Dua Buron Kelas Kakap Djoko Tjandra dan Maria Pauline Ditangkap Tahun 2020

Kamis, 31 Desember 2020 - 01:18 WIB
loading...
Dua Buron Kelas Kakap Djoko Tjandra dan Maria Pauline Ditangkap Tahun 2020
Djoko Tjandra dan Maria Pauline Lumowa. Dok Sindonews
A A A
JAKARTA - Di tahun 2020 ini, terjadi penangkapan dua buronan kelas kakap yang melarikan ke luar negeri. Mereka adalah terpidana kasus hak tagih (cassie) Bank Bali, Djoko Tjandra yang buron selama 11 tahun dan Maria Pauline Lumowa yang telah menjadi buronan selama 17 tahun dalam kasus pembobolan bank senilai Rp1,7 triliun.

Penangkapan pertama dilakukan terhadap Maria Lumowa pada 8 Juli 2020 lewat proses ekstradisi. Pemerintah melalui Kemenkumham langsung menjemput buronan itu di Serbia. Proses itu juga melibatkan pihak dari Bareskrim Polri sebagai leading sector proses penegakan hukum Maria Lumowa.

(Baca Juga: Penyuap 2 Jenderal Polisi untuk Djoko Tjandra Divonis 2 Tahun Penjara)

"Dengan gembira, saya menyampaikan bahwa kami telah secara resmi menyelesaikan proses handing over atau penyerahan buronan atas nama Maria Pauline Lumowa dari Pemerintah Serbia," kata Menkumham Yasonna melalui keterangan tertulis kala itu, Rabu 8 Juli 2020.

Perkara Maria bermula pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, dimana Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau setara Rp 1,7 Triliun dengan kurs saat itu, kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.

(Baca Juga: Bobol BNI Rp1,7 Triliun, Maria Pauline Baru Kembalikan Rp500 Miliar)

Kini, Bareskrim Polri pun telah merampungkan berkas perkara dari Maria Lumowa dan telah tahap II atau pelimpahan barang bukti serta tersangka. Selanjutnya penangkapan Djoko Tjandra yang dilakukan pada pada 30 Juli 2020. Ia dijemput langsung oleh Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo beserta jajaran ke Malaysia.

Setibanya di Bandara Halim Perdana Kusuma, Djoko Tjandra yang buronan 11 tahun dan sempat mencoreng marwah lembaga penegak hukum itu digiring ke Bareskrim Polri dengan tangan terikat dan mengenakan rompi oranye khas seorang tahanan.

"Terhadap peritiwa tersebut pak Presiden perintahkan untuk cari keberadaan Djoko Tjandra dimanapun berada dan segera ditangkap untuk dituntaskan sehingga semua menjadi jelas, atas perintah tersebut kepada Kapolri maka Kapolri bentuk tim khusus yang kemudian, secara intensif mencari keberadaan Djoko Tjandra," kata Sigit di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, Kamis 30 Juli 2020 malam.

(Baca Juga: Hormati Vonis Hakim 2,5 Tahun, Djoko Tjandra Masih Pikir-pikir)

Djoko Tjandra sendiri dianggap telah mencoreng marwah lembaga penegak hukum lantaran sebelum ditangkap dia masuk ke Indonesia untuk mengurus pengajuan Peninjauan Kembali (PK) pada 8 Juni di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Kala itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengaku tidak kaget bahwa Bareskrim melakukan penjemputan terhadap Djoko Tjandra. Mengingat, sudah ada rencana operasi penangkapan yang diinisiasi oleh Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo.

"Tanggal 20 Juli, 10 hari lalu hari Senin saya itu undang rapat lintas kementerian. Polri, Kejaksaan Agung, Kemenkum HAM, Kemendagri, Menlu saya undang semua untuk merencanakan satu apa namanya semacam operasi. Tetapi sebelum rapat berlangsung, rapat itu diselenggarakan jam 17.30 sore, jam 11.30 tiba-tiba Kabareskrim datang, Pak Listyo Sigit ke kantor saya. Itu tanggal 20, minggu lalu. Dia nyatakan polisi sudah siapkan sebuahpenangkapan," papar Mahfud ketika itu.

Mendengar penjelasan operasi penangkapan itu, Mahfud merestui langkah yang diambil Kepolisian. Bahkan, rencana itu, hanya diketahui Presiden Joko Widodo, Kapolri Jenderal Idham Azis, dan dirinya.

(Baca Juga: Jadi Justice Collaborator, Perantara Suap Djoko Tjandra Dituntut 1,5 Tahun)

Bahkan, kasus pengungkapan Djoko Tjandra ini sendiri akhirnya mengemukakan beberapa fakta yang mencenangkan. Diantaranya adalah, melibatkan dua oknum jenderal yakni, Brigjen Prasetijo Utomo dan Irjen Napoleon Bonaparte.

Brigjen Prasetijo Utomo terlibat dalam kasus dugaan surat jalan palsu dan suap penghapusan Red Notice. Sedangkan, Irjen Napoleon Bonaparte diduga terlibat dalam suap penghapusan Red Notice.

"Saya sudah meminta agar informasi terkait surat jalan tersebut agar di dalami Div Propam Polri dan usut tuntas siapapun yang terlibat, dan kalau memang terbukti akan lakukan tindakan tegas terhadap oknum yang terlibat, ini untuk menjaga marwah institusi, sekaligus peringatan keras bagi seluruh anggota yang lain untuk tidak melakukan pelanggaran yang dapat merugikan dan merusak nama baik institusi, kami sedang berbenah untuk bisa memberikan pelayanan yang lebih profesional dan membentuk penegak hukum yang bersih, dan dipercaya masyarakat, terhadap komitmen tersebut bagi anggota yang tidak bisa mengikuti silahkan untuk mundur dari Bareskrim," papar Kabareskrim Sigit beberapa waktu lalu.

(Baca Juga: Imigrasi Akui Status Buron Djoko Tjandra Dihapus atas Permintaan Mabes Polri)

Selain kedua oknum jenderal itu, Bareskrim menerapkan Tommy Sumardi dan Anita Kolopaking serta Djoko Tjandra sebagai tersangka. Untuk Anita Kolopaking dijerat karena diduga terlibat dalam kasus dugaan surat jalan palsu. Sementara, Tommy dalam perkara suap penghapusan Red Notice.

Saat ini, kesemua orang yang terlibat itu sudah masuk ke ranah persidangan setelah proses panjang penyelesaian berkas oleh penyidik Bareskrim Polri.
(ymn)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1617 seconds (0.1#10.140)