Paradoks Kenaikan Harga Rokok
Selasa, 21 Desember 2021 - 19:01 WIB
Rokok merupakan benda yang tak asing lagi bagi penduduk Indonesia. Di Indonesia, rokok kretek tidak hanya berfungsi sebagai barang yang dihisap untuk penenang dan membangun hubungan sosial, tetapi juga sebagai bagian dari bahan sesaji yang masih banyak dilakukan oleh masyarakat pedesaan, dapat kita temui hampir di seluruh masyarakat pedesaan pulau Jawa.
Baca juga: Kenaikan Harga Rokok Ancam Kelangsungan Industri Hasil Tembakau
Hal ini selaras dengan hasil penelitian PPKE FEB UB (2021) yang menunjukkan bahwa kenaikan harga rokok tidak efektif menurunkan angka prevalensi merokok karena kenaikan harga rokok bukanlah faktor yang menyebabkan seseorang memutuskan berhenti merokok. Selain itu, fakta berdasarkan hasil penelitian juga menunjukkan bahwa harga bukan merupakan faktor penyebab seseorang tetap merokok dan harga juga bukan menjadi faktor penyebab seseorang berhenti merokok. Kenaikan harga rokok akan menyebabkan perokok mencari alternatif rokok dengan harga yang lebih murah/terjangkau, salah satu alternatifnya adalah rokok ilegal.
Perokok dengan pendapatan yang lebih rendah cenderung untuk membeli rokok ilegal sebagai kompensasi atas kenaikan harga rokok akibat kenaikan tarif cukai. Peredaran rokok ilegal adalah untuk memenuhi permintaan dari masyarakat. Kenaikan harga rokok yang terus menerus terjadi karena kenaikan tarif cukai maupun penyederhanaan struktur tarif cukai menyebabkan daya beli masyarakat Indonesia terhadap rokok legal semakin menurun.
Kini, kenaikan cukai tersebut mutlak secara langsung mengubah Indeks kemahalan rokok mengalami peningkatan menjadi 13,77% dari sebelumnya sebesar 12,7%. Sehingga para perokok tersebut akan beralih pada rokok illegal untuk dapat tetap megkonsumsi rokok dengan harga terjangkau. Data menunjukkan bahwa kenaikan jumlah rokok ilegal bersamaan dengan semakin menurunnya jumlah volume produksi penjualan rokok segmen low. Para konsumen rokok di segmen low tersebut akan berpindah kepada rokok ilegal ketika harga rokok segmen low terus mengalami kenaikan harga.
Berdasarkan hasil survei dan analisis PPKE (2021) terkait perbandingan rokok legal dan ilegal, jenis Rokok SKM ilegal memiliki harga 1/4 kali lebih murah daripada rokok SKM berpita cukai. Jenis Rokok SPM ilegal memiliki harga harga 1/5 kali lebih murah daripada rokok SPM berpita cukai. Jenis Rokok SKT ilegal memiliki harga harga 1/3 kali lebih murah daripada rokok SKT berpita cukai.
Selain itu, rokok ilegal memiliki perputaran penjualan yang lebih cepat daripada rokok berpita cukai karena rokok ilegal lebih diminati oleh konsumen karena harganya yang lebih murah daripada rokok yang legal (berpita cukai). Oleh sebab itu, kenaikan harga rokok dapat mendorong bisnis rokok ilegal meningkat di tengah kian tergerusnya bisnis rokok legal.
Pada sisi produsen, kebijakan kenaikan harga rokok dan tarif cukai secara langsung terus menekan keberlangsungan Industri Haisl Tembakau (IHT). Ketatnya regulasi dan kebijakan kenaikan tarif cukai berdampak pada penurunan volume produksi dan juga penurunan pabrikan rokok.
Data menunjukkan bahwa volume produksi selama periode 2016-2018 menurun sebesar 4,59% dan jumlah pabrik rokok dari 4.793 perusahaan pada 2007 hanya tinggal sekitar 10% (487 perusahaan) di 2017. Hal tersebut juga sejalan dengan hasil penelitian PPKE (2021) yang menunjukkan bahwa peredaran rokok ilegal berdampak negatif bagi keberlangsungan IHT baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Setiap 1% kenaikan jumlah peredaran rokok ilegal berdampak signifikan terhadap penurunan jumlah pabrikan rokok sebesar 2,9% dalam jangka pendek.
