Benih Lobster, Dibiarkan atau Dikelola?
Senin, 29 Juni 2020 - 11:07 WIB
Pasca-diterbitkannya larangan tersebut, nelayan yang biasa berburu benih bening lobster bingung menghadapi hidup. Bila tak menangkap, keluarganya tak makan, bila menangkap ditangkap aparat. Benih bening lobster seperti narkoba kala itu. Imbasnya konflik sosial terjadi. Polsek Cisolok di Sukabumi dirusak massa, Polsek Bayah di Banten juga diserang hanya karena ada penangkapan kepada nelayan pemburu benih bening lobster. Belum lagi bentrokan berdarah antara aparat dan nelayan di Nusa Tenggara Barat. (Baca juga: Manfaat Tidur Siang, Bisa Membantu Menurunkan Berat Badan?)
Di sisi lain, penyelundupan besar-besaran tetap terjadi. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pernah merilis, negara mengalami kerugian hampir satu triliun rupiah akibat penyelundupan benih bening lobster. Itu yang terdeteksi. Bisa jadi total kerugian aslinya jauh lebih besar. Akibat praktik ilegal ini, nelayan kecil tidak dapat nilai ekonomi, negara tidak mendapat pemasukan, dan jumlah benih bening lobster di laut tetap berkurang karena dicuri.
Atas dasar berbagai kejadian tersebut, Menteri Edhy memilih untuk menyelamatkan ribuan nelayan dengan melakukan pengaturan pengendalian sumber daya benih bening lobster melalui kebijakan yang memberikan ruang dan kesempatan bagi para nelayan untuk menangkap benih bening lobster.
Edhy Datang, Nelayan Senang
Sejak dilantik menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan pada Oktober 2019, Edhy Prabowo langsung tancap gas belanja masalah. Pesan Presiden Joko Widodo kepada Edhy yang utama adalah memperbaiki komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat kelautan dan perikanan. Baik itu nelayan, pembudidaya, hingga pelaku usaha. Hasilnya, banyak nelayan yang mengeluh dan menyuarakan agar Permen 56 dicabut. Suara tersebut hampir seragam di berbagai tempat yang dikunjungi Edhy.
Lantas, apakah Edhy langsung mencabut Permen 56 tersebut? Tidak. Edhy langsung memerintahkan jajaran internal KKP untuk mengkaji secara dalam persoalan tersebut. Tak hanya itu, Edhy juga membentuk kelompok eksternal bernama Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik (KP2). Effendi Ghazali selaku pakar komunikasi ditunjuk mengkoordinir lembaga ini. Selebihnya, lembaga ini berisikan pakar kelautan perikanan, pakar hukum, pakar lingkungan, hingga perwakilan dunia usaha. (Baca juga: Resmi, KKP Akan Buka Kembali Ekspor Benih Lobster)
Sejak dibentuk, KP2 melakukan kajian sangat intensif dan juga melakukan kunjungan ke berbagai tempat. Berkali-kali juga KP2 menggelar diskusi terbuka dengan melibatkan sebanyak-banyaknya publik dan diliput media massa. Berdasarkan hasil riset KKP melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia (BRSDM) merilis potensi benih bening lobster pasir dan lobster mutiara sebesar 278.950.000 di Perairan Indonesia.
Tak hanya melalui penelitian dan diskusi terbuka, Edhy Prabowo dan sejumlah pakar juga melakukan studi banding khusus untuk lobster hingga ke Tasmania, Australia, pada 26 Februari 2020. Hasilnya, potensi jumlah benih bening lobster di lautan Indonesia ternyata jauh lebih banyak dari yang diperkirakan. Berdasarkan penuturan para pakar dan ahli di Universitas Tasmania bahwa dalam setahun lobster dapat bertelur sebanyak empat kali.
Setelah penelitian dan kajian sempurna, Edhy Prabowo akhirnya menerbitkan PermenKP No. 12 Tahun 2020 yang isinya mengizinkan penangkapan benih bening lobster, budidaya lobster dan eskpor benih bening lobster. Keputusan Edhy ini sejalan dengan arahan Presiden Jokowi bahwa polemik lobster ini harus ada nilai ekonomi untuk nelayan, harus ada pemasukan untuk negara, dan tetap menjaga kelestarian lobster di alam.
