Kebangkitan SDM Unggul Pascapandemi

Jum'at, 20 Mei 2022 - 17:07 WIB
loading...
Kebangkitan SDM Unggul Pascapandemi
Hendarman (Foto: Ist)
A A A
Hendarman
Analis Kebijakan Ahli Utama pada Kemendikbudristek

PANDEMI Covid-19 menjadi tantangan berat bagi berbagai bangsa dan negara di dunia. Sejumlah kebijakan khusus diterapkan agar masing-masing negara tidak terpuruk secara berkelanjutan akibat adanya pandemic Covid-19.

Bagi Indonesia, pandemi pada awalnya menimbulkan berbagai permasalahan yang mengkhawatirkan, termasuk di bidang pendidikan. Misalnya, proses pembelajaran yang harus mengubah pola pikir secara fundamental. Proses yang awalnya secara tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh atau daring. Proses ini mempersyaratkan kemampuan beradaptasi, kreatif dan bernalar kritis, serta siap berubah menjadi faktor penentu agar proses pembelajaran tidak mengalami penurunan yang signifikan.

Hari ini, 20 Mei 2022, kita akan merayakan kembali Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) dengan tema “Ayo Bangkit Bersama”. Tema ini dipilih agar Harkitnas dapat menjadi momentum bagi kita sebagai bangsa yang besar untuk bersama-sama mengobarkan semangat bangkit dari pandemi Covid-19 yang telah lebih dari dua tahun menyerang dan turut berefek di segala sendi kehidupan.

Apakah makna kebangkitan nasional dapat menjadi momentum titik balik dalam kebangkitan kualitas pembelajaran dan pendidikan? Apakah kebijakan-kebijakan yang ada dapat menjadi solusi terbaik dapat memastikan kebangkitan sumber daya manusia (SDM) unggul?

Mengenang Sekilas Dampak Covid-19
Penelitian Andi Wahyu Irawan, Dwisona, dan Mardi Lestari (2020) di Kalimantan Timur, mengungkapkan bahwa pembelajaran daring (online) selama pandemi Covid-19 berdampak buruk kepada siswa. Secara psikologis, dampaknya adalah (1) siswa mengalami kebosanan dengan pembelajaran online setelah dua minggu pertama belajar dari rumah, (2) kecemasan orang tua berpenghasilan rendah, karena harus beli kuota untuk bisa ikutan belajar online, dan (3) munculnya gangguan emosional yang ditunjukkan dengan perubahan mood atau suasana hati akibat terlalu banyak tugas yang dianggap tidak efektif oleh siswa.

Publikasi INOVASI dan Puslitjak (2021) “Learning Recovery-Time For Action, Policy Brief, August 2021”, membandingkan perkembangan literasi berhitung sebelum dan selama pandemi pada kelas 1 dan 2 sekolah dasar. Terjadi kehilangan kemajuan selama 5-6 bulan setelah 12 bulan belajar dari rumah. Juga ditemukan bahwa semakin melebarnya kesenjangan belajar antara yang ditetapkan oleh kurikulum dengan apa yang dipelajari siswa. Artinya, siswa tidak menguasai apa yang seharusnya diperoleh selama satu tahun pelajaran.

Kajian Unicef (2020) menunjukkan bahwa anak-anak yang tidak dapat mengakses sekolah secara langsung, akan menjadi semakin tertinggal. Anak-anak yang paling termarjinalisasi adalah yang paling terdampak. Pesan Unicef kepada para pemimpin dunia, segala upaya harus dilakukan agar sekolah tetap buka atau memprioritaskan agar sekolah bisa kembali buka (untuk sekolah yang masih tutup).

Makna Kebangkitan Nasional
Kesadaran periode Kebangkitan Nasional Indonesia di masa lalu, tampaknya masih valid dijadikan sebagai faktor pengungkit percepatan kebangkitan mengatasi problematika di dunia pendidikan pascapandemi Covid-19. Sejarah Kebangkitan Nasional Indonesia adalah periode pada paruh pertama abad ke-20 di Nusantara yang kini dikenal sebagai Indonesia. Saat itu, rakyat Indonesia mulai menumbuhkan rasa kesadaran nasional sebagai "orang Indonesia". Masa ini ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya Budi Utomo (20 Mei 1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928).

Kebangkitan nasional saat itu didorong faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa: (1) penderitaan yang berkepanjangan akibat penjajahan; (2) kenangan kejayaan masa lalu, seperti pada masa Kerajaan Sriwijaya atau Majapahit; dan (3) munculnya kaum intelektual yang menjadi pemimpin gerakan.

Faktor eksternal meliputi: (1) timbulnya paham-paham baru di Eropa dan Amerika seperti nasionalisme, liberalisme, dan sosialisme; (2) munculnya gerakan kebangkitan nasional di Asia seperti Turki Muda, Kongres Nasional India, dan Gandhisme; dan (3) kemenangan Jepang atas Rusia pada perang Jepang-Rusia yang menyadarkan negara-negara di Asia untuk melawan negara barat.

Tidak mengherankan 20 Mei kemudian ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959.

Memanfaatkan Momentum Kebangkitan Nasional
Perwujudan sumberdaya manusia (SDM) unggul baik pada saat pandemi maupun pasca pandemi Covid-19 menjadi tanggungjawab utama bidang pendidikan. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menegaskan bahwa sumber daya manusia unggul adalah “pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila”

Apakah kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh kementerian yang mengurusi pendidikan, kebudayaan, riset dan teknologi memang diarahkan kepada perwujudan sumber daya manusia unggul? Terlepas dari pro dan kontra, kebijakan-kebijakan episode Merdeka Belajar yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menjadi sangat instrumental dan memberikan optimisme perubahan. Mengapa? Pertama, prinsip yang memberikan kesempatan kepada seluruh pemangku kepentingan (termasuk siswa) menjadi agen perubahan serta memberikan pengaruh dan dukungannya.

