Peradin Soroti Perkembangan Penanganan Kasus Korupsi

Kamis, 02 September 2021 - 16:26 WIB
loading...
Peradin Soroti Perkembangan Penanganan Kasus Korupsi
Peradin Soroti Perkembangan Penanganan Kasus Korupsi. Ilustrasi/Dok SINDOnews
A A A
JAKARTA - Perkembangan penanganan penindakan hukum terhadap kasus korupsi di Indonesia disoroti oleh Persatuan Advokat Indonesia (Peradin). Mereka melihat banyak kasus tindak pidana korupsi (tipikor) yang belum memberikan efek jera bagi koruptor.

Sehingga, mereka khawatir akan menimbulkan bahaya laten dari korupsi itu sendiri jika penegakan hukum tidak dilakukan secara tegas dan adil. Diketahui, pemerintah saat ini sedang gencar melakukan pemanggilan hukum dan penyitaan aset di dalam negeri terhadap para obligor yang terlibat kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia ( BLBI ).

Melalui Satuan Tugas (Satgas) BLBI bentukan Presiden Joko Widodo (Jokowi), negara sedang berusaha untuk memproses penegakan hukum kasus BLBI. "Perspektif dalam kasus BLBI ini harus dilihat apakah ada pelanggaran Undang-Undang Keuangan Negara atau Undang-Undang Perbankan Bank Indonesia tidak? Misal ada berarti itu bisa dipidanakan," ujar Ketua Dewan Penasihat BPP Peradin Frans Hendra Winarta, Kamis (2/9/2021).

Sehingga, menurut dia, upaya hukum bisa ditempuh oleh negara melalui pidana dan perdata juga. "Sehingga upaya hukum yang dilakukan oleh Satgas BLBI sudah sah secara hukum dengan adanya pemanggilan hukum dan penyitaan aset dari koruptor BLBI yang berada di dalam negeri tersebut," kata anggota Governing Board Komisi Hukum Nasional (KHN) Periode 2000-2015 ini.



Frans mengatakan, dirinya pernah menjadi anggota Penanganan BLBI pada tahun 2002. Saat itu, kata dia, ada sekitar 30 obligor dengan sejumlah potensi aset dan uang senilai Rp50 triliun. "Di situ ada sebuah pelanggaran hukum pidana terutama terkait UU Perbankan BI, misalnya aset dijaminkan beberapa kali," katanya.

Dia mengungkapkan, saat itu juga sudah ada rekomendasi penanganan terhadap para obligor BLBI yang itu sudah diterima dan dipegang oleh Kementerian Keuangan. "Yang mana hasilnya ada beberapa obligor yang memenuhi putusan negara (compliance) namun ada pula yang masih membandel dengan tidak memenuhi (uncompliance) putusan tersebut," imbuhnya.

Sehingga, dia mengira dengan bukti yang sudah cukup, negara sudah semestinya melakukan penegakan hukum secara tegas dan adil demi menyelamatkan aset dan kas negara, serta memberikan efek jera terhadap para Obligor BLBI yang uncompliance tersebut. "Catatannya adalah bagi yang sudah compliance, maka tidak bisa dilakukan hal serupa karena mereka sudah memenuhi putusan, sehingga kita bersikap adil, itulah namanya penegakan hukum," ujar Frans Hendra Winarta.

Dia menambahkan, rekomendasi dari Peradin adalah sudah semestinya pemerintah Indonesia menggunakan Legal Assistance dari negara yang sama-sama anggota UNCAC PBB (United Nation Convention Against Corruption) untuk bekerja sama bilateral maupun multilateral guna melakukan penyitaan aset para obligor BLBI yang berada di luar negeri demi penyelamatan kas dan aset negara.

"Aset-aset yang berada di luar negeri tersebut terutama aset yang merupakan hasil dari tindak pidana pencucian uang (money laundering), atau dapat juga diusut dari unsur suap yang merupakan bagian dari tindak pidana korupsi," pungkasnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2502 seconds (0.1#10.140)