Antara Telur dan Tembakau
loading...
A
A
A
DUNIA pada 31 Mei ini memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Hari tanpa tembakau ini dicetuskan Organisasi Kesehatan Dunia, WHO sejak 1987.
Tahun ini WHO telah menetapkan tema Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2023, “Kita Butuh Makan Bukan Tembakau”. WHO mencanangkan Hari Tanpa Tembakau Sedunia ini dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran warga dunia akan dampak buruk tembakau (rokok dan sejenisnya) bagi kesehatan manusia.
Bahaya tembakau memang harus jadi perhatian serius. Di Indonesia, jumlah perokok terus meningkat. Kementerian Kesehatan mengungkapkan saat ini ada 70,2 juta orang dewasa yang menjadi perokok aktif di Indonesia. Pada 2021, masih dari data yang disampaikan Kementerian Kesehatan, ada 69,1 juta perokok aktif di Indonesia. Sedangkan pada 2011 baru mencapai 60,3 juta.
Menurut Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu, mengutip data dari Global Adult Tobacco Survey (GATS), rata-rata rumah tangga perokok menghabiskan belanja rokok sebesar Rp382.000 per bulan. Belanja untuk rokok ini lebih tinggi ketimbang belanja untuk makanan bergizi, seperti telur.
Usai Lebaran, harga ayam dan telur terus naik. Para pembeli dan juga pedagang di pasar pun sama-sama bingung, mengapa dua komoditas ini harganya terus naik. Telur di pasar tardisional saat ini dijual dengan kisaran Rp32.000-Rp35.000 per Kg. Ahmad Heri Firdaus Ekonom Indef mengatakan jika harga telur dan daging ayam terus naik, maka bisa menjadi penyumbang terbesar inflasi bulan ini.
Di sisi lain, tembakau meski memiliki dampak buruk untuk kesehatan, faktanya masih menjadi sandaran hidup sekitar 689.000 petani tembakau. Belum lagi pekerja lainnya yang terlibat langsung dalam industri tembakau. Kementerian Perindustrian mencatat, total tenaga kerja yang diserap oleh sektor industri rokok sebanyak 5,98 juta orang, terdiri dari 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi, serta sisanya 1,7 juta bekerja di sektor perkebunan.
Tembakau yang memang bukan tergolong makanan minuman bergizi mampu memberikan pemasukan kepada negara dalam jumlah yang tidak sedikit. Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan cukai hasil tembakau mencapai Rp72,35 triliun hingga April 2023. Angka ini menurun 5,16% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (yoy).
Sepanjang 2022 DJBC melaporkan penerimaan cukai hasil tembakau alias rokok mencapai Rp218,62 triliun. Angka ini setara 104% dari target yang tertuang dalam Peraturan Presiden No.98 Tahun 2022 sebesar Rp209,91 triliun. Pendapatan cukai rokok yang meningkat menggambarkan adanya pertumbuhan penjualan rokok. Padahal ruang gerak untuk memasarkan rokok juga makin dipersempit.
Misalnya saja, makin banyak lokasi, khususnya di ruang-ruang publik yang membatasi atau melarang orang untuk merokok. Iklan rokok di media televisi juga dibatasi, hanya boleh tayang antara pukul 21.30-05.00. Beberapa cabang olahraga pun telah melarang produsen rokok sebagai sponsor atau menayangkan ikan di arena lomba (venue).
Tahun ini pemerintah menaikkan cukai rokok sebesar 12%. Imbasnya harga rokok pun terkerek naik sekitar 10%. Tapi faktanya penurunan pendapatan cukai rokok per April 2023 secara year on year hanya 5,16%. Idealnya penurunan pendapatan cukai sekitar 10 hingga 12 persen. Ini menandakan meski harga rokok naik, tidak lantas membuat perokok mengurangi pembelian rokok.
Guru Besar Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia Prof Hasbullah Thabrany mengingatkan ada lebih dari 100 jenis gangguan kesehatan yang berhubungan dengan rokok. Menurutnya hampir semua sakit kanker berkorelasi positif terhadap konsumsi nikotin.
