IDI dan Keteladanan Sang Pemrakarsa

Senin, 24 Oktober 2022 - 08:45 WIB
Selanjutnya, disahkan pula IDI sebagai badan hukum dengan memuat Anggaran Dasar IDI pada Berita Negara R.I. No 9/1951, sebagai tambahan Berita Negara No 13 tanggal 13 Februari 1951. Sebulan sebelumnya, Menteri Kehakiman RI, juga telah mensahkan Anggaran Dasar IDI melalui Surat Ketetapan No J.A.8/9/20 tertanggal 18 Januari 1951.

Kembali suasana muktamar pertama. Atas usulan dr. R. Soeharto sehingga peserta memilih dr. Sarwono Prawirohardjo (Prof) menjadi ketua pertama (1950-1951). Mengapa dr. Sarwono Prawirohardjo yang dipilih? Alasannya, karena dr. Sarwono Prawirohardjo lulusanIndische artsdanArts, serta terbebas dari isu-isu kolaborasi dengan Jepang maupun Belanda.

Alasan lain, karena dr. Sarwono tidak ikut hijrah ke Yogyakarta sehingga banyak waktu berada di Jakarta. Berbeda dengan dr. R Soeharto yang ikut hijrah sebagai dokter pribadi Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Hal ini juga menjadi bukti bahwa Dewan Pimpinan Pusat IDI (Pengurus Besar IDI) tidak pernah meninggalkan Jakarta, sekalipun ibukota negara berpindah ke Yogyakarta.

Pada peristiwa di atas, terdapat tiga hal menarik. Pertama, biasanya seorang pemrakarsa pendiri organisasi selalu ingin menjadi ketua. Kedua, dengan alasan hijrah ke Yogyakarta, dr. R. Soeharto merelakan kepemimpinan organisasi yang diprakarsainya kepada sejawatnya. Ketiga, andai dr. R. Soeharto berkeras tentu bukan suatu yang mustahil sekretariat Dewan Pimpinan Pusat IDI diboyong ke Yogyakarta, apalagi beliau adalah dokter pribadi Presiden dan Wakil Presiden.

Dokter R. Soeharto sebagai pemrakarsa pendiri IDI, baru menjabat sebagai Ketua Umum pada peride kedua, setelah dr. Sarwono. Bila menyesuaikan pelaksanaan muktamar, berarti beliau menjabat periode 1951-1952, 1952-1953, 1953-1954, dan 1958-1960. Sedang periode 1954-1956 dijabat Prof. Hendarmin dan tahun 1956-1958 oleh Prof. M. Djoewari.

Dalam priode tersebut IDI secara resmi diterima menjadi anggota aktifWorld Medical Association(WMA) tahun 1953 dan ikut memrakarsai berdirinyaConfederation of Medical Associations in Asia and Oceania(CMAAO) tahun 1959.

Melampaui Zaman

Sikap dan keteladanan dr. R. Soeharto tidak lepas dari pengalaman pribadi beliau sebagai pelopor dan pejuang, penjiwaannya atas prinsip-prinsip profesi dokter, dan terlibat dalam organisasi pergerakan sejak masih belia. Ia aktif sebagai pengurus diJong JavadanJong Islamieten Bond.

Ketika menjadi mahasiswa Facultas Medica Bataviensis,Bataviase Geneekundige Hoogeschool(GHS) ia tinggal diIndonesise Club(IC) sekarang Gedung Sumpah Pemuda, Jl. Kramat Raya No.106 Jakarta. Karenanya ia terlibat dan saksi sejarah peristiwa Kongres Pemuda II yang melahirkan Sumpah Pemuda (1928).

Dokter R. Soeharto pun aktif dalam perjuangan pada masa pendudukan Jepang sampai proklamasi kemerdekaan RI. Sebagai dokter pribadi Soekarno dan Hatta beliau selalu menyertai kedua proklamator tersebut untuk memastikan kondisi kesehatannya sekaligus untuk mendapatkan tugas-tugas perjuangan yang diberikan kepadanya. Karena itu beliau menjadi saksi sejarah peristiwa pengibaran bendera Merah Putih di Jl. Peganggsaan Timur No. 56 Jakarta, 17 Agustus 1945.

Menjelang kemerdekaan dan setelahnya, dr. R. Soeharto memiliki sederet gagasan dan pengabdiannya, antara lain: Menjadi Ketua/Wakil Ketua Fonds Kemerdekaan Indonesia, memfasilitasi pertemuan antara Soekarno dan Tan Malaka, terlibat dalam pertemuan diplomasi politik, pendiri Bank Negara Indonesia, Kepala Administrasi Militer Pusat, salah satu pendiri Universitas Gadjah Mada, ikut dalam penyelamatan Bendera Pusaka Merah Putih.

Bukan hanya itu, melalui rapat di Sekretariat PB IDI pula (1957) ia memrakarsai pendirian Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). Dokter R. Soeharto juga ikut dalam pembangunan proyek-proyek vital, seperti Departemen Store Sarinah, Monumen Nasional, dan Masjid Istiqlal. Selain itu, dokter yang berpangkat Mayor Jenderal ini juga menjadi salah satu menteri di jajaran Kabinet Dwikora.

Tahun ini usia IDI memasuki 72 tahun. IDI memiliki 202.794 anggota, terdiri dari dokter umum, dokter spesialis, dan subspesialis. Struktur organisasi IDI tersebar di seluruh Indonesia. Mulai Pengurus Besar IDI sampai ke Pengurus Wilayah (33 wilayah) dan 456 Pengurus Cabang. IDI juga memiliki 37 perhimpunan spesialis, 55 perhimpunan keseminatan, dan satu perhimpuan dokter umum yang juga memiliki cabang-cabang di daerah.

Memperhatikan struktur IDI yang amat komplek, multidisipin, penuh dinamika dan kepentingan tersebut, tentu merupakan tantangan tersendiri bagi kepemimpinannya. Karena itu, anggota IDI terutama yang saat ini menjadi pimpinan perlu mengambil pelajaran dari kepemimpinan pemrakarsa pendiri IDI, dr. R. Soeharto.

Setidaknya ada lima karakter kepemimpinan yang relevan diteladani dari dr. R. Soeharto, yakni: Pejuang dan diplomat, sangat mencintai persatuan, memiliki moral tinggi dan tanggung jawab penuh keinsyafan, mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan dirinya dan keluarganya dan gagasan serta pengabdian yang melampaui zamannya. Karena itu, tidak pula berlebihan bila Pemrakarsa Pendiri IDI ini disemati gelar pahlawan nasional oleh negara.Wallahu a'lam bishawab.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More