Kesejahteraan Pascapensiun

Senin, 11 Juli 2022 - 09:16 WIB
loading...
Kesejahteraan Pascapensiun
Timboel Siregar. FOTO/DOK KORAN SINDO
A A A
Timboel Siregar
Koordinator Advokasi BPJS Watch/Pengurus OPSI-KRPI

Polemik pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) yang diatur di Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 2 Tahun 2022 akhirnya berakhir dengan terbitnya Permenaker No 4 tahun 2022. Pemerintah memenuhi tuntutan pekerja agar pencairan dana JHT tetap dapat dilakukan sebulan paska terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK).

Kalangan Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) menilai dana JHT masih sangat dibutuhkan pekerja yang ter-PHK, walaupun Pemerintah sudah menghadirkan program jaminan kehilangan pekerjaan dengan tiga manfaat yaitu bantuan uang tunai, pelatihan dan informasi pasar kerja.

Ketentuan pada Permenaker No 4 Tahun 2022, yang isinya tidak berbeda jauh dengan Permenaker No 19 Tahun 2015, secara yuridis memposisikan proses pencairan dana JHT tidak sesuai dengan amanat Pasal 35 dan Pasal 37 UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Menurut Hans Kelsen, hukum berlaku secara yuridis apabila ketentuannya didasarkan pada norma yang lebih tinggi tingkatannya.

Pada akhirnya, dana JHT tidak mampu memenuhi tujuan filosofisnya yaitu untuk melindungi pekerja yang memasuki masa pensiun dan masa lansia untuk tetap memiliki daya beli dan kebebasan ekonomi agar tidak tergantung pada orang lain.

Dampak dana JHT dicairkan ketika PHK adalah tidak optimalnya imbal hasil JHT yang diterima pekerja. Sehingga, dana JHT yang ditempatkan pada instrumen investasi jangka pendek, dan ini berpengaruh pada hasil investasi JHT, yang sejak 2018 hingga saat ini imbal hasil JHT mengalami penurunan.

Belajar dari negara tetangga Singapura dan Malaysia yang menggunakan dana jaminan sosialnya untuk mendukung pembangunan negara mereka, dana JHT sangat potensial mendukung pembangunan Indonesia dengan kemandirian dana dalam negeri. Dengan Permenaker No 2 Tahun 2022 dana JHT berpotensi mendukung pembangunan Indonesia lebih lebih besar lagi.

Agenda Berikutnya
Ageing populationatau menuanya populasi akan menjadi keniscayaan bagi bangsa kita ke depan. Untuk mengatasi dampakageing populationini, bisa dimulai dengan memastikan para pensiunan memiliki tabungan berkualitas, seperti dana JHT dan jaminan pensiun. Dengan kedua jaminan ini,warga usia tua tidak mengalami penurunan kualitaskesejahteraan saat mereka memasuki usia pensiun.

Dalam UU SJSN, kesejahteraan pascapensiun bertumpu pada program JHT dan Jaminan Pensiun. Konvensi ILO No 102 tahun 1952 mendorng para pensiunan mendapatkan upah minimal 40% dari upah pada saat bekerja. Tentunya program Jaminan Kesehatan Nasional, Kecelakaan Kerja dan Kematian juga sangat berperan dalam mendukung kesejahteraan mereka.

Meningkatkan kualitas Program JHT dan Jaminan Pensiun menjadi agenda penting saat ini. Menaikkan iuran JHT dan membuka ruang mengiur lebih secara sukarela (top up) dana JHT menjadi salah satu upaya meningkatkan kualitas program JHT.

Pasal 16 ayat (2) Peraturan Pemerintah (PP) No 46 Tahun 2015 mengamanatkan iuran JHT dilakukan evaluasi secara berkala paling lama tiga tahun. Komposisi iuran JHT saat ini, yaitu 3,7% dari pemberi kerja dan 2% dari pekerja, sudah berlangsung sejak tahun 1993 hingga saat ini, dan oleh karenanya sudah tepat bila iuran JHT dinaikkan agar tabungan pekerja lebih baik lagi.

Bagi pekerja yang ingin membayar lebih iuran JHT secara sukarela, misalnya dengan mengikutkan tunjangan tidak tetap atau menentukan nominal tertentu yang disepakati, akan menambah tabungan pekerja di masa depan. Bisa juga tambahan iuran JHT dari Pengusaha, yang memang disepakati dalam Perjanjian Kerja Bersama atau ditetapkan dalam Peraturan Perusahaan.

Program JHT harus juga mendukung masa tua pekerja bukan penerima upah (BPU), Pekerja Migran Indonesia (PMI), dan pekerja jasa konstruksi (Jakon). Oleh karenanya agenda mewajibkan JHT untuk ketiga jenis pekerja ini sangat penting segera dilakukan.

Mewajibkan PMI di program JHT dapat dituangkan dalam revisi Permenaker No 18 Tahun 2018 yang saat ini sedang berlangsung. Bisa dilakukan secara bertahap, misalnya diwajibkan bagi PMI dengan skemaG to G, dan bagi PMI yang bekerja di negara-negara dengan akses perbankan yang mudah bagi PMI seperti Taiwan dan Hong Kong.

Sementara mewajibkan JHT bagi pekerja BPU dan Jakon dapat dilakukan dengan merevisi PP No 46 Tahun 2015. Mewajibkan pekerja BPU dapat dilakukan secara bertahap, seperti dimulai oleh pekerja ojek online, dengan melibatkan pihak penyedia jasa layanan seperti pada program JKK dan JKm yang diamanatkan Pasal 34 Permenaker No 5 Tahun 2021.

Perbaikan pada program Jaminan Pensiun pun harus dilakukan. Iuran 3% harus segera dinaikkan dengan mengacu pada amanat Pasal 28 ayat (4) dan ayat (5) PP No 45 Tahun 2015, yang penyesuaian besaran kenaikan iurannya secara bertahap menuju 8%.

Untuk memastikan pekerja yang memasuki masa pensiun langsung mendapatkan manfaat pensiun maka Pasal 15 PP No 45 Tahun 2015 harus direvisi dengan menetapkan secara langsung usia mendapatkan manfaat pensiun yaitu 56 tahun, seperti usia pengambilan JHT.

Demikian juga dengan akses jaminan Pensiun, seharusnya Pasal 8 ayat (2) Peraturan Presiden No. 109 tahun 2013 diimplementasikan dengan membuka ruang bagipekerja BPU, PMI dan Jakonmendaftar sebagai peserta Jaminan Pensiun. Hingga saat ini jaminan pensiun hanya bisa diakses oleh pekerja penerima upah, belum bisa diikuti oleh pekerja BPU, PMI dan Jakon.

Dengan semakin banyak pekerja yang memiliki tabungan JHT dan Jaminan Pensiun, maka kualitas masyarakat lansia akan semakin baik. Dari tabungannya mereka pun tetap mampu membayar iuran jaminan sosial lainnya sehingga tetap terlindungi. Tidak membebani anak-anaknya di masa lansia memastikan anak-anak mereka tidak terjebak sebagai GenerasiSandwich.

Perbaikan kualitas program JHT dan jaminan pensiun merupakan awal perbaikan hidup lansia Indonesia ke depan. Jaminan sosial sepanjang hayat semakin terimplementasi bagi rakyat Indonesia.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1765 seconds (0.1#10.140)