Membangun Sumber Daya Manusia dari Hulu
loading...
A
A
A
Muktiani Asrie Suryaningrum, S.Sos, MPH
Penata Kependudukan dan KB Ahli Madya BKKBN
Pengurus Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI)
DINAMIKA kependudukan selalu menjadi perhatian utama karena merupakan salah satu dasar perencanaan pembangunan suatu negara. Perserikatan Bangsa Bangsa (2022) mengestimasi bahwa pada tanggal 15 November 2022, penduduk dunia telah mencapai 8 (delapan) miliar jiwa penduduk.
Jumlah penduduk Indonesia tercatat sebanyak 270 juta jiwa pada tahun 2020 sesuai hasil Sensus Penduduk 2020. Per tanggal 24 Juni 2022, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil) memperkirakan jumlah penduduk di Indonesia sebanyak 279,36 juta jiwa (Kemendagri, 2022) sehingga menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia. Selama 25 tahun ke depan, Indonesia diperkirakan akan mengalami pertumbuhan penduduk yang sangat besar sebanyak 67 juta jiwa (Bappenas dkk., 2018). Dengan jumlah maupun penambahan penduduk yang besar, maka Indonesia akan terus-menerus berhadapan dengan berbagai masalah terkait kependudukan.
Hasil Sensus Penduduk (SP) tahun 2020 menunjukkan jumlah penduduk Indonesia mencapai 270,20 juta jiwa atau mengalami peningkatan sebesar 32,56 juta jiwa dibandingkan hasil SP 2010 sebesar 237,5 juta jiwa, dengan Laju Pertambahan Penduduk (LPP) per tahun sekitar 1,25 persen. Walaupun terjadi penurunan LPP dibanding periode 2000–2010 yang sebesar 1,49%. Jumlah penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai sekitar 318,9 juta jiwa pada tahun 2045 (BPS 2021). Sensus Penduduk tahun 2020 juga menunjukkan proporsi usia produktif 15–64 tahun mencapai 70,72%, sehingga Indonesia masih dalam masa bonus demografi, namun persentase penduduk lansia terus mengalami peningkatan dari 7,59% pada SP 2010 menjadi 9,78% pada SP 2020. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia sudah mulai masuk ke dalam struktur penduduk yang menua (ageing population).
Banyak permasalah kependudukan yang terkait dengan derajat kesehatan masyarakat. Fenomena pernikahan anak di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan laporan statistik Indonesia ada 1,7 juta pernikahan pada tahun 2022. Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah pernikahan terbanyak nasional sepanjang 2022 yaitu mencapai 336.912 pernikahan atau sebanyak 19,75% dari total pernikahan nasional.
Pernikahan anak berdampak pada tingginya angka kehamilan remaja yang tidak direncanakan sebesar 7,1 % (Kemenag). Menurut Riskesdas, 30-40% kehamilan ibu di usia muda berakhir dengan kelahiran prematur ini disebabkan karena remaja putri (15-19 tahun) yang berisiko Kurang Energi Kronik (KEK) sebesar 36,3%, anemia sebesar 37,1%. Kondisi tersebut menyumbang kematian ibu dan bayi. Hal ini dapat dilihat masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) 305 per 100.000 Kelahiran Hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) 16,85 per 1.000 kelahiran hidup.
Selain itu pernikahan usia anak menjadi salah satu penyebab anak-anak Indonesia alami stunting. Terdapat 43,5% kasus stunting terjadi pada batita dengan ibu berusia 14-15 tahun dan 22,4% kasus pada ibu berumur 16-17 tahun. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, Angka Stunting Indonesia mengalami penurunan yaitu 21,6%. Namun, angka ini masih jauh dari target pemerintah yakni 14% pada tahun 2024. Angka balita wasting (penurunan berat badan) meningkat 0.6 % dari 7,1 % (2021) menjadi 7,7 %. Sementara, underweight (berat badan kurang) naik 0,1 % dari 17,0 (2021) menjadi 17,1 %.
Tren penyebab kematian merupakan karakteristik yang mendasari tahapan transisi epidemiologi. WHO dan Bank Dunia dalam laporannya juga menyatakan bahwa 7 dari 10 penyebab utama kematian pada tahun 2019 adalah penyakit tidak menular, menyumbang 44% dari semua kematian global atau 80% dari 10 besar (UNICEF/WHO/ World Bank 2021). Kondisi ini jika tidak ditangani dengan baik maka akan berdampak pada pencapaian Visi Indonesia sebagaimana telah ditetapkan pemerintah yaitu: menciptakan SDM Unggul, Indonesia Maju, Generasi Emas 2045.
Dalam menyiapkan penduduk berkualitas menuju Indonesia Emas 2045 perlu dilakukan upaya menjaga keseimbangan pertumbuhan penduduk dan penurunan angka kematian, pengarahan mobilitas penduduk, peningkatan kualitas penduduk pada seluruh dimensinya, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, sehingga negara dapat menghasilkan sumber daya manusia yang tangguh bagi pembangunan dan ketahanan nasional, serta menikmati hasil pembangunan secara adil dan merata agar mampu bersaing dengan bangsa lain untuk dapat tetap eksis.
Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa, setidaknya ada lima kebijakan yang perlu diterapkan oleh pemerintah untuk mengantisipasi perubahan demografi yang terjadi di masa datang. Pertama, pemerintah perlu mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang. Kedua, pemerintah harus memastikan kesenjangan kualitas sumber daya manusia. Ketiga, pemerintah perlu menunjang penambahan penduduk lansia di masa yang akan datang. Keempat, pemerintah sebaiknya mendorong perpindahan penduduk sehingga persebaran penduduk menjadi lebih merata. Kelima, pemerintah perlu menjaga keseimbangan pembangunan desa dan kota.
