Melindungi Perempuan, Memberi Pendidikan

Jum'at, 22 April 2022 - 16:25 WIB
Setiap lapisan masyarakat, khususnya orang tua dan warga satuan pendidikan harus memahami kedua aturan ini. Sosialisasi aturan ini harus masif melalui aneka saluran, termasuk media massa dan media sosial. Sebagai contoh dikutipkan beberapa pasal dan ayat yang bisa jadi tak dipahami mayoritas warga.

Dalam UU TPKS Pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan tindakan nonfisik berupa isyarat, tulisan, dan/atau perkataan kepada orang lain yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang dan terkait dengan keinginan seksual, dipidana karena pelecehan seksual nonfisik. Hukuman yang diberikan kepada pelaku yakni pidana penjara paling lama 9 bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp10 juta.

Pada Pasal 4 ayat (1) UU TPKS, disebutkan ada sembilan tindak pidana kekerasan seksual, yakni pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kotrasepsi, dan pemaksaan sterilisasi. Selain itu juga pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, serta kekerasan seksual berbasis elektronik. Untuk kekerasan seksual berbasis elektronik ini termasuk revenge porn atau penyebaran konten pornografi dengan modus balas dendam kepada korban. Dengan adanya UU TPKS ini, korban revenge porn dilindungi oleh hukum.

Dalam Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 diatur bahwa di antara tindakan yang masuk dalam kategori tindak kekerasan seksual bisa berupa: 1) menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender Korban, 2) menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman, 3) mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada Korban meskipun sudah dilarang korban, 4) mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban, dan 5) mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi.

Pemahaman masyarakat atas sejumlah aturan ini bisa mencegah atau mengurangi tindakan kekerasan seksual kepada perempuan. Masyarakat akan berhati-hati dalam bertindak dan menggunakan media sosial. Hukuman pidana penjara dan/atau pidana denda bisa jadi membuat orang terhindar dari kejahatan terhadap perempuan.

Kunci Pendidikan

Menjawab masalah di atas tidak cukup dengan melahirkan regulasi perlindungan perempuan tetapi bagaimana komitmen pencegahan dan pelaksanaan regulasi oleh pihak-pihak yang berwenang, mulai dari sosialisasi, pelaksanaan, hingga monitoring dan evaluasi.

Perlindungan perempuan harus menjadi agenda bersama sehingga mereka dapat menyelesaikan pendidikan setinggi-tingginya dengan baik. Perempuan dengan pendidikan yang baik akan bisa menjalankan perannya dengan baik, apakah sebagai individu, pekerja, ibu, istri, atau pemimpin.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat penyelesaian pendidikan perempuan pada 2021 adalah sebagai berikut: SD/sederajat 97,76%, SMP/sederajat 90,78%, dan SMA/sederajat 67,46%. Data ini menunjukkan bahwa perempuan Indonesia tidak sedang baik-baik saja.

Sejarah membuktikan perempuan-perempuan Indonesia mampu berdaya dan berkontribusi bagi pendidikan bangsa ini, seperti RA Kartini, Rahmah El Yunusiyyah, Nyai Rohmah Noor Syifa, Nur Chodijah, Nisya Saadah Wargadipura, Najmatul Millah, Syarifah Sadiyah Al Jufri, Halimah Syukur, Yenny Wahid, Siti Fadilah, dan Dewi Fortuna Anwar.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More