Melindungi Perempuan, Memberi Pendidikan

Jum'at, 22 April 2022 - 16:25 WIB
Menurut data Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada 2021, sepanjang 2020 tercatat kekerasan terhadap perempuan sebanyak 299.911 kasus. Dari jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan yang tercatat di Komnas HAM tersebut, sebanyak 291.677 kasus bersumber dari pengadilan agama, lembaga layanan mitra Komnas Perempuan sejumlah 8.234 kasus, dan unit pelayanan dan rujukan sebanyak 2.389 kasus.

Kasus kekerasan seksual merupakan kasus tertinggi dalam kekerasan terhadap perempuan, yakni sebanyak 962 kasus yang terdiri dari 166 kasus pencabulan, 299 kasus permerkosaan, 181 kasus pelecehan seksul, dan sebanyak 5 kasus persetubuhan. Tidak hanya terjadi di ranah komunitas/publik, kasus kekerasan terhadap perempuan juga terjadi di lingkungan rumah tangga. Sebanyak 6.480 kasus terjadi kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga.

Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), sepanjang 2021 terdapat 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan di mana 15,2% adalah kekerasan seksual. Kasus-kasus kekerasan seksual terhadap perempuan merupakan fenomena puncak gunung es. Fakta yang terjadi di lapangan bisa jauh lebih besar dan lebih mengerikan.

Satuan Pendidikan

Sekolah, pesantren, atau kampus merupakan tempat manusia dididik dan dilatih untuk menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berkarakter, cerdas, dan terampil sehingga menjadi manusia mandiri dan merdeka. Namun sayang, di satuan pendidikan justru perempuan menjadi korban pelecehan seksual. Ironis, satuan pendidikan tempat pengembangan karakter pelajar justru menjadi tempat yang rentan dan berbahaya bagi perempuan. Aneka kasus pelecehan seksual menunjukkan lemahnya posisi perempuan di hadapan laki-laki dewasa.

Komnas Perempuan mencatat bahwa selama periode 2017-2021 kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan paling banyak terjadi di perguruan tinggi, yakni 35 kasus. Diikuti pesantren dengan 16 kasus, dan sekolah menengah atas (SMA) 15 kasus.

Di sisi lain, tidak mudah bagi perempuan berkeluarga untuk menyelesaikan studi sarjana atau pascasarjana mereka. Penyelesaian studi mereka kerap terhalang oleh tugas-tugas domestik seperti mengurus rumah, mengurus anak, melayani suami, atau bekerja. Beban mereka akan semakin berat jika menjadi tulang punggung keluarga.

Anang Susetya (2021: 37) dalam buku Kartini Citra Perempuan Indonesia Modern menulis, masih banyak kaum perempuan Indonesia yang merasa bahagia berada dalam posisi berkorban atau mempunyai peran ganda tanpa mempersoalkan apakah pengorbanannya memperlemah atau memperkuat ketidakadilan. Situasi semacam ini jelas mempersulit kaum perempuan menemukan jati dirinya dan sulit berkembang sebagai pribadi. Dengan demikian kaum perempuan Indonesia sulit mengembangkan produktivitas pribadinya.

Benteng Regulasi

Sebagai langkah pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan, DPR telah mengesahkan (12/04/2022) UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Sebelumnya telah diterbitkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Perlu waktu untuk membuktikan apakah kedua peraturan ini mampu menurunkan tingkat kekerasan seksual terhadap perempuan.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More