Strategi Perang Asimetris ala Hamas Menggempur Israel

Selasa, 17 Oktober 2023 - 05:10 WIB
loading...
Strategi Perang Asimetris...
Ilustrasi: Masyudi/SINDOnews
A A A
PEPERANGAN antara Hamas versus Israel masih berlangsung. Korban jiwa pun terus berjatuhan. Hingga Minggu (15/10), tercatat korban meninggal kedua belah pihak mendekati 4.000 orang. Di pihak Palestina, serangan yang dilakukan Israel, terutama di Gaza, mengakibatkan 2.450 orang meninggal. Sedangkan warga Israel yang tewas mendekati 1.400 orang, termasuk di antaranya sejumlah jenderal dan perwira Israel Defense Force (IDF).

baca juga: Zelensky: Rusia Dukung Operasi Hamas

Medan perang berpotensi meluas bila Israel mewujudkan sesumbarnya melakukan serangan atau Operasi Pedang Besi dengan mengerahkan 300.000pasukannya untuk misi balasdendam. Sebab, jika kondisi tersebut terjadi Israel tidak lagi hanyaberhadapan dengan Hamas, tapi juga menyeret masyarakat Palestina secara lebih luas dan memancing masuknya kelompok-kelompok militan seperti Hisbullah.

Apalagi Amerika Serikat (AS) yang telah mengirim kapal induknya benar-benar menerjunkan pasukan membantu sang anak emas.Dengan kecanggihkan alutsista yang dimiliki, Israel secara teoritis memiliki peluang lebih besar memenangkan perang. Terlebih negeri Zionis itu telah memblokade jaringan listrik dan air untuk Gaza dan meneror penduduknya agar meninggalkan tempat tinggalnya.

Namun, teori di atas kertas itu tidak serta-merta mudah terwujud.Milintansi Hamas dan kelompok-kelompok pejuang lain, serta keberanian masyakat Palestina menghadapi apapun risiko, termasuk menolak meninggalkan Gaza, membuat IDF tidak bakal mudah meraih kemenangan. Justru sangat mungkin mereka akan masuk dalam jebakan maut yang disiapkan Hamas.

Mungkinkah Hamas menyiapkan strategi atau skenario lanjutan untuk mengantisipasi serangan darat atau perang berkelanjutan melawan Israel?Secara rasional, Hamas pasti tidak sembarangan berani menyerang Israel. Berbagai skenario pasti sudah disiapkan, termasuk menyambut serangan balasan dari Israel.

baca juga: Meta Larang Konten Pro-Hamas

Seperti disampaikan pejabat senior Hamas. Ali Barakeh, Hamas siap berperang melawan Israel dalam waktu lama. Bila benar demikian, sudah barang tentu Hamas telah menyiapkan amunisi cukup dan beragam alutsita, termasuk roket dan rudal. Dukungan pasukan dan rakyat juga menjadi prasyarat sukses perang berkelanjutan. Apalagi Hamas juga memiliki banyak sandera yang bisa menjadi kartu truf untuk melemahkan serangan Israel.

Sejauh ini, Hamas sudah menunjukkan skenario serangan terhadap Israel berjalan dengan baik dan sukses. Serangan pertama (first strike) membuat Israel terhenyak kaget karena pasukan Hamas mampu melumpuhkan Iron Dome Defense System (IDDS) yang diandalkan sebagai pelindung pertahanan udara Israel, hingga ribuan roket dan drone berhasil melintas dan masuk ke wilayahnya dan memporak-porandakan beberapa bagian kota Askelon.

Termasuk, pasukan paralayang bermotor Hamas bisa masuk berkeliaran di wilayah Israel, hingga membawa bencana bagi dan ratusan muda-mudi yang tengah asyik menikmati festival musik. Dengan senjata dan peralatan terbatas, Hamas terbukti mampu merobek Operasi Penjaga Tembok yang dianggap sudah maksimal menjaga perbatasan, menyerang 27 titik strategis dan berdampak pada tewasnya sejumlah perwira IDF dan total 169 tentara IDF tewas, serta menyatroni kota Ofakim yang terletak 22,5 km di timur Gaza.

baca juga: Apakah Hamas Itu Syiah? Ini Jawabannya

Secara tak terduga Hamas juga mampu melumpuhkan dan menghanguskan sejumlah tank Merkava IV yang memiliki sistem perlindungan aktif (APF) Trophy.Serangan ini terjadi sehari setelah peringatan 50 tahun perang Arab-Israel tahun 1973 pun menegaskan Hamas memiliki srategi dan pasukan militer yang andal. Di sisi lain Israel masih banyak memiliki kelemahan di balik rapatnya sistem pertahanan, modernnya alutsista, dan canggihnya Mossad yang selama ini diagungkan sebagai intelijen kelas wahid di dunia.

