Selamat Datang 2022, Tahun Kebaikan
loading...
A
A
A
TAHUN 2021 telah kita lewati. Beragam cerita suka dan duka telah dilalui. Sebagai bangsa Indonesia, 2021 adalah tahun tahun berat. Sebagaimana dialami hampir seluruh bangsa di dunia. Pandemi Covid-19 yang menyebar dari Kota Wuhan, China pada akhir 2019 lalu hingga kini masih menghantui dunia.
Wabah yang dikenal sebagai virus Corona ini benar benar menunjukkan betapa manusia itu mahkluk yang sangat lemah. Tapi ketika merasa sudah menguasai segala hal, manusia menjadi sombong dan lupa diri bahwa dia hanyalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Kesombongan tertinggi manusia adalah ketika mereka merasa dirinya sama dengan Tuhan dengan kemampuan menciptakan segala hal dengan teknologi paling canggih yang belum pernah diciptakan manusia sebelumnya. Peradaban maju dan modern yang semua terhubung secara digital dianggap sebagai puncak pencapaian karya manusia.
Semua bangsa berlomba menuju ke sana. Siapa yang paling cepat, paling kuat, paling berkuasa dan paling kaya akan mendikte perjalanan dunia sesuai kemauannya. Di sinilah keserakahan dan kesombongan mencapai puncaknya. Seolah olah takdir dunia ini mereka bisa atur sesuai kepentingan dan nafsunya.
Tapi apa yang terjadi justru sebaliknya. Semakin tinggi peradaban versi manusia yang serakah dan sombong itu semakin menujukkan titik lemahnya. Dunia tidak semakin baik, teratur, makmur, bahagia, sejahtera seperti yang mereka inginkan. Justru bencana-bencana akibat ulah manusia datang silih berganti dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini. Kelaparan, penyiksaan, pembunuhan, kekurangan pangan, penindasan, peperangan, berbagai macam bentuk kejahatan marak dan subur.
Lantas di mana dunia yang damai, aman, tenteram dan penghuninya sejahtera dan bahagia itu? Bisa jadi ada. Tapi seberapa besar ruang lingkupnya? Hanya segelintir. Kesenjangan distribusi kekayaan dan kesejahteraan penduduk Bumi justru semakin njomplang alias menganga. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin papa dan menderita.Ini bukti bahwa sistem dunia yang disusun berdasar nafsu dan keserakahan itu tak mampu menciptakan perdamaian dunia.
Perdamaian hanya sebatas slogan semu di ruang ruang pertemuan para elit dunia yang merasa dirinya menjadi pahlawan penyelamat Bumi seperti cerita di film-film box office. Proposal proyek-proyek besar global yang mengatasnamakan keadilan, kemanusiaan, demokrasi, persamaan hak masih jauh dari cita-citanya. Praktik praktik di lapangan malah seringkali bertentangan.
Lantas datangkan virus Corona. Terlepas dari seluruh kontroversi yang melingkupinya hingga kini, virus ini adalah bentuk peringatan dari Sang Maha Pencipta. Dunia kalang kabut. Korban berjatuhan. Sistem bertumbangan. Tak peduli dia negara kaya, negara sedang, atau miskin sekalipun. Semua kena. Ekonomi krisis bahkan hampir ambruk karena semua aktivitas dan mobilitas manusia harus dihentikan sementara untuk menghindari penularan.
Serangan virus mereda sebentar, tapi disusul dengan varian varian baru mulai Delta, Delta Plus, Omicron dan entah apalagi namanya. Roda ekonomi tersendat lagi. Pemerintahan terpaksa harus mengalokasikan sebagian besar anggarannya untuk menangani wabah ini. Semua berubah dalam waktu sangat sangat cepat. Perilaku manusia pun harus berubah mengikuti kebiasaan baru yang disebabkan disrupsi pandemi ini.
Tahun 2021 kita bersedih dan berduka. Karena kita sudah banyak kehilangan kawan, saudara, kolega yang harus menghadap Sang Khalik akibat Corona. Jumlah anak yatim meningkat pesat, jumlah anak putus sekolah naik, pengangguran naik, tingkat putus asa juga naik. Kita menghadapi problem yang sama dengan kondisi yang berbeda-beda. Ada yang mampu dan kuat, tapi banyak yang tidak kuat dan menyerah pasrah dengan keadaan. Karena memang tidak punya banyak pilihan.
Tahun 2022 kesedihan dan duka itu harus menjadi motivasi kita agar terus menjadi pembelajar yang baik. Rangkaian peringatan itu semestinya membuat manusia menjadi lebih tahu diri : siapa saya, darimana saya, apa tujuan hidup saya, siapa yang membuat saya hidup, apa kewajiban saya di dunia dan sebagainya.
Jika kita mampu mendisrupsi diri kita dengan bijak, kita akan mampu menempatkan diri sebagai manusia ciptaan Tuhan yang akan menjalani setiap ujian dan cobaan dengan penuh kesabaran. Karena kekuatan itu sebenarnya bukan pada kecanggihan teknologi, kekayaan berlimpah, kekuasaan absolut, atau ketajaman senjata. Tapi pada kesabaran dan keridhoan Tuhan kepada pada kita.
