Upah Minimum 2022, Refleksi Awal atas PP 36/2021

Kamis, 02 Desember 2021 - 11:11 WIB
loading...
A A A
Selain itu, sering terjadi formula yang ditetapkan tidak dapat memasukkan semua faktor ekonomi dan ketenagakerjaan yang sangat kompleks (ILO, 2017). Kita perlu mencari model yang sesuai kemampuan institusi yang dimiliki oleh suatu negara, kemampuan badan statistik, dan kemampuan para pemangku kepentingan (ILO, 2017) untuk mencapai tujuan kebijakan upah minimum.

Dalam konteks Indonesia, Nugroho (2021) menemukan bahwa model formula matematika memberikan biaya transaksi ex-ante lebih rendah dibandingkan model perundingan, tetapi dapat meningkatkan risiko biaya ex-post. Penelitian tersebut menggunakan transaction cost economics (ekonomi biaya transaksi) dengan metode Delphi untuk mendapatkan konsensus pakar yang menjadi narasumber penelitian.

Pakar dalam penelitian tersebut sepakat bahwa penghapusan perundingan, penggunaan data Badan Pusat Statistik (BPS), dan penghapusan peran kepala daerah dalam menetapkan besaran upah minimum meningkatkan efisiensi waktu dan efisiensi koordinasi. Tetapi, pakar tidak mencapai konsensus dalam menilai risiko perselisihan hubungan industrial yang muncul karena penerapan PP 36/2021. Sebagian pakar menilai penggunaan formula menurunkan risiko perselisihan, sebagian lain berpendapat risiko perselisihan naik karena upah minimum di beberapa daerah tidak naik.

Menyimak berita beberapa hari terakhir, tampaknya perselisihan masih akan terjadi sampai beberapa waktu ke depan karena pekerja/buruh merasa dirugikan dengan kebijakan upah minimum yang berlaku saat ini. Secara umum hubungan industrial memang sedang tidak baik. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya unjuk rasa dan gugatan pada PP 78/2015 dan dilanjutkan unjuk rasa dan gugatan kepada UU 11/2020 tentang Cipta Kerja.

Mahkamah Konstitusi baru saja menetapkan bahwa Undang-Undang 11/2020 inkonstitutional bersyarat berdasarkan gugatan formil yang diajukan oleh SP/SB. Peraturan Pemerintah No 36/2021 yang saat ini mengatur kebijakan upah minimum adalah turunan dari UU 11/2020, sehingga hasil gugatan pada undang-undang tersebut dapat berdampak pada kebijakan upah minimum.

Untuk merespons kemungkinan memburuknya hubungan industrial ini, para pemangku kepentingan, khususnya pemerintah dalam melakukan beberapa hal dalam jangka pendek dan jangka menengah/panjang. Harapannya, biaya transaksi ekonomi yang muncul setelah penetapan kebijakan upah minimum dan kebijakan ketenagakerjaan pada umumnya dapat dikendalikan.

Bagi pemerintah, PP 36/2021 tetap berlaku dan digunakan dalam menghitung upah minimum. Pemerintah perlu segera mengawasi kewajiban perusahaan menyusun struktur dan skala upah yang juga diamanatkan dalam PP 36/2021. Struktur dan skala upah merupakan bagian dari Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang dirundingkan di tingkat perusahaan.
Pemerintah dapat mengurangi perselisihan hubungan industrial dengan mendorong adanya struktur dan skala upah berbasis produktivitas. Meskipun upah minimum tidak naik, pekerja dapat menikmati upah yang lebih tinggi sesuai dengan struktur dan skala upah di tingkat perusahaan. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki tugas pembinaan dan pengawasan ketenagakerjaan dapat memberikan bantuan teknis bagi perusahaan untuk membuat struktur dan skala upah.

Dalam jangka pendek, pemerintah daerah juga dapat memberikan subsidi seperti Kartu Pekerja Jakarta. Dengan subsidi ini, beban hidup pekerja yang cukup tinggi karena pandemi dapat dikurangi meskipun kenaikan upahnya kecil. Program bantuan subsidi upah yang sempat diberikan oleh pemerintah pada 2020 juga dapat diberikan lagi untuk pekerja di beberapa daerah yang tidak mendapatkan kenaikan upah minimum.

Meskipun demikian, dalam jangka menengah dan panjang, pemerintah perlu terus memonitor pelaksanaan kebijakan upah minimum, karena ini merupakan program strategis nasional. Dalam jangka menengah dan panjang, pemerintah perlu memonitor pelaksanaan kebijakan upah minimum secara berkesinambungan, sebagai bagian dari program strategis nasional. Pemerintah membutuhkan sistem monitoring dan evaluasi yang baik, sehingga tujuan kebijakan upah minimum dapat dicapai dan dampak buruknya dapat dikurangi. Monitoring dan evaluasi juga diperlukan untuk memastikan kebijakan upah minimum adaptif terhadap pasar tenaga kerja yang dinamis.

Bila perlu, formula penghitungan upah minimum dapat diubah, disesuaikan dengan pasar kerja yang dinamis. Nugroho (2021) menemukan bahwa meskipun pakar mencapai konsensus penggunaan formula lebih efisien dibandingkan perundingan, tetapi mereka memberikan catatan pada formula dan variabel yang digunakan dalam PP 36/2021. Selain lebih rumit dibandingkan dengan formula pada PP 78/2015, beberapa pakar menilai formula ini mungkin tidak cocok dengan kondisi daerah tertentu.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0923 seconds (0.1#10.140)