Hijrah, Perspektif Sosiologi Ekonomi

Kamis, 16 Juli 2020 - 11:45 WIB
Selain karena rendahnya identity (ID) organisasi sosial keagamaan, generasi muslim milenial urban tampaknya lebih menyukai model dan konten-konten dakwah Islam yang dikemas secara menarik sesuai dengan denyut nadi modernitas baik dalam bentuk kajian-kajian Islam secara langsung (tatap muka) maupun melalui kanal-kanal perangkat teknologi informasi. Dalam bahasa yang sederhana, ekspektasi generasi muslim milenial urban adalah bagaimana bisa “tetap gaul, tetapi Islami” pada saat yang bersamaan.

Gelombang hijrah dapat berjalan sangat akseleratif terutama di kalangan muslim milenial perkotaan karena di dorong oleh para ustadz atau komunikator dakwah yang cukup lihai dalam membaca selera pasar dengan memanfaatkan instrumen-instrumen teknologi informasi seperti youtube dan media-media sosial lainnya. Kondisi ini menyebabkan terjadinya kompetisi tersendiri, bahkan ruang publik virtual telah menjelma menjadi arena kontestasi yang tidak seimbang khususnya antara dai-dai Islam kultural-tradisional dengan Islam non kultural-tradisional dalam berebut pengaruh (influencer).

Hijrah banyak digandrungi oleh kalangan muslim milenial urban Indonesia karena menawarkan totalitas solusi atas krisis identitas muslim yang mereka alami. Krisis identitas ini merupakan akumulasi dari kegersangan spiritualitas yang dialami muslim perkotaan karena efek modernitas yang menyisihkan nilai-nilai agama dari ranah publik sebagaimana lazim terjadi di berbagai kota di dunia.

Selama ini, sekularisme sebagai produk modernitas berusaha memisahkan agama dari ruang publik sehingga agama benar-benar diletakkan menjadi urusan privat. Kesalehan individu dalam konteks ini tidak perlu diaktualisasikan di ranah publik dan tidak perlu diakui eksistensinya oleh orang lain. Kondisi inilah yang pada akhirnya melahirkan suasana kebatinan yang pincang karena keringnya dimensi spiritualitas dalam diri individu pemeluk agama.

Kanal-kanal teknologi informasi dan revolusi internet, pada sisi lain justru dapat digunakan secara positif untuk memperkokoh fondasi keyakinan beragama (iman) agar pemeluk agama (Islam) tidak terjebak dan jatuh pada ruang hampa di mana goncangan spiritualisme seringkali lahir dari produk-produk kebudayaan dan peradaban modern tersebut.
(dam)
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More