Karena itu, pertanyaan menarik yang patut dimunculkan dan dikaji adalah, strategi seperti yang digunakan Hamas hingga bisa meraih sukses besar dalam serangan tersebut? Selanjutnya, strategi apa lagi yang bakal digunakan Hamas untuk menghadapi Operasi Pedang Besi.

Davis Vs Goliath

Secara leterlek, definisi perang asimetris (asymmetric warfare) mengarah pada peperangan antar dua pihak yang kekuatannya jomplang. Satu memiliki kekuatan militer pas-pasan, vis a vispihak lain yang kekuatan militernya sangat kuat. Perbandingannya bisa diumpamakan seperti David vs Goliath. David sebagai underdogkarena dia hanya seorang penggembala harus berhadapan dengan Goliath yang merupakan prajurit berpengalaman dengan tubuh raksasa.

Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GF) M Arif Pranoto merangkum beragam definisi tentang perang asimetris. Di antaranya versi Dewan Riset Nasional (DRN), Army War College, dan Australia’s Departement of Defense.

baca juga: Pejuang Hamas Berhasil Tangkap Tentara Israel

DRN (2008) misalnya dalam artikel ‘’Suatu Pemikiran tentang Perang Asimetris’’ menjelaskan bahwa konsep tersebut merujuk pada suatu model peperangan yang dikembangkan dari cara berfikir yang tidak lazim dan di luar aturan peperangan yang berlaku, dengan spektrum perang yang sangat luas dan mencakup aspek-aspek astagatra (geogografi, demografi dan sumber daya alam) dan pancagatra (ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya).

Perang asimetri selalu melibatkan peperangan antara dua aktor atau lebih, dengan ciri menonjol dari kekuatan yang tidak seimbang.Robert R Tomes dalam ‘Relearning Counterinsurgency Warfare' yang diterbitkan Army War College mendiskripsikan peperangan asimetris sebagai sebuah konflik.Dimana,dua pihak bertikai memiliki perbedaan sumber daya inti dan perjuangannya, cara berinteraksi dan upaya untuk saling mengeksploitasi karakteristik kelemahan-kelemahan lawannya.

Perjuangan tersebut sering berhubungan dengan strategi dan taktik perang un-convetional. Pejuang lebih lemah berupaya untuk menggunakan strategi dalam rangka mengimbangi kekurangannya yang dimiliki dalam hal kualitas dan kuantitas.

baca juga: Netanyahu: Setiap Anggota Hamas Harus Mati

Adapun Australia’s Departement of Defense dalam Warfare Doctrine 1: The Fundamentals of Land Warfare (2008) mendefinisikan bahwa konflik selalu melibatkan satu pihak yang mencari celah keuntungan asimetris atas pihak lainnya dengan memperbesar pendadakan, penggunakan teknologi atau metode operasi baru secara kreatif.

Dijelaskan, sisi kreatif dicari dengan menggunakan pasukan konvesional, khusus dan tidak biasa, dalam rangka menghindari kekuatan-kekuatan musuh dan memaksimalkan keunggulan yang dimilikinya. Semua perang kontemporer didasarkan pada pencarian keunggulan asimetris. Asimetris muncul pada saat diketahui adanya perbedaan perbandingan tujuan, komposisi pasukan, kultur, teknologi dan jumlah.

Bila ditelisik, tiga definisi tersebut di atas memiliki pemahaman dan pandangan berbeda tentang perang asimetris. Namun bila ditarik kesimpulan secara luas, ada beberapa variabel yang menjadi indikator utama perang asimetris. Pertama keterlibatan dua pihak berkonflik yang memiliki kekuatan tidak seimbang.

