Strategi Perang Asimetris ala Hamas Menggempur Israel
loading...
A
A
A
PEPERANGAN antara Hamas versus Israel masih berlangsung. Korban jiwa pun terus berjatuhan. Hingga Minggu (15/10), tercatat korban meninggal kedua belah pihak mendekati 4.000 orang. Di pihak Palestina, serangan yang dilakukan Israel, terutama di Gaza, mengakibatkan 2.450 orang meninggal. Sedangkan warga Israel yang tewas mendekati 1.400 orang, termasuk di antaranya sejumlah jenderal dan perwira Israel Defense Force (IDF).
baca juga: Zelensky: Rusia Dukung Operasi Hamas
Medan perang berpotensi meluas bila Israel mewujudkan sesumbarnya melakukan serangan atau Operasi Pedang Besi dengan mengerahkan 300.000pasukannya untuk misi balasdendam. Sebab, jika kondisi tersebut terjadi Israel tidak lagi hanyaberhadapan dengan Hamas, tapi juga menyeret masyarakat Palestina secara lebih luas dan memancing masuknya kelompok-kelompok militan seperti Hisbullah.
Apalagi Amerika Serikat (AS) yang telah mengirim kapal induknya benar-benar menerjunkan pasukan membantu sang anak emas.Dengan kecanggihkan alutsista yang dimiliki, Israel secara teoritis memiliki peluang lebih besar memenangkan perang. Terlebih negeri Zionis itu telah memblokade jaringan listrik dan air untuk Gaza dan meneror penduduknya agar meninggalkan tempat tinggalnya.
Namun, teori di atas kertas itu tidak serta-merta mudah terwujud.Milintansi Hamas dan kelompok-kelompok pejuang lain, serta keberanian masyakat Palestina menghadapi apapun risiko, termasuk menolak meninggalkan Gaza, membuat IDF tidak bakal mudah meraih kemenangan. Justru sangat mungkin mereka akan masuk dalam jebakan maut yang disiapkan Hamas.
Mungkinkah Hamas menyiapkan strategi atau skenario lanjutan untuk mengantisipasi serangan darat atau perang berkelanjutan melawan Israel?Secara rasional, Hamas pasti tidak sembarangan berani menyerang Israel. Berbagai skenario pasti sudah disiapkan, termasuk menyambut serangan balasan dari Israel.
baca juga: Meta Larang Konten Pro-Hamas
Seperti disampaikan pejabat senior Hamas. Ali Barakeh, Hamas siap berperang melawan Israel dalam waktu lama. Bila benar demikian, sudah barang tentu Hamas telah menyiapkan amunisi cukup dan beragam alutsita, termasuk roket dan rudal. Dukungan pasukan dan rakyat juga menjadi prasyarat sukses perang berkelanjutan. Apalagi Hamas juga memiliki banyak sandera yang bisa menjadi kartu truf untuk melemahkan serangan Israel.
Sejauh ini, Hamas sudah menunjukkan skenario serangan terhadap Israel berjalan dengan baik dan sukses. Serangan pertama (first strike) membuat Israel terhenyak kaget karena pasukan Hamas mampu melumpuhkan Iron Dome Defense System (IDDS) yang diandalkan sebagai pelindung pertahanan udara Israel, hingga ribuan roket dan drone berhasil melintas dan masuk ke wilayahnya dan memporak-porandakan beberapa bagian kota Askelon.
Termasuk, pasukan paralayang bermotor Hamas bisa masuk berkeliaran di wilayah Israel, hingga membawa bencana bagi dan ratusan muda-mudi yang tengah asyik menikmati festival musik. Dengan senjata dan peralatan terbatas, Hamas terbukti mampu merobek Operasi Penjaga Tembok yang dianggap sudah maksimal menjaga perbatasan, menyerang 27 titik strategis dan berdampak pada tewasnya sejumlah perwira IDF dan total 169 tentara IDF tewas, serta menyatroni kota Ofakim yang terletak 22,5 km di timur Gaza.
baca juga: Zelensky: Rusia Dukung Operasi Hamas
Medan perang berpotensi meluas bila Israel mewujudkan sesumbarnya melakukan serangan atau Operasi Pedang Besi dengan mengerahkan 300.000pasukannya untuk misi balasdendam. Sebab, jika kondisi tersebut terjadi Israel tidak lagi hanyaberhadapan dengan Hamas, tapi juga menyeret masyarakat Palestina secara lebih luas dan memancing masuknya kelompok-kelompok militan seperti Hisbullah.
Apalagi Amerika Serikat (AS) yang telah mengirim kapal induknya benar-benar menerjunkan pasukan membantu sang anak emas.Dengan kecanggihkan alutsista yang dimiliki, Israel secara teoritis memiliki peluang lebih besar memenangkan perang. Terlebih negeri Zionis itu telah memblokade jaringan listrik dan air untuk Gaza dan meneror penduduknya agar meninggalkan tempat tinggalnya.
Namun, teori di atas kertas itu tidak serta-merta mudah terwujud.Milintansi Hamas dan kelompok-kelompok pejuang lain, serta keberanian masyakat Palestina menghadapi apapun risiko, termasuk menolak meninggalkan Gaza, membuat IDF tidak bakal mudah meraih kemenangan. Justru sangat mungkin mereka akan masuk dalam jebakan maut yang disiapkan Hamas.
Mungkinkah Hamas menyiapkan strategi atau skenario lanjutan untuk mengantisipasi serangan darat atau perang berkelanjutan melawan Israel?Secara rasional, Hamas pasti tidak sembarangan berani menyerang Israel. Berbagai skenario pasti sudah disiapkan, termasuk menyambut serangan balasan dari Israel.
baca juga: Meta Larang Konten Pro-Hamas
Seperti disampaikan pejabat senior Hamas. Ali Barakeh, Hamas siap berperang melawan Israel dalam waktu lama. Bila benar demikian, sudah barang tentu Hamas telah menyiapkan amunisi cukup dan beragam alutsita, termasuk roket dan rudal. Dukungan pasukan dan rakyat juga menjadi prasyarat sukses perang berkelanjutan. Apalagi Hamas juga memiliki banyak sandera yang bisa menjadi kartu truf untuk melemahkan serangan Israel.
Sejauh ini, Hamas sudah menunjukkan skenario serangan terhadap Israel berjalan dengan baik dan sukses. Serangan pertama (first strike) membuat Israel terhenyak kaget karena pasukan Hamas mampu melumpuhkan Iron Dome Defense System (IDDS) yang diandalkan sebagai pelindung pertahanan udara Israel, hingga ribuan roket dan drone berhasil melintas dan masuk ke wilayahnya dan memporak-porandakan beberapa bagian kota Askelon.
Termasuk, pasukan paralayang bermotor Hamas bisa masuk berkeliaran di wilayah Israel, hingga membawa bencana bagi dan ratusan muda-mudi yang tengah asyik menikmati festival musik. Dengan senjata dan peralatan terbatas, Hamas terbukti mampu merobek Operasi Penjaga Tembok yang dianggap sudah maksimal menjaga perbatasan, menyerang 27 titik strategis dan berdampak pada tewasnya sejumlah perwira IDF dan total 169 tentara IDF tewas, serta menyatroni kota Ofakim yang terletak 22,5 km di timur Gaza.