizinan pihak yang akan menyelenggarakan PUB maupun dalam penyelenggaraannya.

"Pertama, ini akan menjadi konstruktif dalam rangka untuk menjaga trust atau kepercayaan para donatur. Kedua, juga untuk memudahkan proses distribusi uang dan barangnya jika pengawasan baik," tandasnya.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1239 seconds (0.1#10.140)