Ancaman Lingkungan dalam Pembangunan
loading...
A
A
A
Adapun dari berbagai jenis bencana alam, kerugian terbesar disebabkan oleh kekeringan. Nilai kerugiannya mencapai 74% dari total kerugian tahunan secara nasional. Salah satu kekeringan paling parah terjadi pada kurun 2015-2016 saat El Nino melanda. Akibatnya, cadangan air menyusut secara drastis di sejumlah wilayah.
Banyak lahan pertanian mengalami kekeringan dan pasokan air bersih ke warga juga terganggu. Saat itu, produksi padi nasional turun hingga 11,5% atau setara 7 juta ton. Kekeringan kembali terulang pada 2019 yang menyebabkan produksi padi susut 7,8%.
Bencana kekeringan ini berdampak langsung pada kegagalan panen sehingga menurunkan produksi pangan dan mendorong kenaikan harga pangan. Implikasi jangka panjangnya dapat mengancam ketahanan pangan Indonesia.
Dewasa ini, ketahanan pangan nasional Indonesia kerapkali dihadapkan pada tantangan yang tak mudah, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Salah satu dimensi terbaru adalah perubahan iklim dan cuaca ekstrem akibat pemanasan global yang tidak terduga langsung berdampak pada ketahanan pangan nasional.
Kaitannya sekilas tampak jauh, namun sesungguhnya sangat berpengaruh. Pemanasan global menimbulkan perubahan iklim dan cuaca ekstrem. Iklim dan cuaca menjadi serba tidak pasti dan kadang berubah drastis tidak lagi mengikuti ritme iklim tropis dua musim penghujan dan musim kering, melainkan dalam ritme tumpang-tindih keduanya, hujan di musim kering, pun kering di musim hujan.
Selain kekeringan, tiga bencana lain yang berdampak signifikan adalah banjir, wabah penyakit, dan gempa bumi. Ketiganya menyumbang kerugian sekitar 16% secara nasional. Dana iklim sangat berperan penting dalam menuntaskan persoalan tersebut.
Oleh sebab itu, salah satu tujuan pemetaan tantangan terbesar itu adalah menekan dampak kehilangan secara valuasi ekonomi yang jauh lebih besar. Artinya, pemerintah perlu segera melakukan upaya mitigasi guna memperbaiki kualitas lingkungan.
Segala upaya pemerintah dalam memitigasi perubahan iklim dapat ditempuh secara optimal melalui perencanaan keuangan yang tepat. Apabila Indonesia melewatkan kesempatan memperbaiki kualitas lingkungan di tengah krisis iklim ini, ratusan triliun rupiah akan hilang.
Kajian Bappenas dalam dokumen Climate Resilience Development Policy 2020-2045 menunjukkan bahwa kerugian finansial karena krisis iklim hingga tahun 2024 mencapai Rp 544,93 triliun. Perhitungan tersebut didasarkan pada empat sektor utama, yaitu pesisir, air, pertanian, dan kesehatan.
Mitigasi Melalui Kolaborasi dan Teknologi
Demi mengurangi beban APBN yang diakibatkan oleh perubahan iklim, investasi dalam adaptasi dan mitigasi menjadi sangat penting. Adaptasi mencakup investasi dalam infrastruktur yang tahan terhadap bencana alam, pengembangan teknologi pertanian yang lebih tahan terhadap fluktuasi cuaca, hingga promosi praktik pertanian yang berkelanjutan.
Banyak lahan pertanian mengalami kekeringan dan pasokan air bersih ke warga juga terganggu. Saat itu, produksi padi nasional turun hingga 11,5% atau setara 7 juta ton. Kekeringan kembali terulang pada 2019 yang menyebabkan produksi padi susut 7,8%.
Bencana kekeringan ini berdampak langsung pada kegagalan panen sehingga menurunkan produksi pangan dan mendorong kenaikan harga pangan. Implikasi jangka panjangnya dapat mengancam ketahanan pangan Indonesia.
Dewasa ini, ketahanan pangan nasional Indonesia kerapkali dihadapkan pada tantangan yang tak mudah, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Salah satu dimensi terbaru adalah perubahan iklim dan cuaca ekstrem akibat pemanasan global yang tidak terduga langsung berdampak pada ketahanan pangan nasional.
Kaitannya sekilas tampak jauh, namun sesungguhnya sangat berpengaruh. Pemanasan global menimbulkan perubahan iklim dan cuaca ekstrem. Iklim dan cuaca menjadi serba tidak pasti dan kadang berubah drastis tidak lagi mengikuti ritme iklim tropis dua musim penghujan dan musim kering, melainkan dalam ritme tumpang-tindih keduanya, hujan di musim kering, pun kering di musim hujan.
Selain kekeringan, tiga bencana lain yang berdampak signifikan adalah banjir, wabah penyakit, dan gempa bumi. Ketiganya menyumbang kerugian sekitar 16% secara nasional. Dana iklim sangat berperan penting dalam menuntaskan persoalan tersebut.
Oleh sebab itu, salah satu tujuan pemetaan tantangan terbesar itu adalah menekan dampak kehilangan secara valuasi ekonomi yang jauh lebih besar. Artinya, pemerintah perlu segera melakukan upaya mitigasi guna memperbaiki kualitas lingkungan.
Segala upaya pemerintah dalam memitigasi perubahan iklim dapat ditempuh secara optimal melalui perencanaan keuangan yang tepat. Apabila Indonesia melewatkan kesempatan memperbaiki kualitas lingkungan di tengah krisis iklim ini, ratusan triliun rupiah akan hilang.
Kajian Bappenas dalam dokumen Climate Resilience Development Policy 2020-2045 menunjukkan bahwa kerugian finansial karena krisis iklim hingga tahun 2024 mencapai Rp 544,93 triliun. Perhitungan tersebut didasarkan pada empat sektor utama, yaitu pesisir, air, pertanian, dan kesehatan.
Mitigasi Melalui Kolaborasi dan Teknologi
Demi mengurangi beban APBN yang diakibatkan oleh perubahan iklim, investasi dalam adaptasi dan mitigasi menjadi sangat penting. Adaptasi mencakup investasi dalam infrastruktur yang tahan terhadap bencana alam, pengembangan teknologi pertanian yang lebih tahan terhadap fluktuasi cuaca, hingga promosi praktik pertanian yang berkelanjutan.