Kedua, memperbesar pendadakan. Ketiga, menggunakan teknologi atau metode operasi baru secara kreatif dan menggunakan cara tidak lazim untuk memaksimalkan keunggulan dan sebaliknya mengeksploitasi kelemahan lawan. Keempat melibatkan spektrum astagatra dan pancagatra.

Analisis menggunakan kerangka konseptual perang asimetris untuk memahami strategi peperangan Hamas melawan Israel sangat relevan. Paling tidak, untuk menjelaskan bagaimana Hamas yang hanya kelompok militan harus berhadapan dengankekuatan negara, yakni Israel, yang memiliki teknologi militer tercanggih di dunia. Hamas sebagai David tentu harus mengekplorasi semua strategi dan kekuatan yang dimiliki agar bisa memaksimalkan peluang menghadapi sang Goliath Israel.

Bagaimana Operasionalnya?

Implementasi perang asimetris ala Hamas saat melawan Israel pernah dilaporkan www.voa-islam.com dalam tulisan bertajuk ‘’Analisis Strategi Hamas dan Perang Asimetris Melawan Islam’ pada medio 2021. Kala itu, Hamas baru saja menjalani pertempuran melawan Israel dengan hasil maksimal.

baca juga: Bagaimana Kelompok Pejuang Hamas Palestina Mendapatkan Senjata?

Padahal, kekuatan militer Israel pada 2010 berada di peringkat ke-20 dalam daftar 140 negara berdasarkan tinjauan tahunan GFP (Global Fire Power) 2019 dengan skor Indeks Kekuatan (PwrIndx) sebesar 0,3464 (skor pada 0,0000 dan dianggap sempurna).

Untuk melawan kekuatan IDF yang begitu perkasa, Hamas hanya menggunakan taktik gerilya melalui terowongan ofensif untuk melakukan serangan lintas perbatasan ke Israel; membuat roket seri Qassam guna mengancam Israel di kota-kota selatan seperti Ashkelon, Sderot, mengincar enam pangkalan militer dan depo minyak di lepas pantai.

Selanjutnya, saat itu Hamas telah melengkapi sayap militer pasukan Al-Qassam dengan drone, yakni drone kamikaze Shihab, yang dibuat sendiri dengan meniru drone Adabil HESA Iran. Dengan kekuatan alutsista seadanya dan strategi memanfaatkan celah kekuatan Israel yang bisa tembus, Hamas disebut sukses mencapai tujuan terbatas. Apa itu?

Hamas berhasil membangun opini publik, menggalang dukungan massa, memproyeksikan dirinya sebagai pemimpin Palestina, menunjukkan diri sebagai pelindung Yerusalem dan Palestina, dan menekankan posisinya sebagai pemangku kepentingan penting dalam proses perdamaian Palestina.

baca juga: Serangan Roket Hamas Tewaskan 22 Warga Israel

Tak kalah pentingnya, Hamas berhasil meningkatkan dilema keamanan dan faktor ancaman Israel. Pada serangan terbaru ini, Hamas memahami betul strategi perang ala Sun Tzu, yakni kenali siapa musuhmu, atur rencanamu dan hadapi segala risiko.

Dengan pemahaman ini Hamas kembali memilih strategi perang asimetris seperti pada 2021, namun dengan spektrum lebih kompleks dan massif. Walaupun perang masih berlangsung, pada gebrakan pertama (first strike) Hamas berhasil meruntuhkan reputasi militer Israel yang telah terbangun selama 50.

Mossad yang selama ini begitu agung namanya di dunia intelijen, gagal total mengantisipasi rencana serangan Hamas, hingga ada yang menyebut serangan Sabtu pagi itu sebagai peristiwa 9/11 di Israel. Bagaimana perang asimetris berlangsung pada 2023 melalui Operasi Badai Al Aqsa ini dan seperti apa implementasinya?

1.Kekuatan Tak Seimbang

Seperti diketahui, Hamas merupakan bagian kelompok Ikhwanul Muslimin Palestina yang didirikan di Gaza pada 1987. Pada 2006, Hamas memenangkan pemilihan Dewan Legislatif Palestina dan memperkuat posisinya melalui Intifadah pertama dan kedua.Sebagai kelompok militan, kekuatan Hamas sudah pasti jomplang dibanding Israel. Betapa tidak, berdasar sejumlah laporan Hamas saat ini diduga hanya memiliki 4.000-pasukan.

baca juga: Intip Perbandingan Paramotor Versi Hamas dengan TNI

Adapun untuk alutsista, seperti pernah dilaporkan TRT Word berdasar pengamatan intelijen Israel, Hamas memiliki 5.000-6.000 roket yang hanya bisa menjangkau Gaza dengan jarak tembak 45-55 km.Namun Hamas juga memiliki puluhan roket berdaya tembak 100-160 km, dan ratusan roket berdaya tembak sejauh 70-80 km yang bisa mencapai Tel Aviv.

