Kesejahteraan Pascapensiun

Senin, 11 Juli 2022 - 09:16 WIB
Ageing populationatau menuanya populasi akan menjadi keniscayaan bagi bangsa kita ke depan. Untuk mengatasi dampakageing populationini, bisa dimulai dengan memastikan para pensiunan memiliki tabungan berkualitas, seperti dana JHT dan jaminan pensiun. Dengan kedua jaminan ini,warga usia tua tidak mengalami penurunan kualitaskesejahteraan saat mereka memasuki usia pensiun.

Dalam UU SJSN, kesejahteraan pascapensiun bertumpu pada program JHT dan Jaminan Pensiun. Konvensi ILO No 102 tahun 1952 mendorng para pensiunan mendapatkan upah minimal 40% dari upah pada saat bekerja. Tentunya program Jaminan Kesehatan Nasional, Kecelakaan Kerja dan Kematian juga sangat berperan dalam mendukung kesejahteraan mereka.

Meningkatkan kualitas Program JHT dan Jaminan Pensiun menjadi agenda penting saat ini. Menaikkan iuran JHT dan membuka ruang mengiur lebih secara sukarela (top up) dana JHT menjadi salah satu upaya meningkatkan kualitas program JHT.

Pasal 16 ayat (2) Peraturan Pemerintah (PP) No 46 Tahun 2015 mengamanatkan iuran JHT dilakukan evaluasi secara berkala paling lama tiga tahun. Komposisi iuran JHT saat ini, yaitu 3,7% dari pemberi kerja dan 2% dari pekerja, sudah berlangsung sejak tahun 1993 hingga saat ini, dan oleh karenanya sudah tepat bila iuran JHT dinaikkan agar tabungan pekerja lebih baik lagi.

Bagi pekerja yang ingin membayar lebih iuran JHT secara sukarela, misalnya dengan mengikutkan tunjangan tidak tetap atau menentukan nominal tertentu yang disepakati, akan menambah tabungan pekerja di masa depan. Bisa juga tambahan iuran JHT dari Pengusaha, yang memang disepakati dalam Perjanjian Kerja Bersama atau ditetapkan dalam Peraturan Perusahaan.

Program JHT harus juga mendukung masa tua pekerja bukan penerima upah (BPU), Pekerja Migran Indonesia (PMI), dan pekerja jasa konstruksi (Jakon). Oleh karenanya agenda mewajibkan JHT untuk ketiga jenis pekerja ini sangat penting segera dilakukan.

Mewajibkan PMI di program JHT dapat dituangkan dalam revisi Permenaker No 18 Tahun 2018 yang saat ini sedang berlangsung. Bisa dilakukan secara bertahap, misalnya diwajibkan bagi PMI dengan skemaG to G, dan bagi PMI yang bekerja di negara-negara dengan akses perbankan yang mudah bagi PMI seperti Taiwan dan Hong Kong.

Sementara mewajibkan JHT bagi pekerja BPU dan Jakon dapat dilakukan dengan merevisi PP No 46 Tahun 2015. Mewajibkan pekerja BPU dapat dilakukan secara bertahap, seperti dimulai oleh pekerja ojek online, dengan melibatkan pihak penyedia jasa layanan seperti pada program JKK dan JKm yang diamanatkan Pasal 34 Permenaker No 5 Tahun 2021.

Perbaikan pada program Jaminan Pensiun pun harus dilakukan. Iuran 3% harus segera dinaikkan dengan mengacu pada amanat Pasal 28 ayat (4) dan ayat (5) PP No 45 Tahun 2015, yang penyesuaian besaran kenaikan iurannya secara bertahap menuju 8%.

Untuk memastikan pekerja yang memasuki masa pensiun langsung mendapatkan manfaat pensiun maka Pasal 15 PP No 45 Tahun 2015 harus direvisi dengan menetapkan secara langsung usia mendapatkan manfaat pensiun yaitu 56 tahun, seperti usia pengambilan JHT.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More