Kedua, penyederhanaan alur rangkaian birokrasi. Kebermanfaatan program dapat langsung diterima dan dirasakan oleh target kebijakan. Hal ini menjadi indikator adanya efektivitas dan efisiensi dalam proses yang ada. Ketiga, kebijakan yang diluncurkan cenderung bernuansa keberpihakan kebijakan yaitu kepada target kebijakan. Keempat, penghilangan pola keragaman terhadap kondisi demografi yang berbeda.

Kebijakan Bernuansa Kebangkitan
Sejauh ini Kemendikbudristek telah meluncurkan sembilan belas episode Merdeka Belajar. Masing-masing episode memiliki orientasi memungkinkan kebangkitan berbagai target kebijakan.

Misalnya, episode kesembilan terkait KIP Kuliah, memungkinkan pemberian bantuan biaya pendidikan dan biaya hidup yang jauh lebih tinggi bagi angkatan mahasiswa baru tahun 2021. Biaya pendidikan disesuaikan dengan program studi (prodi) dan biaya hidup disesuaikan dengan indeks harga daerah. Dengan demikian, calon mahasiswa memperoleh kemerdekaan untuk tak ragu memilih prodi unggulan pada perguruan tinggi terbaik, di manapun lokasinya di Indonesia. Orang tua akan lebih percaya diri mendorong anaknya yang memiliki potensi melanjutkan ke jenjang kuliah. Kebijakan ini menjamin mahasiswa tidak sampai putus kuliah.

Episode ketiga secara nyata mengubah mekanisme Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun anggaran 2020. Penyaluran dana yang sebelumnya dari Kemenkeu melalui rekening kas umum daerah (RKUD) provinsi diubah langsung ke rekening sekolah. Ini terbukti menghindari ketidaktepatan waktu penyaluran dan penggunaan. Hal ini akan memastikan bahwa sekolah benar-benar dapat menggunakan anggaran yang diberikan untuk antara lain membantu peserta didik yang memang membutuhkan.

Episode keenambelas, membedakan satuan biaya operasional pendidikan (BOP) bagi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Satuan biaya bervariasi sesuai karakteristik daerah dan dapat digunakan secara fleksibel. Pada 2021, besaran BOP masih sama tanpa membedakan karakteristik daerah. yaitu per peserta didik sebesar Rp 600.000 (enam ratus ribu rupiah) per tahun. Untuk 2022, satuan biaya dihitung berdasarkan indeks kemahalan konstruksi (IKK) dan indeks peserta didik (IPD) tiap wilayah kabupaten/kota. Rentang nilai satuan biaya per peserta didik per tahun antara Rp600.000 sampai Rp1.200.000. Kebijakan ini memungkinkan jaminan keberlangsungan dan kesinambungan pendidikan bagi anak usia dini mengenyam pendidikan.

Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual sebagai tema episode keempatbelas dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Episode ini bertujuan membongkar masalah predator kekerasan yang dialami mahasiswa di perguruan tinggi. Mau tidak mau memaksa pimpinan perguruan tinggi untuk juga harus punya nyali menegakkan kebenaran demi kenyamanan proses perkuliahan di kampus.

SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) sebagai Pusat Keunggulan sebagai episode kedelapan, bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang terserap di dunia kerja atau menjadi wirausaha. Ini dilakukan melalui keselarasan pendidikan vokasi yang mendalam dan menyeluruh dengan dunia kerja. Diharapkan lulusan SMK tidak lagi sebagai penambah angka pengangguran dalam ketenagakerjaan di Indonesia.

Perluasan program beasiswa lembaga pengelola dana pendidikan (LPDP) melalui kerja sama antara Kemendikbudristek dengan LPDP menjadi tema episode kesepuluh. Perluasan ditandai program baru sejak 2021, yaitu Kampus Merdeka, program dosen dan tenaga kependidikan, program vokasi, program prestasi dan beasiswa kebudayaan.

Kampus merdeka melalui program kampus mengajar di mana mahasiswa diajak menjadi agen perubahan dan mengajar di sekolah-sekolah terpilih. Program microcredentials memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk magang dan studi independen bersertifikat di berbagai lembaga berkelas dunia. Beasiswa mobilitas internasional mendukung mahasiswa S1 untuk dapat belajar 1-2 semester di perguruan tinggi luar negeri terpilih.

Bangkit Bersama
Pada masanya, Dr Soetomo beserta para pelajar STOVIA mendirikan perhimpunan Budi Utomo untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dari bangsa-bangsa lain. Sekarang, kita pun harus memiliki semangat juang yang sama atau bahkan lebih, untuk membebaskan diri dari pandemi yang diakibatkan Covid-19. Indonesia membutuhkan SDM yang terpelajar, luhur, adaptif, dan kolaboratif untuk mencapai target pembangunan 2045.

Kebijakan dengan konsep Merdeka Belajar, menjadi tonggak kebangkitan yang mampu beradaptasi dengan cepat melewati masa-masa krisis. Kebijakan ini diharapkan dapat membebaskan dari keadaan membelenggu di masa-masa sulit. Kebijakan harus dipandang sebagai pembangkit untuk lebih cepat bergerak dan berubah dan tidak hanya saling menunjuk tentang kekurangan atau kelemahannya.

Baca Juga: koran-sindo.com
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1922 seconds (0.1#10.140)