Pakar Hukum Tata Negara: Sistem Proporsional Tertutup Konstitusional dan Terjamin Demokratis

Kamis, 12 Januari 2023 - 13:53 WIB
loading...
A A A
"Ini salah satu cerminan bahwa dengan sistem tertutup tentunya partai dapat mewadahi prinsip representasi dan sekaligus kualitas demokrasi, ini sangat kredible," katanya.

Fahri yang juga sebagai Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi dan Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (PaKem FH-UMI) ini berpendapat secara teoritik sesungguhnya tidak ada model sistem pemilu yang ideal di dunia ini. Yang ada hanyalah sebuah sistem pemilu yang tepat dan yang paling cocok di satu negara tertentu dengan corak politik, kultur-budaya serta keadaan demografi setempat yang tentunya tidak sama antara negara yang satu dengan yang lainya.

"Secara akademis tidak ada satu pun sistem pemilu yang mampu memenuhi semua kebutuhan politik nasional atau semua kepentingan kelompok interest group politik tertentu, yang dapat dirancang adalah mengonstruksikan "manageable" sebuah sistem pemilu yang tepat sesuai dengan kebutuhan kondisi, baik secara historis, sosiologis, dan politis daripada suatu masyarakat beradab," ucapnya.

Fahri melanjutkan proyeksi membangun sistem pemilu yang kredible serta futuristik untuk 2024 adalah harus mampu meningkatkan derajat representasi dan akuntabilitas anggota DPR.

Kemudian memastikan sistem pemilu harus mampu menghasilkan produk sistem kepartaian dengan jumlah partai sederhana, serta harus mudah diselenggarakan serta ekonomis, serta mampu mengeleminasi praktik politik transaksional.

"Sistem pemilu dengan episentrum pada calon atau candidacy centered menjadi perlu di-engineering kembali agar menjadi sistem pemilu yang berorientasi serta berpusat pada partai atau party centered, dan terhadap permasalahan tersebut, maka opsi proporsional tertutup adalah sebuah keniscayaan konstitusional," jelasnya.

Fahri menguraikan sistem proposional tertutup pada prinsipnya telah sejalan dengan spirit demokrasi yang dianut dalam UUD NRI Tahun 1945 yang berorientasi agar mendorong peningkatan peran partai politik dalam kaderisasi sistem perwakilan.

Kemudian mengakselarasi institusionalisasi partai politik, menjadikan simplifikasi penilaian kinerja partai politik oleh publik, serta mereduksi politik uang kepada masyarakat serta korupsi politik, dan secara vice versa sesungguhnya open list propotional atau proposional terbuka cenderung menyuburkan demokrasi liberal serta berwatak oligarkis, diwarnai kekisruhan, praktik kotor politik serta vote buying dan kecurangan sistemik dalam bentuk lainnya.

Menurut Fahri, secara konstitusional close list propotional atau sistem proposional tertutup sesungguhnya telah senafas dengan ketentuan norma Pasal 22E ayat (3) UUD 1945, yang mengatur bahwa "Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik".

Jadi basis legal konstitusional dari pelaksanaan sistem pemilu untuk anggota DPR/DPRD pesertanya adalah partai politik, berbeda dengan ketentuan norma Pasal 22E ayat (4) UUD 1945 untuk memilih anggota DPD RI, yang mengatur bahwa "Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan" kalau untuk memilih calon anggota DPD RI basisnya adalah perseorangan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1974 seconds (0.1#10.140)