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 2 berbunyi; “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Jelas artinya, bahwa kekayaan negara tidak hanya dijaga, tetapi juga harus mampu dikelola untuk kemakmuran bersama. PermenKP No. 12 Tahun 2020 yang diterbitkan Edhy Prabowo adalah implementasi dari mandat konstitusi tersebut. (Lihat videonya: Lima Rumah Warga Terseret Longsor di Palopo)
Di sisi lain, penyelundupan besar-besaran tetap terjadi. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pernah merilis, negara mengalami kerugian hampir satu triliun rupiah akibat penyelundupan benih bening lobster. Itu yang terdeteksi. Bisa jadi total kerugian aslinya jauh lebih besar. Akibat praktik ilegal ini, nelayan kecil tidak dapat nilai ekonomi, negara tidak mendapat pemasukan, dan jumlah benih bening lobster di laut tetap berkurang karena dicuri.
Atas dasar berbagai kejadian tersebut, Menteri Edhy memilih untuk menyelamatkan ribuan nelayan dengan melakukan pengaturan pengendalian sumber daya benih bening lobster melalui kebijakan yang memberikan ruang dan kesempatan bagi para nelayan untuk menangkap benih bening lobster.
Edhy Datang, Nelayan Senang
Sejak dilantik menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan pada Oktober 2019, Edhy Prabowo langsung tancap gas belanja masalah. Pesan Presiden Joko Widodo kepada Edhy yang utama adalah memperbaiki komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat kelautan dan perikanan. Baik itu nelayan, pembudidaya, hingga pelaku usaha. Hasilnya, banyak nelayan yang mengeluh dan menyuarakan agar Permen 56 dicabut. Suara tersebut hampir seragam di berbagai tempat yang dikunjungi Edhy.
Lantas, apakah Edhy langsung mencabut Permen 56 tersebut? Tidak. Edhy langsung memerintahkan jajaran internal KKP untuk mengkaji secara dalam persoalan tersebut. Tak hanya itu, Edhy juga membentuk kelompok eksternal bernama Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik (KP2). Effendi Ghazali selaku pakar komunikasi ditunjuk mengkoordinir lembaga ini. Selebihnya, lembaga ini berisikan pakar kelautan perikanan, pakar hukum, pakar lingkungan, hingga perwakilan dunia usaha. (Baca juga: Resmi, KKP Akan Buka Kembali Ekspor Benih Lobster)
Sejak dibentuk, KP2 melakukan kajian sangat intensif dan juga melakukan kunjungan ke berbagai tempat. Berkali-kali juga KP2 menggelar diskusi terbuka dengan melibatkan sebanyak-banyaknya publik dan diliput media massa. Berdasarkan hasil riset KKP melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia (BRSDM) merilis potensi benih bening lobster pasir dan lobster mutiara sebesar 278.950.000 di Perairan Indonesia.
Tak hanya melalui penelitian dan diskusi terbuka, Edhy Prabowo dan sejumlah pakar juga melakukan studi banding khusus untuk lobster hingga ke Tasmania, Australia, pada 26 Februari 2020. Hasilnya, potensi jumlah benih bening lobster di lautan Indonesia ternyata jauh lebih banyak dari yang diperkirakan. Berdasarkan penuturan para pakar dan ahli di Universitas Tasmania bahwa dalam setahun lobster dapat bertelur sebanyak empat kali.
Setelah penelitian dan kajian sempurna, Edhy Prabowo akhirnya menerbitkan PermenKP No. 12 Tahun 2020 yang isinya mengizinkan penangkapan benih bening lobster, budidaya lobster dan eskpor benih bening lobster. Keputusan Edhy ini sejalan dengan arahan Presiden Jokowi bahwa polemik lobster ini harus ada nilai ekonomi untuk nelayan, harus ada pemasukan untuk negara, dan tetap menjaga kelestarian lobster di alam.
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 2 berbunyi; “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Jelas artinya, bahwa kekayaan negara tidak hanya dijaga, tetapi juga harus mampu dikelola untuk kemakmuran bersama. PermenKP No. 12 Tahun 2020 yang diterbitkan Edhy Prabowo adalah implementasi dari mandat konstitusi tersebut. (Lihat videonya: Lima Rumah Warga Terseret Longsor di Palopo)
Lihat Juga :
tulis komentar anda