Perdebatan Ilmiah yang Salah Ruang

Minggu, 30 Agustus 2020 - 09:49 WIB
Hingga hari ini, jika belum ada universitas dari Indonesia yang masuk peringkat, bahkan 100 besar kelas dunia, mungkin karena tradisi ilmiah dan budaya akademis masyarakat kita, terutama masyarakat universitas, yang belum memadai untuk mencapai posisi itu. Ini kenyataan yang tak perlu dicaci maki. Justru perlu keseriusan komunitas ilmiah Indonesia, untuk segera berbenah.

Fenomena terkait tradisi ilmiah dan budaya akademis, dengan disiplin metodologis yang kokoh sebagai Ibu ilmu pengetahuan, teruji nyata di tengah masyarakat Indonesia pada pekan ke-2 dan 3 bulan Agustus ini.

Itu terjadi saat Tim Peneliti Universitas Airlangga, bersama TNI AD, dan BIN mengumumkan telah menemukan kandidat obat Covid-19. Bukannya tepuk tangan sambutan yang diperoleh, epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono menyatakan siap menggugat obat tersebut jika terdaftar di BPOM.

Apa pasal? Menurutnya, tak transparannya prosedur riset dalam menghasilkan obat jadi pangkal keraguan atas pernyataan penemuan. Lazimnya, untuk semua riset yang bersifat nasional, dalam proses penemuan obat maupun vaksin, harus dikaji oleh Komite Etik Balitbangkes.

Selain mengkaji, Balitbangkes juga akan memonitor setiap proses riset tersebut. Calon obat ini, tak sesuai standar prosedur. Validitas riset itu tidak boleh dilanggar, tidak boleh sama sekali. "Ini integritas ilmu pengetahuan yang harus dijaga oleh siapa pun. Walaupun secara politis nggak bisa. Karena kalau nggak, publik yang dirugikan," lanjut Pandu (Kiswondari, Nasional.SINDOnews.com, 16 Agustus 2020).

Menanggapi silang sengketa prosedur penemuan itu, BPOM menandaskan, hasil uji klinis fase ketiga obat Covid-19 Universitas Airlangga belum mengikuti protokol yang ditetapkan lembaga ini, sebagai otoritas pemberi izin. Peneliti harus merevisi hasil uji tersebut.

Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan, menemukan critical finding saat melakukan inspeksi terhadap proses uji klinis fase ketiga obat tersebut. Inspeksi itu dilakukan pada 28 Juli 2020. Tanggal 28 itu inspeksi kita yang pertama ya, karena 3 Juli itu baru dimulai uji klinisnya, dan ditemukan critical finding, temuan kritis. (Riezky Maulana, Nasional.SINDOnews.com, 19 Agustus 2020).

Persoalan metodologi penemuan obat yang harusnya jadi ranah akademis, melebar ke pembahasan bernuansa politis. Ini juga diwarnai suara DPR yang terbelah. Mulyanto, anggota Komisi VII DPR meminta agar BPOM berhati-hati dan terbuka pada masyarakat ilmiah, terkait proses perizinan obat COVID-19 yang diajukan oleh tim peneliti Unair, BIN dan TNI AD. (Kiswondari, Nasional.SINDONews.com, 19 Agustus 2020).

Sebaliknya, dua hari sebelumnya, Komisi IX mendorong agar BPOM mempercepat proses terkait (perizinan terhadap) penemuan-penemuan untuk pengobatan COVID-19, baik obat terkait Unair ini maupun herbal (Rico Afrido S, Nasional.SiNDOnews.com, 17 Agustus 2020).

Sedangkan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Sunanto, meminta semua pihak agar mengapresiasi obat kombinasi virus Covid-19 yang dibuat Universitas Airlangga, BIN, dan TNI AD. Ia merasa kaget jika ada pihak-pihak yang meragukan bahkan mencibir temuan tersebut. (Rakhmatulloh, Nasional. Sindonews.com, 21 Agustus 2020).
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More