Kebangkitan SDM Unggul Pascapandemi
loading...
A
A
A
Hendarman
Analis Kebijakan Ahli Utama pada Kemendikbudristek
PANDEMI Covid-19 menjadi tantangan berat bagi berbagai bangsa dan negara di dunia. Sejumlah kebijakan khusus diterapkan agar masing-masing negara tidak terpuruk secara berkelanjutan akibat adanya pandemic Covid-19.
Bagi Indonesia, pandemi pada awalnya menimbulkan berbagai permasalahan yang mengkhawatirkan, termasuk di bidang pendidikan. Misalnya, proses pembelajaran yang harus mengubah pola pikir secara fundamental. Proses yang awalnya secara tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh atau daring. Proses ini mempersyaratkan kemampuan beradaptasi, kreatif dan bernalar kritis, serta siap berubah menjadi faktor penentu agar proses pembelajaran tidak mengalami penurunan yang signifikan.
Hari ini, 20 Mei 2022, kita akan merayakan kembali Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) dengan tema “Ayo Bangkit Bersama”. Tema ini dipilih agar Harkitnas dapat menjadi momentum bagi kita sebagai bangsa yang besar untuk bersama-sama mengobarkan semangat bangkit dari pandemi Covid-19 yang telah lebih dari dua tahun menyerang dan turut berefek di segala sendi kehidupan.
Apakah makna kebangkitan nasional dapat menjadi momentum titik balik dalam kebangkitan kualitas pembelajaran dan pendidikan? Apakah kebijakan-kebijakan yang ada dapat menjadi solusi terbaik dapat memastikan kebangkitan sumber daya manusia (SDM) unggul?
Mengenang Sekilas Dampak Covid-19
Penelitian Andi Wahyu Irawan, Dwisona, dan Mardi Lestari (2020) di Kalimantan Timur, mengungkapkan bahwa pembelajaran daring (online) selama pandemi Covid-19 berdampak buruk kepada siswa. Secara psikologis, dampaknya adalah (1) siswa mengalami kebosanan dengan pembelajaran online setelah dua minggu pertama belajar dari rumah, (2) kecemasan orang tua berpenghasilan rendah, karena harus beli kuota untuk bisa ikutan belajar online, dan (3) munculnya gangguan emosional yang ditunjukkan dengan perubahan mood atau suasana hati akibat terlalu banyak tugas yang dianggap tidak efektif oleh siswa.
Publikasi INOVASI dan Puslitjak (2021) “Learning Recovery-Time For Action, Policy Brief, August 2021”, membandingkan perkembangan literasi berhitung sebelum dan selama pandemi pada kelas 1 dan 2 sekolah dasar. Terjadi kehilangan kemajuan selama 5-6 bulan setelah 12 bulan belajar dari rumah. Juga ditemukan bahwa semakin melebarnya kesenjangan belajar antara yang ditetapkan oleh kurikulum dengan apa yang dipelajari siswa. Artinya, siswa tidak menguasai apa yang seharusnya diperoleh selama satu tahun pelajaran.
Kajian Unicef (2020) menunjukkan bahwa anak-anak yang tidak dapat mengakses sekolah secara langsung, akan menjadi semakin tertinggal. Anak-anak yang paling termarjinalisasi adalah yang paling terdampak. Pesan Unicef kepada para pemimpin dunia, segala upaya harus dilakukan agar sekolah tetap buka atau memprioritaskan agar sekolah bisa kembali buka (untuk sekolah yang masih tutup).
Makna Kebangkitan Nasional
Kesadaran periode Kebangkitan Nasional Indonesia di masa lalu, tampaknya masih valid dijadikan sebagai faktor pengungkit percepatan kebangkitan mengatasi problematika di dunia pendidikan pascapandemi Covid-19. Sejarah Kebangkitan Nasional Indonesia adalah periode pada paruh pertama abad ke-20 di Nusantara yang kini dikenal sebagai Indonesia. Saat itu, rakyat Indonesia mulai menumbuhkan rasa kesadaran nasional sebagai "orang Indonesia". Masa ini ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya Budi Utomo (20 Mei 1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928).
Kebangkitan nasional saat itu didorong faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa: (1) penderitaan yang berkepanjangan akibat penjajahan; (2) kenangan kejayaan masa lalu, seperti pada masa Kerajaan Sriwijaya atau Majapahit; dan (3) munculnya kaum intelektual yang menjadi pemimpin gerakan.
