Keadilan Restoratif Satu Catatan dan Dukungan
Senin, 16 Mei 2022 - 13:15 WIB
Dari kepustakaan paling kurang ada 4 (empat) masalah yang selalu dihadapi terkait dengan penyelesaian perkara melalui restorative justice (William R. Wood; Masahiro Suzuki:2016).
Pertama, restorative terus berkembang dan diterapkan pada semakin banyak program yang sudah ada dan inovatif baru, karena tidak lagi berfokus pada pertemuan antara korban, pelaku dan pihak lain.
Kedua, masalah kelembagaan, karena meskipun pelembagaan dapat mengarah pada "pertumbuhan" undang-undang dan program restorative justice, akan tetapi tidak serta merta diterjemahkan ke dalam pengembangan dan implementasi praktik yang lebih baik.
Ketiga, masalah perpindahan dari bentuk formal kebentuk informal, di mana “pertumbuhan” restorative justice berakibat munculnya program atau praktik baru sebagai pengganti sanksi formal atau informal lainnya, dan bisa menimbulkan anggapan ada intervensi terhadap sistem peradilan pidana yang sudah ada.
Keempat, adalah masalah relevansi, restorative justice lebih berfokus pada pelanggaran klas bahwa sebagai “ghettoization of restorative justice”, sehingga dipersoalkan apakah ia dapat bergerak melampaui “hukuman alternatif” untuk pelanggaran yang lebih kecil.
Tetapi, dalam kaitannya dengan banyak keberpihakan terhadap masalah keadilan sosial – keberpihakan yang umumnya memudar seiring waktu sebagai Restorative Justice telah menjadi lebih mapan dalam sistem peradilan pidana.
Sebab, restorative justice dilihat oleh banyak orang sebagai sarana yang menjanjikan untuk mengatasi tidak hanya masalah pengucilan korban dan akuntabilitas pelaku, tetapi juga masalah sosial karena mereka bersinggungan dengan peradilan pidana.
Penutup
Terlepas dari masalah yang dihadapi dalam praktik penyelasaian perkara melalui restorative justice, upaya dari Kepolisian, Kejaksaan Agung, dan Mahakmah Agung yang memulai menerapkan hukuman berdasarkan proses restorative justice perlu didukung secara baik.
Penyelesian proses sampai adanya hukuman dengan cara ini bukan hanya mempersingkat penyelesaian masalah hukum, tetapi juga tidak menjadikan pelaku dan korban secara berhadap-hadapan sebagai musuh.
Pertama, restorative terus berkembang dan diterapkan pada semakin banyak program yang sudah ada dan inovatif baru, karena tidak lagi berfokus pada pertemuan antara korban, pelaku dan pihak lain.
Kedua, masalah kelembagaan, karena meskipun pelembagaan dapat mengarah pada "pertumbuhan" undang-undang dan program restorative justice, akan tetapi tidak serta merta diterjemahkan ke dalam pengembangan dan implementasi praktik yang lebih baik.
Ketiga, masalah perpindahan dari bentuk formal kebentuk informal, di mana “pertumbuhan” restorative justice berakibat munculnya program atau praktik baru sebagai pengganti sanksi formal atau informal lainnya, dan bisa menimbulkan anggapan ada intervensi terhadap sistem peradilan pidana yang sudah ada.
Keempat, adalah masalah relevansi, restorative justice lebih berfokus pada pelanggaran klas bahwa sebagai “ghettoization of restorative justice”, sehingga dipersoalkan apakah ia dapat bergerak melampaui “hukuman alternatif” untuk pelanggaran yang lebih kecil.
Tetapi, dalam kaitannya dengan banyak keberpihakan terhadap masalah keadilan sosial – keberpihakan yang umumnya memudar seiring waktu sebagai Restorative Justice telah menjadi lebih mapan dalam sistem peradilan pidana.
Sebab, restorative justice dilihat oleh banyak orang sebagai sarana yang menjanjikan untuk mengatasi tidak hanya masalah pengucilan korban dan akuntabilitas pelaku, tetapi juga masalah sosial karena mereka bersinggungan dengan peradilan pidana.
Penutup
Terlepas dari masalah yang dihadapi dalam praktik penyelasaian perkara melalui restorative justice, upaya dari Kepolisian, Kejaksaan Agung, dan Mahakmah Agung yang memulai menerapkan hukuman berdasarkan proses restorative justice perlu didukung secara baik.
Penyelesian proses sampai adanya hukuman dengan cara ini bukan hanya mempersingkat penyelesaian masalah hukum, tetapi juga tidak menjadikan pelaku dan korban secara berhadap-hadapan sebagai musuh.
tulis komentar anda