Mengapa Presidential Threshold Harus Dihapus?

Selasa, 09 November 2021 - 10:55 WIB
loading...
A A A
Dalam UU tersebut di Pasal 222 disebutkan; “Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya”.

Selain memberi ambang batas yang angkanya entah dari mana dan ditentukan siapa, di pasal tersebut juga terdapat kalimat; “pada Pemilu anggota DPR sebelumnya”. Yang kemudian menjadikan komposisi perolehan suara partai secara nasional atau kursi DPR tersebut diambil dari komposisi yang lama. Atau periode 5 tahun sebelumnya. Sungguh Pasal yang aneh, dan menyalahi Konstitusi.

Apalagi menggunakan basis hasil suara yang sudah “basi”. Karena basis suara hasil pemilu 5 tahun yang lalu. Meskipun jelas bahwa pasal dalam UU Pemilu tersebut tidak derifatif dari Pasal 6A UUD hasil amandemen, tetapi Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa pasal tersebut adalah bagian dari open legal policy. Atau hak pembuat UU. Sehingga sampai hari ini pasal tersebut masih berlaku.

***

Lantas atas pertanyaan kedua. Apakah UU No 7/2017 sudah sesuai dengan keinganan masyarakat. Terutama menyangkut presidential threshold. Faktanya, presidential threshold mengerdilkan potensi bangsa. Karena sejatinya negeri ini tidak kekurangan calon pemimpin.

Tetapi, kemunculannya digembosi aturan main yang sekaligus mengurangi pilihan rakyat untuk menemukan pemimpin terbaiknya. Semakin sedikit kandidat yang bertarung, akan semakin mengecilkan peluang munculnya pemimpin yang terbaik.

Belum lagi jika kita lihat dari sisi partai politik sendiri. Setiap partai politik pasti bertujuan mengusung kadernya untuk menjadi calon pemimpin bangsa. Karena memang itulah hakikat lahirnya partai politik untuk mengusung kadernya sebagai pemimpin nasional.

Faktanya, dengan adanya presidential threshold partai politik yang memperoleh kursi kecil di DPR atau di bawah 20%, pasti tidak berdaya di hadapan partai politik besar, terkait keputusan tentang calon yang akan diusung. Pilihannya hanya satu: Merapat atau bergabung.

Sehingga yang ada adalah kita hanya akan menyaksikan partaipartai besar yang berkoalisi untuk mengusung calon. Dan bila perlu hanya ada dua calon yang head to head. Atau dua pasang calon, yang sudah didisain siapa yang akan menang, dengan menciptakan lawan calon yang 5 lemah. Atau kalau perlu lawan kotak kosong. Seperti terjadi di beberapa Pilkada. Apakah ini yang diinginkan rakyat? Silakan dijawab dengan jujur.

***
Lalu atas pertanyaan ketiga, apakah presidential threshold dimaksudkan untuk memperkuat sistem presidensiil dan demokrasi atau justru sebaliknya, memperlemah. Kalau didalilkan untuk memperkuat sistem presidensiil, agar presiden terpilih memiliki dukungan yang kuat di parlemen, justru secara teori dan praktik, malah membuat mekanisme check and balances menjadi lemah.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1871 seconds (0.1#10.140)