Masalah Transaksi Keuangan yang Mencurigakan
loading...
A
A
A
Masalah yang masih dihadapi dalam rangka pencegahan dan pemberantasan pencucian uang adalah masalah teknis dan masalah koordinasi antara Lembaga penegak hukum dan kementerian serta PPATK. Contoh terakhir yang kita saksikan bersama, antara lain laporan STR dari PPATK sejak 2009 hingga saat ini ke Kemenkeu tidak pernah diproses lebih lanjut atau dan tidak sampai pada proses penyelidikan , penyidikan dan penuntutan. Begitupula halnya laporan STR PPATK ke kementrian lainnya.
Mengapa hal tersebut terjadi? Dalam perkiraan penulis, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai penerima laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) tidak mampu melanjutkan laporan PPATK ke tahap klarifikasi sampai pada analisia dan kesimpulan serta rekomendasi akhir untuk dilanjutkan atau tidak dilanjutkan ke tahap langkah hukum pro justitia di satu sisi. Dan, di sisi lain peran inspektorat di tiap kementerian/lembaga tidak mau (unwilling) atau tidak mampu (unable) menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.
Kajian atas UU TPPU menunjukkan bahwa, sebagai UU dalam bidang penegakan hukum, kedudukan PPATK tidak jelas apakah ia sebagai lembaga penegakan hukum atau lembaga negara sebagai pembantu penegakan hukum. Hal ini disebabkan sebagai lembaga terdepan dan strategis PPATK tidak memiliki kewenangan hukum pro justitia. Itu sebagaimana tampak dari ketentuan Pasal 40 mengenai fungsi dan wewenang PPATK; a. pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang; b. pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK; c. pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan d. analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Pasal 41 (1) UU TPPU.
Dalam melaksanakan fungsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf a, PPATK berwenang: a. meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi, termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu; b. menetapkan pedoman identifikasi transaksi keuangan mencurigakan; c. mengoordinasikan upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang dengan instansi terkait; d. memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang; e. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi dan forum internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang; f. menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan antipencucian uang; dan g. menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Beranjak dari ketentuan mengenai fungsi, tugas dan wewenang PPATK di atas jelas bahwa lembaga tersebut adalah pendukung lembaga aparat penegak hokum, bukan lembaga penyelidikan apalagi penyidikan. Dapat dikatakan bahwa lembaga PPATK memiliki tugas dan wewenang yang sangat terbatas; bahan informasi merupakan raw materials yang masih harus disisir kembali untuk menentukan ada tidaknya tindak pidana asal. Dan, tugas tersebut memerlukan waktu yang tidak singkat.
Contoh kasus BG dan HP, KPK mengakui memperoleh laporan PPATK akan tetapi masih sebatas dana yang mencurigakan dan belum sama sekali ada temuan indikasi ada tidaknya predicate offence. Setelahnya yang terjadi kemudian penetapan BG dan HP sebagai tersangka oleh KPK, dibatalkan oleh Hakim Praperadilan PN Jakarta Selatan
Dalam kasus tersebut mencerminkan bahwa koordinasi dan batas kewenangan antarA PPATK dan aparat penegak hukum patut diperhatikan kedua lembaga tersebut dan tidak bersifat ego-sektoral satu sama lain.
Mengapa hal tersebut terjadi? Dalam perkiraan penulis, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai penerima laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) tidak mampu melanjutkan laporan PPATK ke tahap klarifikasi sampai pada analisia dan kesimpulan serta rekomendasi akhir untuk dilanjutkan atau tidak dilanjutkan ke tahap langkah hukum pro justitia di satu sisi. Dan, di sisi lain peran inspektorat di tiap kementerian/lembaga tidak mau (unwilling) atau tidak mampu (unable) menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.
Kajian atas UU TPPU menunjukkan bahwa, sebagai UU dalam bidang penegakan hukum, kedudukan PPATK tidak jelas apakah ia sebagai lembaga penegakan hukum atau lembaga negara sebagai pembantu penegakan hukum. Hal ini disebabkan sebagai lembaga terdepan dan strategis PPATK tidak memiliki kewenangan hukum pro justitia. Itu sebagaimana tampak dari ketentuan Pasal 40 mengenai fungsi dan wewenang PPATK; a. pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang; b. pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK; c. pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan d. analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Pasal 41 (1) UU TPPU.
Dalam melaksanakan fungsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf a, PPATK berwenang: a. meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi, termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu; b. menetapkan pedoman identifikasi transaksi keuangan mencurigakan; c. mengoordinasikan upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang dengan instansi terkait; d. memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang; e. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi dan forum internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang; f. menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan antipencucian uang; dan g. menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Beranjak dari ketentuan mengenai fungsi, tugas dan wewenang PPATK di atas jelas bahwa lembaga tersebut adalah pendukung lembaga aparat penegak hokum, bukan lembaga penyelidikan apalagi penyidikan. Dapat dikatakan bahwa lembaga PPATK memiliki tugas dan wewenang yang sangat terbatas; bahan informasi merupakan raw materials yang masih harus disisir kembali untuk menentukan ada tidaknya tindak pidana asal. Dan, tugas tersebut memerlukan waktu yang tidak singkat.
Contoh kasus BG dan HP, KPK mengakui memperoleh laporan PPATK akan tetapi masih sebatas dana yang mencurigakan dan belum sama sekali ada temuan indikasi ada tidaknya predicate offence. Setelahnya yang terjadi kemudian penetapan BG dan HP sebagai tersangka oleh KPK, dibatalkan oleh Hakim Praperadilan PN Jakarta Selatan
Dalam kasus tersebut mencerminkan bahwa koordinasi dan batas kewenangan antarA PPATK dan aparat penegak hukum patut diperhatikan kedua lembaga tersebut dan tidak bersifat ego-sektoral satu sama lain.
(bmm)