Hasbullah mengatakan peran pemerintah dalam menangani kasus kanker di Indonesia sangat diperlukan, terlebih kepada masyarakat yang tidak mampu. Tentu saja penyakit kanker dapat dicegah sedini mungkin, karena memang bukan jenis penyakit menular. Pentingnya kesadaran untuk menjaga kesehatan jadi langkah yang mudah, murah dan efisien agar tehindar dari bahaya buruk tembakau
Tahun ini WHO telah menetapkan tema Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2023, “Kita Butuh Makan Bukan Tembakau”. WHO mencanangkan Hari Tanpa Tembakau Sedunia ini dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran warga dunia akan dampak buruk tembakau (rokok dan sejenisnya) bagi kesehatan manusia.
Bahaya tembakau memang harus jadi perhatian serius. Di Indonesia, jumlah perokok terus meningkat. Kementerian Kesehatan mengungkapkan saat ini ada 70,2 juta orang dewasa yang menjadi perokok aktif di Indonesia. Pada 2021, masih dari data yang disampaikan Kementerian Kesehatan, ada 69,1 juta perokok aktif di Indonesia. Sedangkan pada 2011 baru mencapai 60,3 juta.
Menurut Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu, mengutip data dari Global Adult Tobacco Survey (GATS), rata-rata rumah tangga perokok menghabiskan belanja rokok sebesar Rp382.000 per bulan. Belanja untuk rokok ini lebih tinggi ketimbang belanja untuk makanan bergizi, seperti telur.
Usai Lebaran, harga ayam dan telur terus naik. Para pembeli dan juga pedagang di pasar pun sama-sama bingung, mengapa dua komoditas ini harganya terus naik. Telur di pasar tardisional saat ini dijual dengan kisaran Rp32.000-Rp35.000 per Kg. Ahmad Heri Firdaus Ekonom Indef mengatakan jika harga telur dan daging ayam terus naik, maka bisa menjadi penyumbang terbesar inflasi bulan ini.
Di sisi lain, tembakau meski memiliki dampak buruk untuk kesehatan, faktanya masih menjadi sandaran hidup sekitar 689.000 petani tembakau. Belum lagi pekerja lainnya yang terlibat langsung dalam industri tembakau. Kementerian Perindustrian mencatat, total tenaga kerja yang diserap oleh sektor industri rokok sebanyak 5,98 juta orang, terdiri dari 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi, serta sisanya 1,7 juta bekerja di sektor perkebunan.
Tembakau yang memang bukan tergolong makanan minuman bergizi mampu memberikan pemasukan kepada negara dalam jumlah yang tidak sedikit. Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan cukai hasil tembakau mencapai Rp72,35 triliun hingga April 2023. Angka ini menurun 5,16% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (yoy).
Sepanjang 2022 DJBC melaporkan penerimaan cukai hasil tembakau alias rokok mencapai Rp218,62 triliun. Angka ini setara 104% dari target yang tertuang dalam Peraturan Presiden No.98 Tahun 2022 sebesar Rp209,91 triliun. Pendapatan cukai rokok yang meningkat menggambarkan adanya pertumbuhan penjualan rokok. Padahal ruang gerak untuk memasarkan rokok juga makin dipersempit.
Misalnya saja, makin banyak lokasi, khususnya di ruang-ruang publik yang membatasi atau melarang orang untuk merokok. Iklan rokok di media televisi juga dibatasi, hanya boleh tayang antara pukul 21.30-05.00. Beberapa cabang olahraga pun telah melarang produsen rokok sebagai sponsor atau menayangkan ikan di arena lomba (venue).
Tahun ini pemerintah menaikkan cukai rokok sebesar 12%. Imbasnya harga rokok pun terkerek naik sekitar 10%. Tapi faktanya penurunan pendapatan cukai rokok per April 2023 secara year on year hanya 5,16%. Idealnya penurunan pendapatan cukai sekitar 10 hingga 12 persen. Ini menandakan meski harga rokok naik, tidak lantas membuat perokok mengurangi pembelian rokok.
Guru Besar Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia Prof Hasbullah Thabrany mengingatkan ada lebih dari 100 jenis gangguan kesehatan yang berhubungan dengan rokok. Menurutnya hampir semua sakit kanker berkorelasi positif terhadap konsumsi nikotin.
Hasbullah mengatakan peran pemerintah dalam menangani kasus kanker di Indonesia sangat diperlukan, terlebih kepada masyarakat yang tidak mampu. Tentu saja penyakit kanker dapat dicegah sedini mungkin, karena memang bukan jenis penyakit menular. Pentingnya kesadaran untuk menjaga kesehatan jadi langkah yang mudah, murah dan efisien agar tehindar dari bahaya buruk tembakau
(thm)