Hijrah, Perspektif Sosiologi Ekonomi

Kamis, 16 Juli 2020 - 11:45 WIB
Terdapat perubahan signifikan terhadap cara berpakaian dari komunitas pelaku hijrah. Bagi perempuan, jika sebelumnya mereka terbiasa menggunakan pakaian-pakaian ketat dan membentuk aurat, maka setelah hijrah, mereka memakai busana yang lebih syar’i dengan ciri pakaian longgar agar tidak membentuk aurat. Tidak sedikit di antara mereka yang memakai cadar. Adapun kaum laki-laki, tren umum yang populer adalah dengan memanjangkan (memelihara) jenggot dan memendekkan celananya di atas mata kaki sesuai tuntunan Sunnah.

Dalam konteks konsumsi (pemanfaatan jasa) perbankan, para pelaku hijrah lebih memilih bank-bank syariah dalam aktivitas ekonomi mereka untuk menghindari praktik-praktik riba yang diharamkan menurut ajaran agama Islam. Pertumbuhan perbankan syariah yang sangat pesat dalam kurun sepuluh tahun terakhir menandai tumbuhnya ceruk pasar dari kalangan muslim secara signifikan.

Namun demikian, tidak sedikit dari pelaku hijrah yang memutus total (menghentikan) akses terhadap berbagai layanan perbankan dan institusi keuangan lainnya baik konvensional maupun syariah seperti rekening bank, dan berbagai jenis pinjaman (loan), seperti kartu kredit, KPR, KTA, leasing, dll. Hal ini dilakukan untuk menghindari praktik-praktik ribawi sebagai bentuk ketaatan terhadap ajaran agama.

Dalam konteks konsumsi (pemilihan atau penggunaan) sumber-sumber literasi dakwah, para pelaku hijrah, selain rutin menghadiri majelis-majelis kajian ilmu secara langsung (tatap muka), mereka juga memiliki kecenderungan untuk menggunakan sumber-sumber literasi dakwah lainnya melalui media elektronik dan internet. Beberapa media elektronik baik televisi maupun radio seperti Rodja TV, Radio Fajri; dan Radio Wadi menjadi kanal-kanal alternatif yang banyak digunakan oleh pelaku hijrah dalam rangka mencari sumber-sumber baru bimbingan moral.

Dalam konteks komsumsi makanan dan minuman, pelaku hijrah mulai mengenal dan mengkonsumsi secara rutin berbagai makanan dan minuman yang mengandung thibbun nabawi (pengobatan medis berbasis Qur’an dan Hadist). Produk-produk makanan dan minuman seperti kurma, habbatus sauda, saffran, buah tin, minyak zaitun, dan produk-produk herbal Islami lainnya mengalami peningkatan signifikan dari sisi permintaan.

Jika sebelum hijrah, literasi generasi milenial muslim urban tentang produk-produk “makanan dan minuman Islami” sangat kurang, maka setelah hijrah, mereka sangat familiar dengan produk-produk makanan dan minuman tersebut.

Dalam konteks konsumsi film, beberapa genre film yang cenderung disukai oleh generasi milenial muslim perkotaan adalah film-film yang mengandung konten dan spirit Islam seperti film Ayat-ayat Cinta 2; Ketika Cinta Bertasbih; 99 Cahaya di Langit Eropa; Cinta Suci Zahrana; Assalamualaikum Beijing; dan Surga yang Tak Dirindukan. Film bergenre “syariah” tersebut secara umum menyelipkan pesan-pesan moral yang dianggap dapat menyejukkan hati para penonton-nya.

Ekonomi Produksi Dalam Aktifitas Hijrah

Sementara itu, dari perspektif teori produksi, fenomena hijrah juga berkaitan erat dengan kegiatan produksi sebagai salah satu entitas dasar kegiatan ekonomi masyarakat. Dalam pengertian ekonomi konvensional sebagaimana yang kita pahami, produksi dapat dipahami sebagai kegiatan membuat, menciptakan, menghasilkan atau memproduksi suatu barang atau jasa.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata produksi diartikan sebagai proses mengeluarkan hasil; penghasilan. Selain itu, terdapat dua makna lain dari produksi yaitu hasil dan pembuatan. Pengertian produksi mencakup segala kegiatan, termasuk prosesnya, yang dapat menciptakan hasil, penghasilan dan pembuatan (Damsar, 2009;67).
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More