Mendata Masyarakat Miskin Baru
loading...
A
A
A
Imbas pandemi virus korona (Covid-19) di Tanah Air semakin terasa. Selain semakin banyak jumlah orang yang terinfeksi virus asal China tersebut, dampak terhadap perekonomian juga tak kalah hebat.
Ini terlihat dari angka pertumbuhan ekonomi kuartal I/2020 yang hanya sebesar 2,97%, jauh di bawah perkiraan pemerintah sebelumnya di kisaran 4,5%.
Beberapa faktor yang menyebabkan anjloknya angka pertumbuhan ekonomi salah satunya adalah turunnya konsumsi rumah tangga.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga pada periode Januari-Maret 2020 hanya tumbuh 2,84%. Padahal sebagai perbandingan pada periode sama tahun sebelumnya sektor ini mampu tumbuh 5,02%.
Kondisi ini menjadi pukulan telak karena selama ini sektor konsumsi menjadi andalan pemerintah untuk menggerakkan perekonomian dengan kontribusi sekitar 56% total produk domestik bruto (PDB) nasional.
Penurunan belanja rumah tangga ini tidak lain sebagai dampak Covid-19 yang menyebabkan banyak orang lebih menunda melakukan pembelian. Prioritas masyarakat kini lebih utama pada pemenuhan barang kebutuhan pokok, seperti makanan, minuman, dan kesehatan.
Covid-19 juga menyebabkan banyak sektor informal terpaksa tidak beroperasi karena pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Akibatnya, tidak sedikit pekerja yang kehilangan pekerjaannya.
Data Kementerian Ketenagakerjaan menyebutkan, hingga awal Mei ini sedikitnya 2,7 juta orang kehilangan pekerjaan karena terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Dari jumlah tesebut, 1,2 juta orang sedang dalam proses validasi data.
Banyaknya sektor usaha informal yang tutup dan angka PHK mencapai jutaan orang itu berpotensi menyebabkan bertambahnya jumlah masyarakat miskin baru di Tanah Air.
Hal ini disampaikan langsung Menteri Sosial Juliari P Batubara dan Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.
Ini terlihat dari angka pertumbuhan ekonomi kuartal I/2020 yang hanya sebesar 2,97%, jauh di bawah perkiraan pemerintah sebelumnya di kisaran 4,5%.
Beberapa faktor yang menyebabkan anjloknya angka pertumbuhan ekonomi salah satunya adalah turunnya konsumsi rumah tangga.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga pada periode Januari-Maret 2020 hanya tumbuh 2,84%. Padahal sebagai perbandingan pada periode sama tahun sebelumnya sektor ini mampu tumbuh 5,02%.
Kondisi ini menjadi pukulan telak karena selama ini sektor konsumsi menjadi andalan pemerintah untuk menggerakkan perekonomian dengan kontribusi sekitar 56% total produk domestik bruto (PDB) nasional.
Penurunan belanja rumah tangga ini tidak lain sebagai dampak Covid-19 yang menyebabkan banyak orang lebih menunda melakukan pembelian. Prioritas masyarakat kini lebih utama pada pemenuhan barang kebutuhan pokok, seperti makanan, minuman, dan kesehatan.
Covid-19 juga menyebabkan banyak sektor informal terpaksa tidak beroperasi karena pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Akibatnya, tidak sedikit pekerja yang kehilangan pekerjaannya.
Data Kementerian Ketenagakerjaan menyebutkan, hingga awal Mei ini sedikitnya 2,7 juta orang kehilangan pekerjaan karena terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Dari jumlah tesebut, 1,2 juta orang sedang dalam proses validasi data.
Banyaknya sektor usaha informal yang tutup dan angka PHK mencapai jutaan orang itu berpotensi menyebabkan bertambahnya jumlah masyarakat miskin baru di Tanah Air.
Hal ini disampaikan langsung Menteri Sosial Juliari P Batubara dan Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.