Investigasi vs Peninjauan Menyeluruh Covid-19?
loading...
A
A
A
Meskipun gagasan awal Australia ditolak, tetapi dari meluasnya klaim kemenangan Australia ini kita dapat memetik pelajaran. Pertama, Australia dapat membaca dan menganalisis sentimen masyarakat internasional yang menuntut penjelasan tentang akar yang menyebabkan virus korona ini bisa meledak dan menyebar ke seluruh dunia.
Sentimen ini wajar muncul dalam sebuah pandemi yang biasanya selalu diikuti oleh tidak adanya penjelasan yang memuaskan karena virus ini. Walaupun berasal dari keluarga virus MERS, Flu Burung, Flu Babi, tetaplah merupakan pengalaman baru yang skala dampaknya lebih besar.
Para pemimpin politik berkuasa di negara-negara yang tidak atau belum berhasil menanggulangi menyebarnya virus Covid-19 melihat usulan ini sebagai jalan keluar sementara untuk mengalihkan sentimen warganya yang semakin kritis pada pimpinannya.
Australia juga bisa membaca bahwa tetap ada kemungkinan negara-negara tersebut menolak usulan penyelidikan independen, tetapi tentu mengatakan hal tersebut sangatlah berisiko untuk tidak populer di dalam negerinya. Pembacaan ini tentu tidak lepas dari bekerjanya korps diplomatik Australia secara efektif, terutama di negara-negara kunci, dalam menyuplai informasi tentang profil negara yang menjadi sasaran diplomasi untuk dilobi.
Kedua, Australia berani mengejawantahkan gagasan itu secara konkret di panggung internasional walaupun tetap ada risiko tekanan dari China secara ekonomi dan politik. China adalah mitra ekonomi penting buat Australia. Dan, bukan pekerjaan yang mudah untuk mendapatkan dukungan dari 62 negara, khususnya negara berkembang, serta terus menambah jumlah dukungan dari negara-negara lain sehingga dobel jumlahnya dalam kurang dari satu minggu. Dengan keberanian tersebut, setidaknya kemudian Australia terlibat dalam menyusun draf resolusi investigasi kasus virus korona ini.
Keberanian ini tentu juga tidak lepas dari dukungan AS baik secara langsung atau tidak langsung. Dukungan AS juga bukan berarti membuat Australia menjadi tergantung AS karena beberapa hal Australia juga tetap otonom.
Misalnya keputusan Australia untuk ikut Bank Infrastruktur Asia pada 2015 yang dipimpin oleh China walaupun ditentang AS. Keputusan mengusulkan penyelidikan independen ini justru memberikan pesan kepada China bahwa Australia tetap otonom dan tidak tergantung dengan China meski menikmati keuntungan ekonomi dalam 20 tahun terakhir ini.
Kesimpulannya bahwa gagasan untuk menginvestigasi wabah virus korona walaupun kemudian dikompromikan menjadi peninjauan komprehensif agar bisa menerima dukungan banyak negara telah menempatkan kembali Australia dalam pusat perhatian diplomasi politik luar negeri dunia.
Posisi itu melengkapi kekuatan ekonomi Australia sebagai high-income country dengan PDB per kapita sebesar USD57.305, sementara Indonesia baru memasuki middle-income countries dengan pendapatan per kapita USD3.893.
Perbedaan kekuatan ekonomi ini sendiri bukan faktor yang menentukan apakah sebuah negara dapat mengambil posisi diplomasi yang kuat di panggung internasional. Faktor yang lebih utama adalah ideologi negara.
Sentimen ini wajar muncul dalam sebuah pandemi yang biasanya selalu diikuti oleh tidak adanya penjelasan yang memuaskan karena virus ini. Walaupun berasal dari keluarga virus MERS, Flu Burung, Flu Babi, tetaplah merupakan pengalaman baru yang skala dampaknya lebih besar.
Para pemimpin politik berkuasa di negara-negara yang tidak atau belum berhasil menanggulangi menyebarnya virus Covid-19 melihat usulan ini sebagai jalan keluar sementara untuk mengalihkan sentimen warganya yang semakin kritis pada pimpinannya.
Australia juga bisa membaca bahwa tetap ada kemungkinan negara-negara tersebut menolak usulan penyelidikan independen, tetapi tentu mengatakan hal tersebut sangatlah berisiko untuk tidak populer di dalam negerinya. Pembacaan ini tentu tidak lepas dari bekerjanya korps diplomatik Australia secara efektif, terutama di negara-negara kunci, dalam menyuplai informasi tentang profil negara yang menjadi sasaran diplomasi untuk dilobi.
Kedua, Australia berani mengejawantahkan gagasan itu secara konkret di panggung internasional walaupun tetap ada risiko tekanan dari China secara ekonomi dan politik. China adalah mitra ekonomi penting buat Australia. Dan, bukan pekerjaan yang mudah untuk mendapatkan dukungan dari 62 negara, khususnya negara berkembang, serta terus menambah jumlah dukungan dari negara-negara lain sehingga dobel jumlahnya dalam kurang dari satu minggu. Dengan keberanian tersebut, setidaknya kemudian Australia terlibat dalam menyusun draf resolusi investigasi kasus virus korona ini.
Keberanian ini tentu juga tidak lepas dari dukungan AS baik secara langsung atau tidak langsung. Dukungan AS juga bukan berarti membuat Australia menjadi tergantung AS karena beberapa hal Australia juga tetap otonom.
Misalnya keputusan Australia untuk ikut Bank Infrastruktur Asia pada 2015 yang dipimpin oleh China walaupun ditentang AS. Keputusan mengusulkan penyelidikan independen ini justru memberikan pesan kepada China bahwa Australia tetap otonom dan tidak tergantung dengan China meski menikmati keuntungan ekonomi dalam 20 tahun terakhir ini.
Kesimpulannya bahwa gagasan untuk menginvestigasi wabah virus korona walaupun kemudian dikompromikan menjadi peninjauan komprehensif agar bisa menerima dukungan banyak negara telah menempatkan kembali Australia dalam pusat perhatian diplomasi politik luar negeri dunia.
Posisi itu melengkapi kekuatan ekonomi Australia sebagai high-income country dengan PDB per kapita sebesar USD57.305, sementara Indonesia baru memasuki middle-income countries dengan pendapatan per kapita USD3.893.
Perbedaan kekuatan ekonomi ini sendiri bukan faktor yang menentukan apakah sebuah negara dapat mengambil posisi diplomasi yang kuat di panggung internasional. Faktor yang lebih utama adalah ideologi negara.