Sedangkan Israel tak perlu dipertanyakan lagi. Pada 2023 ini menempati posisi 18 dari kekuatan militer dunia veri Global Fire Power dengan skor PwrIndx 0,2757 (skor pada 0,0000 dan dianggap sempurna). Berbagai senjata yang dimiliki merupakan state of the art, sehingga seringkali dijadikan banch marktentang alutsista ideal yang harus dimiliki militer suatu negara.

2.Serangan Mendadak

Israel benar-benar tidak pernah menduga sehari setelah peringatan 50 tahun Perang 1973 atau Perang Yon Kippur, Hamas melakukan serangan besar-besaran. Serangan yang dimulai sekitar pukul 06.30 waktu setempat dengan menembakkan 3000 roket, yang diikuti infiltrasi mendadak Hamas ke wilayah yang dikuasai Israel.

Suksesnya operasi Badai Al-Aqsa pun menandai kegagalan besar intelijen Israel yang dianggap memiliki jaringan terluas dan tercanggih di kawasan Timur Tengah. Jurnalis BBC, Frank Gardner, mengilustrasikan di pengujung hari raya Yahudi itu mereka (intelijen Israel) tengah tertidur di belakang kemudi.

baca juga: 7 Fakta Pendiri Hamas Sheikh Ahmed Yassin

Mereka tidak menduga Hamas yang beberapa tahun ini diam dan terlihat lemah ternyata telah mengonsolidasikan kekuatan yang dahsyat dan mampu membuat kejutan.Dengan demikian, Hamas mampu merahasiakan konsolidasi kekuatan dan rencana serangan dengan sempurna.

Selain mampu menyembunyikan informasi, Hamas juga memanfaatkan penggunaan terowongan dan fasilitas bawah tanah untuk membantu penyembunyian persiapan dari intelijen Israel hingga persiapan serangan mampu disembunyikan, yang oleh badan intelijen sebagai background noise.

3.Teknologi-Metode Kreatif dan Tidak Lazim

Secara teoritis mustahil Hamas bisa mendobrak sistem pertahanan Iron Dome yang sangat canggih dan sempurna melindungi wilayah Israel sejak 2006 dengan nilai investasi miliaran US dolar. Namun faktanya, Hamas menemukan celah dan menaklukkannya dengan teknologi sangat murah.

baca juga: Bentrok dengan Hamas, 123 Tentara Israel Tewas

Sejumlah laporan menyebut Hamas menembakkan roket jarak pendek Qassam-diambil dari nama Brigade Al Qassam- yang harganya hanya di kisaran Rp4,2 juta-Rp11,2 juta. Dengan penembakan 5.000 roket yang dilakukan hampir bersamaan dan masif, kemampuan Iron Dome pun tereksploitasi hingga kewalahan.

Rudal Tamir seharga Rp2,1 miliar per biji diobral sampai habis, hingga rudal Patriot seharga Rp62,9 miliar juga harus ditembakkan. Karena itu, ratusan roket murah meriah milik Hamas pun ada yang berhasil menembus Iron Dome dan menghantam wilayah Israel.

Mengacu pada serangan roket pada perang 2021, seperti dilaporkan Jerusalem Pos, bisa jadi Hamas menembakkan roket pada lintasan rendah, sehingga bisa lolos dari jaring iron dome.Pada saat hampir bersamaaan, Hamas meluncurkan drone kamikaze secara ekstensif.

Analisis badan intelijen drone swasta DroneSec menunjukkan ada dua jenis drone yang digunakan, yakni drone FPV murah dilengkapi bahan peledak dan drone sayap tetap baru yang juga bermuatan amunisi. Armada drone sederhana membantu membuka jalan bagi serangan besar-besaran.