Baca juga: Kenaikan Harga Rokok Ancam Kelangsungan Industri Hasil Tembakau
Hal ini selaras dengan hasil penelitian PPKE FEB UB (2021) yang menunjukkan bahwa kenaikan harga rokok tidak efektif menurunkan angka prevalensi merokok karena kenaikan harga rokok bukanlah faktor yang menyebabkan seseorang memutuskan berhenti merokok. Selain itu, fakta berdasarkan hasil penelitian juga menunjukkan bahwa harga bukan merupakan faktor penyebab seseorang tetap merokok dan harga juga bukan menjadi faktor penyebab seseorang berhenti merokok. Kenaikan harga rokok akan menyebabkan perokok mencari alternatif rokok dengan harga yang lebih murah/terjangkau, salah satu alternatifnya adalah rokok ilegal.
Perokok dengan pendapatan yang lebih rendah cenderung untuk membeli rokok ilegal sebagai kompensasi atas kenaikan harga rokok akibat kenaikan tarif cukai. Peredaran rokok ilegal adalah untuk memenuhi permintaan dari masyarakat. Kenaikan harga rokok yang terus menerus terjadi karena kenaikan tarif cukai maupun penyederhanaan struktur tarif cukai menyebabkan daya beli masyarakat Indonesia terhadap rokok legal semakin menurun.
Kini, kenaikan cukai tersebut mutlak secara langsung mengubah Indeks kemahalan rokok mengalami peningkatan menjadi 13,77% dari sebelumnya sebesar 12,7%. Sehingga para perokok tersebut akan beralih pada rokok illegal untuk dapat tetap megkonsumsi rokok dengan harga terjangkau. Data menunjukkan bahwa kenaikan jumlah rokok ilegal bersamaan dengan semakin menurunnya jumlah volume produksi penjualan rokok segmen low. Para konsumen rokok di segmen low tersebut akan berpindah kepada rokok ilegal ketika harga rokok segmen low terus mengalami kenaikan harga.
Berdasarkan hasil survei dan analisis PPKE (2021) terkait perbandingan rokok legal dan ilegal, jenis Rokok SKM ilegal memiliki harga 1/4 kali lebih murah daripada rokok SKM berpita cukai. Jenis Rokok SPM ilegal memiliki harga harga 1/5 kali lebih murah daripada rokok SPM berpita cukai. Jenis Rokok SKT ilegal memiliki harga harga 1/3 kali lebih murah daripada rokok SKT berpita cukai.
Selain itu, rokok ilegal memiliki perputaran penjualan yang lebih cepat daripada rokok berpita cukai karena rokok ilegal lebih diminati oleh konsumen karena harganya yang lebih murah daripada rokok yang legal (berpita cukai). Oleh sebab itu, kenaikan harga rokok dapat mendorong bisnis rokok ilegal meningkat di tengah kian tergerusnya bisnis rokok legal.
Pada sisi produsen, kebijakan kenaikan harga rokok dan tarif cukai secara langsung terus menekan keberlangsungan Industri Haisl Tembakau (IHT). Ketatnya regulasi dan kebijakan kenaikan tarif cukai berdampak pada penurunan volume produksi dan juga penurunan pabrikan rokok.
Data menunjukkan bahwa volume produksi selama periode 2016-2018 menurun sebesar 4,59% dan jumlah pabrik rokok dari 4.793 perusahaan pada 2007 hanya tinggal sekitar 10% (487 perusahaan) di 2017. Hal tersebut juga sejalan dengan hasil penelitian PPKE (2021) yang menunjukkan bahwa peredaran rokok ilegal berdampak negatif bagi keberlangsungan IHT baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Setiap 1% kenaikan jumlah peredaran rokok ilegal berdampak signifikan terhadap penurunan jumlah pabrikan rokok sebesar 2,9% dalam jangka pendek.
Lihat Juga :
tulis komentar anda