Menakar Pandemi, Satu Juta Kasus Terlampaui

Rabu, 27 Januari 2021 - 06:10 WIB
Robohnya Faskes dan Tumbangnya Nakes

Saat ini tingkat hunian di rumah sakit rujukan di Jawa dan Bali sudah >80% dan ICU di atas 90%. Ini mengerikan karena jauh di atas Bed Occupancy Rate (BOR) ideal. Seleksi alam terjadi dalam perebutan ICU dan ventilator. Hanya tinggal menunggu waktu, maka fasilitas kesehatan (faskes) kita, terutama rumah sakit rujukan sekunder, akan kolaps. Over capacity sangat membahayakan, bukan saja soal ketersediaan jumlah layanan yang sangat terbatas, tatapi buruknya mutu yang berujung pada tingkat kematian yang semakin dahsyat akan terus naik melebihi Case Fatality Rate (CFR) dunia. Kesulitan mendapatkan pelayanan ruang rawat inap, terutama ICU dan ventilator memicu tingginya kematian. Saat ini rekor harian nasional berjumlah 346 kematian.

Jumlah kematian tenaga kesehatan (nakes) yang menjadi benteng pertahanan juga semakin memprihatinkan. Saat ini kita adalah salah satu negara dengan kematian nakes tertinggi di dunia. Sudah lebih dari 500 nakes dilaporkan gugur selama pandemi.

Tantangan dan Potensi Penyelesaian

Beberapa celah perlu diperbaiki agar semua upaya bisa optimal. Selain pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)/Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan rendahnya kepatuhan pada protokol kesehatan masyarakat, evaluasi kebijakan dan pelaksanaan program pemerintah juga harus terus dikaji.

Perbaikan Test, Tracing, dan Treatment (3T) sudah lama dikumandangkan, tetapi implementasinya masih jauh panggang dari api. Jika data kasus kita under estimate, isu 3T cenderung over estimate. Duplikat data menyebabkan angka tes seolah besar.

Beberapa kasus terlaporkan di rumah sakit, tetapi tanpa diikuti tracing kepada keluarga sama sekali. Minimnya tracing bukan hanya menghambat penemuan orang yang suspek, melainkan juga berpotensi membesarkan penularan. Pembenahan surveillance adalah isu lama yang tidak kunjung selesai. Ketika kasus atau kematian terjadi, siapa yang harus aktif melakukan penyelidikan epidemiologi? Apakah dinas kesehatan atau rumah sakit? Bagaimana implementasi dan evaluasinya? Birokrasi dan koordinasi harus menyepakati sampai hal teknis agar tetap berpedoman pada aturan, termasuk di antaranya agenda menyelesaikan isu pencatatan dan pelaporan. Kesalahan dalam manajemen surveillance inilah yang membuat Menteri Kesehatan menyampaikan bahwa tes korona di Indonesia sebetulnya salah sasaran.

Pembenahan seyogianya dilakukan ketika alarm ini sudah ada, bukan menunggu robohnya faskes dan tumbangnya nakes. Analisis data pasien dan hospital performance indicator diharapkan bisa melihat hubungan penumpukan pasien di IGD, lemahnya sistem rujukan, buruknya koordinasi, rendahnya mutu/manajemen kesehatan, beban nakes yang overload dengan tingginya mortalitas.

Kita perlu membuat sistem komunikasi, koordinasi antarwilayah, termasuk membuat sistem rujukan terintegrasi dan monitoring ketersediaan jumlah tempat tidur/alat/sumber daya manusia (SDM) yang lebih efektif. Sistem integrasi vertikal diperlukan untuk mengatur alur dan kecepatan layanan kesehatan dari faskes dasar seperti puskesmas/klinik ke faskes rujukan sekunder dan sebaliknya.

Tingginya standar layanan kesehatan di Singapura, Brunei, Malaysia, Thailand, dan Vietnam membuat angka kematian Covid-19 tetap rendah dibandingkan dengan negara ASEAN lain. Publikasi Lancet 2018 tentang Measuring Performance on the Healthcare Access and Quality Index yang dilihat dari 195 negara/teritori, layanan kesehatan kita berada di urutan 138, jauh di bawah negara-negara tersebut, bahkan di Filipina (124).
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More