Hebatnya, sasaran terarah pada menara penjaga, menara keamanan, pos perbatasan, menara komunikasi, dan kamera CCTV – yang memiliki pengenalan wajah. Drone, di antaranya dinamai Zouari -diambil dari nama Mohamed Zouari, inisiator drone yang terbunuh pada 2016- bahkan berhasil menghanguskan Tank Merkava-4 yang konon dianggap tercanggih di dunia.

baca juga: Hamas Nyatakan Perang Habis-habisan Melawan Israel

Analisis menyebut, penggunaan drone sangat efektif karena sistem pertahanan Israel dirancang untuk menargetkan rudal, bukan serangan drone.Robeknya payung udara dan melemahnya konsentrasi penangkisan udara yang dilakukan IDF membuka jalan Hamas menginfiltrasi pasukannya ke wilayah Israel, dengan operasi multi-domainyang dilakukan lewat semua matra.

Caranya pun sungguh tidak biasa. Pasukan Hamas menggunakan paralayang bermotor yang diluncurkan dari darat dan laut untuk menembus tembok dan melewati perbukitan secara cepat dan efektif menuju sasaran,seperti festival musik yang menjadi tempat terbanyak jatuhnya korban jiwa dari Israel dan beberapa titik strategis di Gaza, yang kemudian dianggap sebagai sergapan Al-Aqsa.

Serangan lewat paralayang yang tidak lazim membuat Israel gagal menganggap sebagai ancaman serius.Israel tidak menyadari Hamas menggunakan taktik yang pernah digunakan Sekutu dan Jerman pada perang dunia II untuk menyusup ke garis belakang musuh. Pada saat bersamaan, pasukan elit berkekuatan 400 orang meledakkan dan membuldozer benteng Gaza, serta memotong kawat berduri untuk memasuki wilayah Israel.

Beberapa pasukan masuk menggunakan kendaraan dua dan roda empat langsung menyerang garis pertahanan pertama Israel, menyerbu tempat tidur tentara dan merebut pangkalan serta markas besar operasi militer Israel di Gaza selatan.Di sisi lain, Hamas juga belajar dari taktik pejuang Jenin selama Pertempuran Jenin pada tahun 2002 yang menggunakan kombinasi taktik pemberontakan, penggunaan alat peledak rakitan atau IED, dan strategi perang kota melawan militer Israel.

Penggunaan IED sangat efektif mengganggu operasi militer Israel. IED berbiaya rendah dan mudah disembunyikan, menjadikannya alat yang berharga untuk peperangan asimetris. Dengan IED Hamas menargetkan kendaraan, patroli, dan instalasi militer Israel.

baca juga: Hacker Rusia Klaim Membantu Hamas Serang Israel

Dalam menyiapkan serangan, Hamas juga menggunakan strategi yang cerdik. Dilansir dari Reuters, strategi dimaksud adalah membangun permukiman tiruan Israel di Gaza sebagai sarana latihan pendaratan militer dan penyerbuan. Hamas pun membuat video persiapan tersebut.

Tapi Israel sudah terlalu percaya diri dan tidak menggubris serta meyakini Hamas tidak akan sampai melakukan konfrontasi. Respons Israel yang demikian terjadi karena di sisi lain Hamas membangun kesan pihaknya lebih fokus memperjuangkan nasib masyarakat Gaza agar mendapat lapangan pekerjaan dan tidak tertarik memulai serangan baru.

4.Melibatkan Spektrum Astagatra dan Pancagatra

Pengalaman bertempur dengan Israel, khususnya selama perang di Gaza tahun 2014, mengajarkan Hamas pentingnya implementasi perang perkotaan dan penggunaan infrastruktur sipil sebagai perisai. Pada Operasi Badai Al-Aqsa, Hamas menggunakan daerah padat penduduk sebagai lokasi peluncuran roket dan menyembunyikan senjata serta pusat komando dan kendali di bangunan sipil. Strategi ini tentu menyulitkan Israel, karena serangan terhadap masyarakat sipil merupakan pelanggaran hukum internasional.

baca juga: Madonna Mengutuk Serangan Hamas, Tegas Dukung Israel

Sejak pertempuran Jenin 2002,Hamas telah banyak berinvestasi membangun infrastruktur terowongan, membangun jaringan jalur bawah tanah yang luas yang memungkinkan mereka melewati pos pemeriksaan Israel dan melancarkan serangan dari lokasi yang tidak terduga. Serangan ini telah membawa kejutan ke tingkat yang baru. Melalui jaringan terowongan itulah Hamas memindahkan pejuang dan perbekalan, menghindari pasukan Israel, dan melancarkan serangan mendadak.

