Pelibatan TNI Harus Tetap Atas Perintah Presiden

Rabu, 07 Oktober 2020 - 14:30 WIB
loading...
A A A
Webinar yang disiarkan secara live streaming melaluiYouTube ini juga menghadirkan Prof Dr Retno Saraswati (Dekan FH Universitas Diponegoro) yang dalam sambutannya menyatakan bahwa kegiatan tersebut merupakan sarana membangun kesadaran dan ingatan akan pentingnya Pancasila serta ancaman terhadap degradasi Pancasila dalam bentuk aksi-aksi intoleransi, radikalisme dan terorisme.

Upaya tersebut, menurut dia, patut disambut baik dan menjadi gerakan bersama, dalam upaya membangun situasi nasional yang damai dan memulihkan masyarakat yang berpotensi terpecah belah akibat kehilangan pegangan penting yaitu Pancasila. (Baca: Mantan Kabais Minta Perpres Pelibatan TNI Tangani Terorisme Ditunda)

Senada dengan Prof Retno, Deputi Bidang Pengkajian dan Materi BPIP Profesor FX Adji Samekto juga mengingatkan Pancasila bukan pepesan kosong yang dipaksakan menjadi dasar negara.

Dia menegaskan Pancasila merupakan rumusan landasan filosofis yang disiapkan untuk mencapai satu tujuan negara Indonesia yang adil dan makmur.

“Saat ini Pancasila menghadapi tantangan, yaitu ‘hilangnya’ diskursus Pancasila dalam ranah publik ketika membicarakan landasan kepentingan dan tujuan Bersama. Termasuk juga dalam merumuskan regulasi dan kebijakan bagi kemaslahatan masyarakat,” tuturnya.

Selain figur-figur penting di atas, Webinar juga menghadirkan Ken Setiawan (Mantan NII, Ketua NII Center) sebagai salah satu pembicara yang menjelaskan kritik kerasnya terhadap situasi radikalisme yang berkembang di masyarakat.

Dia menyoroti figur-figur yang selama ini ditokohkan di masyarakat tetapi justru menjadi penyebar radikalisme melalui jalur ceramah dan distribusi informasi yang mengandung distorsi, hoaks dan ujaran kebencian.

Ken juga menjelaskan pengalamannya menjadi bagian dari NII dan bagaimana akhirnya ia memili keluar dari NII karena menyadari bahwa banyak hal yang secara prinsipiil bertentangan dengan keyakinan keagamaan yang dipelajarinya.

Sementara itu, Ustaz Haris yang merupakan mantan anggota NII dan tokoh dari organisasi-organisasi radikal seperti Jamaah Anshorussyariah memaparkan pengalaman pribadinya menjadi bagian dari gerakan ini selama kurang lebih 27 tahun, sampai akhirnya menyadari kekeliruannya jalannya paska penangkapan oleh Densus 88 pada tahun 2010.

Saat ini Ustaz Haris mendirikan Yayasan Hubbul Wathon, yang merupakan organisasi yang merangkul para napi kasus terorisme (napiter) yang insyaf dan mau berjuang untuk melakukan Pendidikan publik agar tidak terpapar gerakan radikalisme dan menulis buku berjudul Hijrah Dari Radikal Kepada Moderat.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1157 seconds (0.1#10.140)