Semoga kita menjalani lembaran baru yang lebih bersih dan putih di tahun 2022 dan mengisinya dengan kebaikan kepada sesama dan untuk alam semesta. Selamat Tahun Baru 2022.
Wabah yang dikenal sebagai virus Corona ini benar benar menunjukkan betapa manusia itu mahkluk yang sangat lemah. Tapi ketika merasa sudah menguasai segala hal, manusia menjadi sombong dan lupa diri bahwa dia hanyalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Kesombongan tertinggi manusia adalah ketika mereka merasa dirinya sama dengan Tuhan dengan kemampuan menciptakan segala hal dengan teknologi paling canggih yang belum pernah diciptakan manusia sebelumnya. Peradaban maju dan modern yang semua terhubung secara digital dianggap sebagai puncak pencapaian karya manusia.
Semua bangsa berlomba menuju ke sana. Siapa yang paling cepat, paling kuat, paling berkuasa dan paling kaya akan mendikte perjalanan dunia sesuai kemauannya. Di sinilah keserakahan dan kesombongan mencapai puncaknya. Seolah olah takdir dunia ini mereka bisa atur sesuai kepentingan dan nafsunya.
Tapi apa yang terjadi justru sebaliknya. Semakin tinggi peradaban versi manusia yang serakah dan sombong itu semakin menujukkan titik lemahnya. Dunia tidak semakin baik, teratur, makmur, bahagia, sejahtera seperti yang mereka inginkan. Justru bencana-bencana akibat ulah manusia datang silih berganti dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini. Kelaparan, penyiksaan, pembunuhan, kekurangan pangan, penindasan, peperangan, berbagai macam bentuk kejahatan marak dan subur.
Lantas di mana dunia yang damai, aman, tenteram dan penghuninya sejahtera dan bahagia itu? Bisa jadi ada. Tapi seberapa besar ruang lingkupnya? Hanya segelintir. Kesenjangan distribusi kekayaan dan kesejahteraan penduduk Bumi justru semakin njomplang alias menganga. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin papa dan menderita.Ini bukti bahwa sistem dunia yang disusun berdasar nafsu dan keserakahan itu tak mampu menciptakan perdamaian dunia.
Perdamaian hanya sebatas slogan semu di ruang ruang pertemuan para elit dunia yang merasa dirinya menjadi pahlawan penyelamat Bumi seperti cerita di film-film box office. Proposal proyek-proyek besar global yang mengatasnamakan keadilan, kemanusiaan, demokrasi, persamaan hak masih jauh dari cita-citanya. Praktik praktik di lapangan malah seringkali bertentangan.
Lantas datangkan virus Corona. Terlepas dari seluruh kontroversi yang melingkupinya hingga kini, virus ini adalah bentuk peringatan dari Sang Maha Pencipta. Dunia kalang kabut. Korban berjatuhan. Sistem bertumbangan. Tak peduli dia negara kaya, negara sedang, atau miskin sekalipun. Semua kena. Ekonomi krisis bahkan hampir ambruk karena semua aktivitas dan mobilitas manusia harus dihentikan sementara untuk menghindari penularan.
Serangan virus mereda sebentar, tapi disusul dengan varian varian baru mulai Delta, Delta Plus, Omicron dan entah apalagi namanya. Roda ekonomi tersendat lagi. Pemerintahan terpaksa harus mengalokasikan sebagian besar anggarannya untuk menangani wabah ini. Semua berubah dalam waktu sangat sangat cepat. Perilaku manusia pun harus berubah mengikuti kebiasaan baru yang disebabkan disrupsi pandemi ini.
Tahun 2021 kita bersedih dan berduka. Karena kita sudah banyak kehilangan kawan, saudara, kolega yang harus menghadap Sang Khalik akibat Corona. Jumlah anak yatim meningkat pesat, jumlah anak putus sekolah naik, pengangguran naik, tingkat putus asa juga naik. Kita menghadapi problem yang sama dengan kondisi yang berbeda-beda. Ada yang mampu dan kuat, tapi banyak yang tidak kuat dan menyerah pasrah dengan keadaan. Karena memang tidak punya banyak pilihan.
Tahun 2022 kesedihan dan duka itu harus menjadi motivasi kita agar terus menjadi pembelajar yang baik. Rangkaian peringatan itu semestinya membuat manusia menjadi lebih tahu diri : siapa saya, darimana saya, apa tujuan hidup saya, siapa yang membuat saya hidup, apa kewajiban saya di dunia dan sebagainya.
Jika kita mampu mendisrupsi diri kita dengan bijak, kita akan mampu menempatkan diri sebagai manusia ciptaan Tuhan yang akan menjalani setiap ujian dan cobaan dengan penuh kesabaran. Karena kekuatan itu sebenarnya bukan pada kecanggihan teknologi, kekayaan berlimpah, kekuasaan absolut, atau ketajaman senjata. Tapi pada kesabaran dan keridhoan Tuhan kepada pada kita.
Semoga kita menjalani lembaran baru yang lebih bersih dan putih di tahun 2022 dan mengisinya dengan kebaikan kepada sesama dan untuk alam semesta. Selamat Tahun Baru 2022.
(maf)