Pada 2014, The Washington Post melaporkan bahwa pasukan IDF menemukan terowongan sepanjang panjang 2,4 kilometer. Di dalam terowongan sedalam 66 kaki itu terdapat fasilitas listrik dan perbekalan untuk bertahan selama beberapa bulan. Diperkirakan telah dibangun dengan biaya US$10 juta menggunakan 800 ton beton.

Karena itulah, pada perang Mei 2021, Israel menargetkan jaringan terowongan dan mengklaim 160 pesawat Israel menyerang lebih dari 150 target bawah tanah di Gaza utara sekitar Beit Lahiya. Bahkan untuk operasi terowongan, IDF secara khusus membentuk unit perang bawah tanah yang dibekali teknologi militer untuk mendeteksi terowongan.

Pada serangan Sabtu tersebut, Hamas tampaknya juga mempelajari aspek pancagatra, termasuk di dalamnya aspek sosial dan ideologi. Seperti diketahui, pada tanggal 7 Oktober tersebut tepat hari raya Sabat. Perayaan itu banyak dimanfaatkan warga Israel untuk menghabiskan waktu bersama di rumah atau di sinagog. Sebagian lainnya bertemu dengan kawan-kawan mereka.

Di sisi lain banyak juga warga Israel yang memanfaatkan untuk hiburan, seperti hadir di festival musk dekat Re’im, yang kemudian menjadi sasaran empuk serangan. Beberapa laporan menyebut,serangan yang dilakukan di pagi hari itu juga membawa keuntungan karena tentara IDF masih tertidur lelap.

Akan Terapkan Strategi Sama

Bila Israel tetap melampiaskan balan dendam dengan menyerang Hamas lewat Operasi Pedang Besi, meski dibekali berbagai alutsista canggih dan kendaraan lapis baja,IDF dipastikan tidak akan bisa dengan mudah melumpuhkan Hamas. Melihat positioning kekuatan Hamas versus IDF, maka strategi perang asimetris tetap akan jadi pedoman.

baca juga: Profil Hamas, Gerakan Perlawanan Islam Bermakna Semangat

Bila ditelusuri, strategi perang asimetris sudah menjadi nature strategic yang diterapkan Hamas maupun pejuang Palestina, karena itulah pilihan tepat dan paling memungkinkan. Hanya saja, semakin kuat alutsista yang dimiliki, penerapan strategi ini kian dinamis dan kompleks sesuai dengan kebutuhan.

Misalnya, bila intifadah yang sebelumnya menggunakan ketapel dan batu, maka dengan kuatnya dukungan kekuatan –terutama bantuan teknis dan pendanaan jutaandolar Iran- maka militan akan menggunakan bahan peledak, mortir, berbagai jenis roket, drone kamikaze dan lainnya.

Dan,bila serangan darat dilakukan Israel dengan medan perang di wilayah Palestina yang tentu saja menjadi wilayah kekuasaan Hamas dengan medan yang sangat dipahami, maka aspek astagatra dan pancagatra akan menjadi titik tekan. Di Indonesia, implementasi konsep demikian mengarah pada perang semesta, yang melibatkan semua spektrum kekuatan yang dimiliki rakyat Palestina.

Pertanyaannya, walaupun dibekali lengkap dan tercanggih, siapkah fisik dan mental IDF melakukan perang di medan yang tidak dikuasainya vis a vis Hamas dan beragam unsur kekuatan militan yang didukung rakyat Palestina dengan skala lebih luas dan tempo panjang? Pengalaman sebelumnya, dalam empat putaran pertempuran Israel-Hamas sepanjang 2008-2021, Israel tidak pernah meraih hasil maksimal karena Hamas masih memegang kendali atas wilayah dimaksud.

Operasi Pedang Besi belum juga dilaksanakan termasuk karena alasan cuaca burukkarena IDF memang menanti cuaca membaik sehingga terlebih dulu mematangkan persiapan, atau kembali berpikir seribu kali tentang risiko yang akan mereka hadapi. (*)
(hdr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2886 seconds (0.1#10.140)