Lampu Kuning Impor Kedelai
loading...
A
A
A
Muhammad Irvan Mahmud Asia
Penliti Pusat Pengkajian Agraria & Sumber Daya Alam
PERMINTAAN akan kedelai terus naik dari waktu ke waktu, terlihat dari rata-rata konsumsi kedelai sebesar 6.59 kg/kapita/tahun dan cenderung meningkat 1,73%/tahun. Sejak 2015 sampai 2022 konsumsi kedelai tidak pernah turun bahkan saat pandemi Covid 19. Namun produksi dalam negeri masih sangat rendah.
Gap inilah yang kemudian oleh pemerintah ditempuh dengan kebijakan impor. Dalam jangka pendek sah-sah saja, namun ini sudah berlangsung puluhan tahun. Tentu ada sesuatu yang salah.
Baca Juga: koran-sindo.com
Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) menyebut impor kedelai pada 2022 mencapai 2.84 juta ton. Impor diperlukan dikarenakan produksi kedelai dalam negeri sangat minim bahkan untuk satu bulan saja tidak cukup, produksi kedelai dalam negeri hanya 200.315 ton, sementara kebutuhan setiap bulan di kisaran 248.626 ton.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor kedelai Indonesia (juta ton) dari tahun 2015 sampai 2021 secara berturut-turut 2.26, 2.26, 2.7, 2.59, 2.67, 2.48, 2.49. Angka-angka tersebut sebenarnya tidak ada yang berubah bahkan semakin buruk sejak Indonesia mengalami defisit kedelai untuk pertama kali 1976 dengan mengimpor 171.192 ton. Food Agriculture Organization (FAO) mencatat impor kedelai Indonesia 1986 membengkak menjadi 359.271 ton, 1996 menjadi 746.329 ton, 2006 naik menjadi 1.13 juta ton, di 2010 naik menjadi 1.74 juta ton, dan 2014 1.96 juta ton.
Perkiraan Kementrian Perdagangan kenaikan impor kedelai kita rata - rata 3.57 %setiap tahunnya.
Nilai transaksi impor 2015 sampai 2021 cukup fantastis, mencapai puluhan triliun rupiah. Secara berturut-turut impor (dalam USS) tahun 2015 senilai 1,03miliar, tahun 2016 960juta, tahun 2017 1.15miliar, tahun 2018 1.1miliar, tahun 2019 1.06miliar, tahun 2020 1miliar, dan tahun 2021 1.48miliar. Nilai transaksi tahun 2021 tersebut menjadikan impor kedelai menjadi terbesar kedua setelah gandum dan gula.
Nilai Import Dependency Ratio (IDR) yaitu rasio ketergantungan terhadap impor kedelai Indonesia pada 015 sampai 2019 mencapai 78.44%. Tingkat ketergantungan ini sangat tinggi mendekati angka 90%, artinya sudah mendekati lampu merah.
Adapun nilai Self Sufficiency Ratio (SSR) sebesar 21.61% per tahunnya. SSR adalah nilai rasio kemampuan pemerintah menyediakan kedelai dari hasil produksi dalam negeri sebesar 9.15% dari total kebutuhan.
Penliti Pusat Pengkajian Agraria & Sumber Daya Alam
PERMINTAAN akan kedelai terus naik dari waktu ke waktu, terlihat dari rata-rata konsumsi kedelai sebesar 6.59 kg/kapita/tahun dan cenderung meningkat 1,73%/tahun. Sejak 2015 sampai 2022 konsumsi kedelai tidak pernah turun bahkan saat pandemi Covid 19. Namun produksi dalam negeri masih sangat rendah.
Gap inilah yang kemudian oleh pemerintah ditempuh dengan kebijakan impor. Dalam jangka pendek sah-sah saja, namun ini sudah berlangsung puluhan tahun. Tentu ada sesuatu yang salah.
Baca Juga: koran-sindo.com
Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) menyebut impor kedelai pada 2022 mencapai 2.84 juta ton. Impor diperlukan dikarenakan produksi kedelai dalam negeri sangat minim bahkan untuk satu bulan saja tidak cukup, produksi kedelai dalam negeri hanya 200.315 ton, sementara kebutuhan setiap bulan di kisaran 248.626 ton.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor kedelai Indonesia (juta ton) dari tahun 2015 sampai 2021 secara berturut-turut 2.26, 2.26, 2.7, 2.59, 2.67, 2.48, 2.49. Angka-angka tersebut sebenarnya tidak ada yang berubah bahkan semakin buruk sejak Indonesia mengalami defisit kedelai untuk pertama kali 1976 dengan mengimpor 171.192 ton. Food Agriculture Organization (FAO) mencatat impor kedelai Indonesia 1986 membengkak menjadi 359.271 ton, 1996 menjadi 746.329 ton, 2006 naik menjadi 1.13 juta ton, di 2010 naik menjadi 1.74 juta ton, dan 2014 1.96 juta ton.
Perkiraan Kementrian Perdagangan kenaikan impor kedelai kita rata - rata 3.57 %setiap tahunnya.
Nilai transaksi impor 2015 sampai 2021 cukup fantastis, mencapai puluhan triliun rupiah. Secara berturut-turut impor (dalam USS) tahun 2015 senilai 1,03miliar, tahun 2016 960juta, tahun 2017 1.15miliar, tahun 2018 1.1miliar, tahun 2019 1.06miliar, tahun 2020 1miliar, dan tahun 2021 1.48miliar. Nilai transaksi tahun 2021 tersebut menjadikan impor kedelai menjadi terbesar kedua setelah gandum dan gula.
Nilai Import Dependency Ratio (IDR) yaitu rasio ketergantungan terhadap impor kedelai Indonesia pada 015 sampai 2019 mencapai 78.44%. Tingkat ketergantungan ini sangat tinggi mendekati angka 90%, artinya sudah mendekati lampu merah.
Adapun nilai Self Sufficiency Ratio (SSR) sebesar 21.61% per tahunnya. SSR adalah nilai rasio kemampuan pemerintah menyediakan kedelai dari hasil produksi dalam negeri sebesar 9.15% dari total kebutuhan.