Analis Kebijakan Ahli Utama pada Kemendikbudristek
PANDEMI Covid-19 menjadi tantangan berat bagi berbagai bangsa dan negara di dunia. Sejumlah kebijakan khusus diterapkan agar masing-masing negara tidak terpuruk secara berkelanjutan akibat adanya pandemic Covid-19.
Bagi Indonesia, pandemi pada awalnya menimbulkan berbagai permasalahan yang mengkhawatirkan, termasuk di bidang pendidikan. Misalnya, proses pembelajaran yang harus mengubah pola pikir secara fundamental. Proses yang awalnya secara tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh atau daring. Proses ini mempersyaratkan kemampuan beradaptasi, kreatif dan bernalar kritis, serta siap berubah menjadi faktor penentu agar proses pembelajaran tidak mengalami penurunan yang signifikan.
Hari ini, 20 Mei 2022, kita akan merayakan kembali Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) dengan tema “Ayo Bangkit Bersama”. Tema ini dipilih agar Harkitnas dapat menjadi momentum bagi kita sebagai bangsa yang besar untuk bersama-sama mengobarkan semangat bangkit dari pandemi Covid-19 yang telah lebih dari dua tahun menyerang dan turut berefek di segala sendi kehidupan.
Apakah makna kebangkitan nasional dapat menjadi momentum titik balik dalam kebangkitan kualitas pembelajaran dan pendidikan? Apakah kebijakan-kebijakan yang ada dapat menjadi solusi terbaik dapat memastikan kebangkitan sumber daya manusia (SDM) unggul?
Mengenang Sekilas Dampak Covid-19
Penelitian Andi Wahyu Irawan, Dwisona, dan Mardi Lestari (2020) di Kalimantan Timur, mengungkapkan bahwa pembelajaran daring (online) selama pandemi Covid-19 berdampak buruk kepada siswa. Secara psikologis, dampaknya adalah (1) siswa mengalami kebosanan dengan pembelajaran online setelah dua minggu pertama belajar dari rumah, (2) kecemasan orang tua berpenghasilan rendah, karena harus beli kuota untuk bisa ikutan belajar online, dan (3) munculnya gangguan emosional yang ditunjukkan dengan perubahan mood atau suasana hati akibat terlalu banyak tugas yang dianggap tidak efektif oleh siswa.
Publikasi INOVASI dan Puslitjak (2021) “Learning Recovery-Time For Action, Policy Brief, August 2021”, membandingkan perkembangan literasi berhitung sebelum dan selama pandemi pada kelas 1 dan 2 sekolah dasar. Terjadi kehilangan kemajuan selama 5-6 bulan setelah 12 bulan belajar dari rumah. Juga ditemukan bahwa semakin melebarnya kesenjangan belajar antara yang ditetapkan oleh kurikulum dengan apa yang dipelajari siswa. Artinya, siswa tidak menguasai apa yang seharusnya diperoleh selama satu tahun pelajaran.
Kajian Unicef (2020) menunjukkan bahwa anak-anak yang tidak dapat mengakses sekolah secara langsung, akan menjadi semakin tertinggal. Anak-anak yang paling termarjinalisasi adalah yang paling terdampak. Pesan Unicef kepada para pemimpin dunia, segala upaya harus dilakukan agar sekolah tetap buka atau memprioritaskan agar sekolah bisa kembali buka (untuk sekolah yang masih tutup).
Makna Kebangkitan Nasional
Kesadaran periode Kebangkitan Nasional Indonesia di masa lalu, tampaknya masih valid dijadikan sebagai faktor pengungkit percepatan kebangkitan mengatasi problematika di dunia pendidikan pascapandemi Covid-19. Sejarah Kebangkitan Nasional Indonesia adalah periode pada paruh pertama abad ke-20 di Nusantara yang kini dikenal sebagai Indonesia. Saat itu, rakyat Indonesia mulai menumbuhkan rasa kesadaran nasional sebagai "orang Indonesia". Masa ini ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya Budi Utomo (20 Mei 1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928).
Kebangkitan nasional saat itu didorong faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa: (1) penderitaan yang berkepanjangan akibat penjajahan; (2) kenangan kejayaan masa lalu, seperti pada masa Kerajaan Sriwijaya atau Majapahit; dan (3) munculnya kaum intelektual yang menjadi pemimpin gerakan.