Hak Politik Dihapus, Munarman Eks FPI Bicara Soal Kekuasaan

Minggu, 31 Januari 2021 - 16:02 WIB
loading...
Hak Politik Dihapus,...
Mantan Sekretaris Umum FPI, Munarman. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - DPR sedang menggodok draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan atas UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada (RUU Pemilu).

(Baca juga: Aziz Klaim Laporan Penembakan 6 Laskar FPI Diterima Mahkamah Internasional)

Dalam draf itu, ada ketentuan mengenai tentang peserta pemilu, baik pemilu legislatif, pemilihan presiden dan wakil presiden, serta pemilihan kepala daerah.

(Baca juga: Polemik RUU Pemilu, Perlukah Hak Politik Eks Anggota HTI dan FPI Dihapus?)

Pada Pasal 182 diatur tentang larangan mantan anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Partai Komunis Indonesia (PKI) ikut pemilu atau tidak boleh berpartisipasi dalam pileg, pilpres dan pilkada. Singkatnya mereka tidak boleh menduduki jabatan publik, baik di eksekutif maupun legislatif.
Baca Juga: Pilkada Serentak Digelar 2024, Karier Kepala Daerah Putus di Tengah Jalan

Belakangan muncul isu hal yang sama diberlakukan terhadap mantan anggota Front Pembela Islam (FPI). Berbeda dengan pelarangan mantan anggota PKI dan HTI yang sudah jelas diatur dalam draf UU tersebut, mengenai hak politik FPI baru akan dibahas.

(Baca juga: Tanpa Proses Peradilan, Penghapusan Hak Politik Eks FPI-HTI adalah Diskriminasi)

Menanggapi isu ini, mantan Sekretaris Umum FPI, Munarman pun ikut berkomentar. Ia menilai, negara telah dikelola oleh pihak-pihak yang tidak tepat.

Munarman berpendapat, saat ini kekuasaan sedang dipegang oleh para ruwaibidhah. "Makanya seluruh kebijakan publik jadi rusak semua," ujar Munarman kepada SINDOnews, Minggu (31/1/2021).

Untuk memperjelas tentang pengertian atau dalil 'ruwaibidhah', Munarman pun menyertakan sebuah hadits yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Rasulullah SAW.

Baca Juga: PGI Bersyukur atas Kehadiran NU di Tengah Bangsa Indonesia

Sebagaimana informasi dari Rasulullah SAW.

"Akan tiba pada manusia tahun-tahun penuh kebohongan. Saat itu, orang bohong dianggap jujur. Orang jujur dianggap bohong. Pengkhianat dianggap amanah. Orang amanah dianggap pengkhianat. Ketika itu, orang 'Ruwaibidhah' berbicara. Ada yang bertanya, 'Siapa Ruwaibidhah itu?' Nabi menjawab, 'Orang bodoh yang mengurusi urusan orang umum." (HR Hakim)
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1458 seconds (0.1#10.140)