Ancaman Lingkungan dalam Pembangunan
loading...
A
A
A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
ANOMALI iklim dan cuaca yang semakin sering terjadi, merupakan fenomena nyata bahwa telah terjadinya perubahan iklim yang sangat signifikan di semua belahan dunia (global climate change). Minggu-minggu ini hujan sudah mulai turun di beberapa wilayah, sebelumnya gelombang temperatur udara panas telah melanda, kemarau yang lebih panjang, sehingga menyebabkan krisis pangan dan mendorong kenaikan bahan pokok (terutama cabai) yang berujung naiknya inflasi.
Penebangan hutan secara liar dan tidak terkendali, penggunaan gas freon dan pestisida kimia secara berlebihan, pencemaran udara oleh pabrik maupun kendaraan bermotor, penggunaan plastik dan benda lain yang sulit terurai dalam tanah dan berbagai tindakan atau prilaku tidak peduli kepada lingkungan yang dilakukan baik secara sadar maupun tidak sadar. Alhasil, tindakan atau perilaku tersebut pun kemudian berdampak pada kenaikan suhu permukaan bumi atau pemanasan global (global warming).
Perubahan iklim seperti kita ketahui akan mempengaruhi produksi sektor pangan, yang akhirnya akan berdampak pada stabilitas makroekonomi. World Economic Forum (2021) menjelaskan bahwa total potensi penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) dunia pada tahun 2050 berkisar antara 4%-18%. Selain itu, Kementerian Keuangan (2022) juga memperkirakan bahwa Indonesia akan terkena dampak sebesar 0,66% hingga 3,45% dari PDB Indonesia pada tahun 2030 karena perubahan iklim.
Pada sektor pertanian, menurunnya kualitas, kesuburan dan daya dukung lahan, menyebabkan produktivitas hasil pertanian juga ikut menurun, begitu juga dengan ketersediaan air yang semakin terbatas dan kualitasnyapun yang semakin menurun, juga menjadi penyebab terus anjloknya produksi pertanian. Begitu pula pada Sektor perkebunan yang juga terkena dampak perubahan iklim.
Tanaman seperti kopi, teh, cokelat, dan buah-buahan tropis sangat rentan terhadap fluktuasi suhu dan curah hujan. Penurunan hasil dan kualitas produk perkebunan telah menjadi kenyataan di banyak daerah.
Tak hanya itu, di sektor perikanan juga menghadapi perubahan drastis dalam komposisi dan migrasi ikan sebagai akibat dari perubahan suhu laut. Hal tersebut berdampak langsung pada nelayan dan pasokan ikan. Beberapa spesies ikan menjadi sulit ditemui di perairan yang biasanya menjadi sumber daya penting.
Dampak Perubahan Iklim Terhadap Beban APBN
Perubahan iklim menjadi salah satu tantangan besar pembangunan nasional. Selain ketidakpastian berbagai sektor perekonomian, perubahan iklim mampu mendorong pada titik nadir pembangunan. Oleh karena itu, skema pendanaan iklim menjadi salah satu pilar yang mampu memitigasi ketidakmampuan negara dalam membiayai kerusakan dan kerugian krisis iklim.
Saat ini, pemerintah Indonesia harus mengalokasikan dana yang signifikan untuk mengatasi perubahan iklim, termasuk mitigasi (upaya mengurangi emisi gas rumah kaca) dan adaptasi (upaya beradaptasi dengan dampak perubahan iklim). Anggaran alokasi APBN diperkirakan akan terus melonjak seiring dengan makin buruknya kondisi lingkungan bumi.
Berdasarkan skenario IPCC (panel pemerintah tentang perubahan iklim) dengan level sedang, yaitu representative concentration pathway (RCP) 4,5, nilai APBN yang disalurkan naik mencapai 3,6% (USD37,1 miliar atau Rp560 triliun). Apabila dengan skenario level berat, yaitu RCP 8,5, nilai APBN yang dibelanjakan meningkat hingga 4,2% atau senilai USD44,2 miliar atau Rp667 triliun.
