Berlomba Menampung Pengungsi Afghanistan, Bagaimana dengan Indonesia?
loading...
A
A
A
Mengenai Status Pengungsi. Istilah kategori negara, dalam arus kedatangan migran, Indonesia menempatkan posisi sebagai negara singgah atau negara transit.
“Sehingga wewenang dan keterlibatan UNHCR untuk pengungsi diwilayah Indonesia menjadi sangat besar,” katanya.
Terkait dengan pandangan kebijakan kementerian Luar Negeri diharapkan dapat menjawab permasalahan pengungsi Afganistan dengan mempertimbangkan kedudukan Indonesia sebagai negara transit.
Oleh karena itu kebijakan Kemenlu harus mampu mengakomodasi kepentingan dalam negeri dengan menjangkau batasan-batasan kesepakatan Internasional. Termasuk yang menjadi perhatian oleh Indonesia seperti, kemampuan Indonesia dalam penanganan mekanisme pengungsi dan pencari suaka, menjangkau potensi masalah sosial dan budaya, ekonomi dan atribut nasional Indonesia, serta mempertimbangkan nilai-nilai hak asasi manusia dalam bingkai kedaulatan negara.
Dia menambahkan, Indonesia adalah negara singgah atau negara transit bagi pengungsi afganistan, yang kemudian mereka akan ditempatkan di negara tujuan dalam hal ini tujuan pengungsi afganistan yang ada di indonesia, adalah menuju Australia.
Berharap Kepada Negara Tetangga
Di bagian lai, sebanyak 98 negara di dunia berjanji menampung pengungsi Afghanistan yang meninggalkan negaranya setelah dikuasai Taliban pada pertengahan Agusus lalu. Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa hanya menampung ribuan pengungsi Afghan, justru negara tetangga seperti Pakistan, Iran, dan Uzbekistan menerima ratusan ribu pengungsi.
Padahal dunia memiliki kewajiban moral untuk menampung pengungsi Afghan, terutama AS dengan aliansinya, NATO. Tapi, pengungsi Afghan yang berharap banyak kepada mereka, tetapi faktanya berbeda.
Selama 20 tahun perang Afghanistan, AS hanya menampung 20.000 pengungsi atau 1.000 per tahun. "Namun, selama 2020-2021, 11.800 pengungsi ditampung AS, tetapi hanya 495 pengungsi dari Afghan," ujar Tazreena Sajjad, pakar pemerintahan global dari American University, dilansir The Conversation.
Minimnya jumlah yang diakomodasi oleh AS dikarenakan Undang-Undang Pengungsi AS tahun 1980 memiliki prosedur standar bagi pengungsi korban perang dan memiliki proses yang panjang dan rumit.
Hal sama juga terjadi di negara-negara Eropa yang menampung sedikit pengungsi Afghanistan.
Para pengungsi Afghan berada pada posisi kedua setelah pengungsi Suriah dalam hal komposisi di Eropa. Tapi, para pencari suaka Afghan hingga masih berjuang mendapatkan status.
“Sehingga wewenang dan keterlibatan UNHCR untuk pengungsi diwilayah Indonesia menjadi sangat besar,” katanya.
Terkait dengan pandangan kebijakan kementerian Luar Negeri diharapkan dapat menjawab permasalahan pengungsi Afganistan dengan mempertimbangkan kedudukan Indonesia sebagai negara transit.
Oleh karena itu kebijakan Kemenlu harus mampu mengakomodasi kepentingan dalam negeri dengan menjangkau batasan-batasan kesepakatan Internasional. Termasuk yang menjadi perhatian oleh Indonesia seperti, kemampuan Indonesia dalam penanganan mekanisme pengungsi dan pencari suaka, menjangkau potensi masalah sosial dan budaya, ekonomi dan atribut nasional Indonesia, serta mempertimbangkan nilai-nilai hak asasi manusia dalam bingkai kedaulatan negara.
Dia menambahkan, Indonesia adalah negara singgah atau negara transit bagi pengungsi afganistan, yang kemudian mereka akan ditempatkan di negara tujuan dalam hal ini tujuan pengungsi afganistan yang ada di indonesia, adalah menuju Australia.
Berharap Kepada Negara Tetangga
Di bagian lai, sebanyak 98 negara di dunia berjanji menampung pengungsi Afghanistan yang meninggalkan negaranya setelah dikuasai Taliban pada pertengahan Agusus lalu. Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa hanya menampung ribuan pengungsi Afghan, justru negara tetangga seperti Pakistan, Iran, dan Uzbekistan menerima ratusan ribu pengungsi.
Padahal dunia memiliki kewajiban moral untuk menampung pengungsi Afghan, terutama AS dengan aliansinya, NATO. Tapi, pengungsi Afghan yang berharap banyak kepada mereka, tetapi faktanya berbeda.
Selama 20 tahun perang Afghanistan, AS hanya menampung 20.000 pengungsi atau 1.000 per tahun. "Namun, selama 2020-2021, 11.800 pengungsi ditampung AS, tetapi hanya 495 pengungsi dari Afghan," ujar Tazreena Sajjad, pakar pemerintahan global dari American University, dilansir The Conversation.
Minimnya jumlah yang diakomodasi oleh AS dikarenakan Undang-Undang Pengungsi AS tahun 1980 memiliki prosedur standar bagi pengungsi korban perang dan memiliki proses yang panjang dan rumit.
Hal sama juga terjadi di negara-negara Eropa yang menampung sedikit pengungsi Afghanistan.
Para pengungsi Afghan berada pada posisi kedua setelah pengungsi Suriah dalam hal komposisi di Eropa. Tapi, para pencari suaka Afghan hingga masih berjuang mendapatkan status.