Peradin Soroti Perkembangan Penanganan Kasus Korupsi

Kamis, 02 September 2021 - 16:26 WIB
loading...
A A A
Ketua Umum BPP Peradin Periode 2018-2022 Firman Wijaya menilai penegakan hukum di Indonesia khususnya terkait tindak pidana korupsi sudah tepat apabila dilakukan dengan adanya instrumen pembekuan aset koruptor. Hal tersebut, lanjut dia, untuk mengamankan potensi aset negara yang hilang akibat adanya tindak pidana korupsi tersebut.



"Rekomendasi yang ingin kami sampaikan yaitu sebaiknya kita (Indonesia, red) tidak perlu lagi menggunakan langkah-langkah adjudikasi (proses peradilan baik perdata maupun pidana) dalam kasus tipikor, tetapi bisa kita mulai dengan menggunakan upaya freizure yaitu pembekuan aset rekening di beberapa negara," kata Firman yang juga sebagai asisten Staf Khusus Bidang Hukum Wakil Presiden RI 2019-2024 itu.

Sehingga, menurut dia, lebih cepat dalam mengantisipasi dan mengamankan aliran dana hasil dari Tipikor tersebut. "Tentunya hal tersebut dapat menjadikan aset koruptor sebagai sitaan negara untuk kemudian menjadi sebagai pemasukan kas negara," imbuhnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, pendekatan upaya freizure ini sangat mungkin diterapkan terlebih dalam pandemi ini sebagai extra ordinary condition. Sehingga, lanjut dia, harus cepat membutuhkan dana untuk kas negara yang kemudian dapat dialokasikan dalam APBN guna pemulihan kesehatan dan ekonomi bagi masyarakat kecil.

"Argumentasi kami ini menegaskan bahwa kami merasa kurang sependapat dengan pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD, yang menggunakan pendekatan instrumen perdata dalam kasus korupsi BLBI," jelasnya.

Pertimbangannya, sambung dia, apabila masih menggunakan pendekatan instrumen perdata, jejak kejahatan kemungkinan akan lenyap, kemudian aset tracing dan aset recovery juga akan menjadi terhambat. Terlebih, kata dia, kasus korupsi BLBI ini sudah berjalan lebih dari 20 tahun. "Maka kita harus tegas menegakkan hukum, jangan sampai membuat masyarakat kehilangan harapan dan kepercayaan terhadap hukum di Indonesia," pungkas Firman.

Ketua Wilayah Peradin DKI Jakarta Hendrik E. Purnomo mengungkapkan ada kekhawatiran semua pihak terhadap berangsur lamanya penanganan dan penegakan hukum terhadap kasus korupsi BLBI ini. Maka, ujar dia, ada kemungkinan dokumen bukti-bukti sudah banyak yang hilang, rusak atau bahkan kedaluwarsa. Sehingga, lanjut Hendrik, akan menambah kesulitan dalam menuntaskan kasus Korupsi BLBI tersebut.

"Dengan tidak adanya kepastian hukum dan keadilan serta menurunnya kepercayaan publik terhadap penegakan hukum (recht handhaving), maka semua aspek kehidupan masyarakat akan terkena imbasnya pula. Artinya secara lugas, hukum sudah saatnya dikembalikan pada akar moralitas, kultural, dan religiusnya," ujarnya.
(zik)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1752 seconds (0.1#10.140)