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
ANOMALI iklim dan cuaca yang semakin sering terjadi, merupakan fenomena nyata bahwa telah terjadinya perubahan iklim yang sangat signifikan di semua belahan dunia (global climate change). Minggu-minggu ini hujan sudah mulai turun di beberapa wilayah, sebelumnya gelombang temperatur udara panas telah melanda, kemarau yang lebih panjang, sehingga menyebabkan krisis pangan dan mendorong kenaikan bahan pokok (terutama cabai) yang berujung naiknya inflasi.
Penebangan hutan secara liar dan tidak terkendali, penggunaan gas freon dan pestisida kimia secara berlebihan, pencemaran udara oleh pabrik maupun kendaraan bermotor, penggunaan plastik dan benda lain yang sulit terurai dalam tanah dan berbagai tindakan atau prilaku tidak peduli kepada lingkungan yang dilakukan baik secara sadar maupun tidak sadar. Alhasil, tindakan atau perilaku tersebut pun kemudian berdampak pada kenaikan suhu permukaan bumi atau pemanasan global (global warming).
Perubahan iklim seperti kita ketahui akan mempengaruhi produksi sektor pangan, yang akhirnya akan berdampak pada stabilitas makroekonomi. World Economic Forum (2021) menjelaskan bahwa total potensi penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) dunia pada tahun 2050 berkisar antara 4%-18%. Selain itu, Kementerian Keuangan (2022) juga memperkirakan bahwa Indonesia akan terkena dampak sebesar 0,66% hingga 3,45% dari PDB Indonesia pada tahun 2030 karena perubahan iklim.
Pada sektor pertanian, menurunnya kualitas, kesuburan dan daya dukung lahan, menyebabkan produktivitas hasil pertanian juga ikut menurun, begitu juga dengan ketersediaan air yang semakin terbatas dan kualitasnyapun yang semakin menurun, juga menjadi penyebab terus anjloknya produksi pertanian. Begitu pula pada Sektor perkebunan yang juga terkena dampak perubahan iklim.
Tanaman seperti kopi, teh, cokelat, dan buah-buahan tropis sangat rentan terhadap fluktuasi suhu dan curah hujan. Penurunan hasil dan kualitas produk perkebunan telah menjadi kenyataan di banyak daerah.
Tak hanya itu, di sektor perikanan juga menghadapi perubahan drastis dalam komposisi dan migrasi ikan sebagai akibat dari perubahan suhu laut. Hal tersebut berdampak langsung pada nelayan dan pasokan ikan. Beberapa spesies ikan menjadi sulit ditemui di perairan yang biasanya menjadi sumber daya penting.
Dampak Perubahan Iklim Terhadap Beban APBN
Perubahan iklim menjadi salah satu tantangan besar pembangunan nasional. Selain ketidakpastian berbagai sektor perekonomian, perubahan iklim mampu mendorong pada titik nadir pembangunan. Oleh karena itu, skema pendanaan iklim menjadi salah satu pilar yang mampu memitigasi ketidakmampuan negara dalam membiayai kerusakan dan kerugian krisis iklim.
Saat ini, pemerintah Indonesia harus mengalokasikan dana yang signifikan untuk mengatasi perubahan iklim, termasuk mitigasi (upaya mengurangi emisi gas rumah kaca) dan adaptasi (upaya beradaptasi dengan dampak perubahan iklim). Anggaran alokasi APBN diperkirakan akan terus melonjak seiring dengan makin buruknya kondisi lingkungan bumi.
Berdasarkan skenario IPCC (panel pemerintah tentang perubahan iklim) dengan level sedang, yaitu representative concentration pathway (RCP) 4,5, nilai APBN yang disalurkan naik mencapai 3,6% (USD37,1 miliar atau Rp560 triliun). Apabila dengan skenario level berat, yaitu RCP 8,5, nilai APBN yang dibelanjakan meningkat hingga 4,2% atau senilai USD44,2 miliar atau Rp667 triliun.