Penata Kependudukan dan KB Ahli Madya BKKBN
Pengurus Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI)
DINAMIKA kependudukan selalu menjadi perhatian utama karena merupakan salah satu dasar perencanaan pembangunan suatu negara. Perserikatan Bangsa Bangsa (2022) mengestimasi bahwa pada tanggal 15 November 2022, penduduk dunia telah mencapai 8 (delapan) miliar jiwa penduduk.
Jumlah penduduk Indonesia tercatat sebanyak 270 juta jiwa pada tahun 2020 sesuai hasil Sensus Penduduk 2020. Per tanggal 24 Juni 2022, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil) memperkirakan jumlah penduduk di Indonesia sebanyak 279,36 juta jiwa (Kemendagri, 2022) sehingga menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia. Selama 25 tahun ke depan, Indonesia diperkirakan akan mengalami pertumbuhan penduduk yang sangat besar sebanyak 67 juta jiwa (Bappenas dkk., 2018). Dengan jumlah maupun penambahan penduduk yang besar, maka Indonesia akan terus-menerus berhadapan dengan berbagai masalah terkait kependudukan.
Hasil Sensus Penduduk (SP) tahun 2020 menunjukkan jumlah penduduk Indonesia mencapai 270,20 juta jiwa atau mengalami peningkatan sebesar 32,56 juta jiwa dibandingkan hasil SP 2010 sebesar 237,5 juta jiwa, dengan Laju Pertambahan Penduduk (LPP) per tahun sekitar 1,25 persen. Walaupun terjadi penurunan LPP dibanding periode 2000–2010 yang sebesar 1,49%. Jumlah penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai sekitar 318,9 juta jiwa pada tahun 2045 (BPS 2021). Sensus Penduduk tahun 2020 juga menunjukkan proporsi usia produktif 15–64 tahun mencapai 70,72%, sehingga Indonesia masih dalam masa bonus demografi, namun persentase penduduk lansia terus mengalami peningkatan dari 7,59% pada SP 2010 menjadi 9,78% pada SP 2020. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia sudah mulai masuk ke dalam struktur penduduk yang menua (ageing population).
Banyak permasalah kependudukan yang terkait dengan derajat kesehatan masyarakat. Fenomena pernikahan anak di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan laporan statistik Indonesia ada 1,7 juta pernikahan pada tahun 2022. Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah pernikahan terbanyak nasional sepanjang 2022 yaitu mencapai 336.912 pernikahan atau sebanyak 19,75% dari total pernikahan nasional.
Pernikahan anak berdampak pada tingginya angka kehamilan remaja yang tidak direncanakan sebesar 7,1 % (Kemenag). Menurut Riskesdas, 30-40% kehamilan ibu di usia muda berakhir dengan kelahiran prematur ini disebabkan karena remaja putri (15-19 tahun) yang berisiko Kurang Energi Kronik (KEK) sebesar 36,3%, anemia sebesar 37,1%. Kondisi tersebut menyumbang kematian ibu dan bayi. Hal ini dapat dilihat masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) 305 per 100.000 Kelahiran Hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) 16,85 per 1.000 kelahiran hidup.
Selain itu pernikahan usia anak menjadi salah satu penyebab anak-anak Indonesia alami stunting. Terdapat 43,5% kasus stunting terjadi pada batita dengan ibu berusia 14-15 tahun dan 22,4% kasus pada ibu berumur 16-17 tahun. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, Angka Stunting Indonesia mengalami penurunan yaitu 21,6%. Namun, angka ini masih jauh dari target pemerintah yakni 14% pada tahun 2024. Angka balita wasting (penurunan berat badan) meningkat 0.6 % dari 7,1 % (2021) menjadi 7,7 %. Sementara, underweight (berat badan kurang) naik 0,1 % dari 17,0 (2021) menjadi 17,1 %.
Tren penyebab kematian merupakan karakteristik yang mendasari tahapan transisi epidemiologi. WHO dan Bank Dunia dalam laporannya juga menyatakan bahwa 7 dari 10 penyebab utama kematian pada tahun 2019 adalah penyakit tidak menular, menyumbang 44% dari semua kematian global atau 80% dari 10 besar (UNICEF/WHO/ World Bank 2021). Kondisi ini jika tidak ditangani dengan baik maka akan berdampak pada pencapaian Visi Indonesia sebagaimana telah ditetapkan pemerintah yaitu: menciptakan SDM Unggul, Indonesia Maju, Generasi Emas 2045.
Dalam menyiapkan penduduk berkualitas menuju Indonesia Emas 2045 perlu dilakukan upaya menjaga keseimbangan pertumbuhan penduduk dan penurunan angka kematian, pengarahan mobilitas penduduk, peningkatan kualitas penduduk pada seluruh dimensinya, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, sehingga negara dapat menghasilkan sumber daya manusia yang tangguh bagi pembangunan dan ketahanan nasional, serta menikmati hasil pembangunan secara adil dan merata agar mampu bersaing dengan bangsa lain untuk dapat tetap eksis.
Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa, setidaknya ada lima kebijakan yang perlu diterapkan oleh pemerintah untuk mengantisipasi perubahan demografi yang terjadi di masa datang. Pertama, pemerintah perlu mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang. Kedua, pemerintah harus memastikan kesenjangan kualitas sumber daya manusia. Ketiga, pemerintah perlu menunjang penambahan penduduk lansia di masa yang akan datang. Keempat, pemerintah sebaiknya mendorong perpindahan penduduk sehingga persebaran penduduk menjadi lebih merata. Kelima, pemerintah perlu menjaga keseimbangan pembangunan desa dan kota.