Peran Kampus Lahirkan Pilpres Berkualitas
loading...
A
A
A
Begitupula dalam konteks pilpres, presiden adalah aktor utama yang akan mengelola anggaran dan kebijakan publik yang dihasilkan. Walaupun nantinya akan didampingi oleh para birokrat dan teknokrat dalam menjalankan pemerintahanya, kemampuan dan kapasitas yang dimiliki seorang presiden dalam memahami peta permasalahan, melihat potensi dan peluang yang dimiliki serta memberikan solusi dalam setiap persoalan bangsa mutlak diperlukan.
Hal tersebut tercermin dalam setiap rancangan undang-undang (RUU) yang diajukan sebagai dasar dalam menentukan kebijakan pemerintahannya. Semakin baik kualitas UU yang dihasilkan, maka kualitas pembangunan yang dihasilkan juga akan semakin baik.
Debat Capres di Kampus
Keberadaan kampus untuk terlibat dalam proses pemilu sangat penting dan strategis. Sebagai kawah candradimuka para akademisi, ilmuan dan mahasiswa, kampus bisa menjadi tempat untuk menguji “isi kepala” yang dimiliki oleh para calon presiden.
Tidak hanya sebatas dokumen visi-misi yang dikerjakan oleh para-tim sukses yang relatif sama dengan setiap calon presiden (capres) yang lain, akan tetapi langsung memberikan ide, gagasan dan solusi dalam menyelesaikan persoalan bangsa. Mimik dan gestur tubuh para capres sangat penting untuk mengetahui respons mereka terhadap sebuah persoalaam, sebagaimana yang selalu kita saksikan dalam debat calon presiden AS di kampus-kampus yang sudah ditentukan, mulai saat konvensi calon dari partai, hingga debat capres yang sesungguhnya.
Maruah kampus sebagai salah satu pilar demokrasi yang penting perlu terus dijaga. Jangan sampai kampus hanya menjadi penonton di ujung stadion ketika pertandingan berlangsung. Kampus juga tidak hanya sekadar menjadi menara gading yang berjarak dengan agenda-agenda demokrasi penting seperti pemilu. Sehingga tujuan untuk menghadirkan demokrasi yang substantif bisa segera diwujudkan.
Oleh sebab itu, kampus harus mengambil peran untuk memastikan kualitas capres yang akan bertanding layak untuk memimpin bangsa dan negara besar seperti Indonesia.
Netralitas kampus dalam proses politik tetap bisa terjaga denga baik, dalam koridor yang dilindungi oleh konstitusi. Kampus memiliki kebebasan akademik dan otonomi keilmuan yang harus tetap terlindungi.
Bahkan, dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi disebutkan bahwa perguruan tinggi sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat harus memiliki otonomi dalam mengelola sendiri lembaganya. Hal itu diperlukan agar dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan mimbar akademik serta otonomi keilmuan.
Untuk mewujudkan peran kampus dalam proses menghasilkan kontestasi pilpres yang berkualitas, kampus dapat menyiapkan agenda diskusi dan debat yang bermartabat dalam kerangka membangun kesadaran berpolitik dengan pendekatan ilmiah, mengundang capres-cawapres menyampaikan ide dan gagasannya di dalam kampus, dalam koridor keilmuan dan pendidikan politik, bukan hanya sekadar politik praktis yang bersifat partisan.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Forum Rektor Indonesia (FRI) bisa mengagendakan debat capres-cawapres yang diselenggarakan di beberapa kampus yang ditunjuk, mewakili beberapa wilayah di Indonesia, melibatkan seluruh sivitas akademika sebagai panelis tanpa dihalangi oleh aturan yang kaku dan membosankan.
Hal tersebut tercermin dalam setiap rancangan undang-undang (RUU) yang diajukan sebagai dasar dalam menentukan kebijakan pemerintahannya. Semakin baik kualitas UU yang dihasilkan, maka kualitas pembangunan yang dihasilkan juga akan semakin baik.
Debat Capres di Kampus
Keberadaan kampus untuk terlibat dalam proses pemilu sangat penting dan strategis. Sebagai kawah candradimuka para akademisi, ilmuan dan mahasiswa, kampus bisa menjadi tempat untuk menguji “isi kepala” yang dimiliki oleh para calon presiden.
Tidak hanya sebatas dokumen visi-misi yang dikerjakan oleh para-tim sukses yang relatif sama dengan setiap calon presiden (capres) yang lain, akan tetapi langsung memberikan ide, gagasan dan solusi dalam menyelesaikan persoalan bangsa. Mimik dan gestur tubuh para capres sangat penting untuk mengetahui respons mereka terhadap sebuah persoalaam, sebagaimana yang selalu kita saksikan dalam debat calon presiden AS di kampus-kampus yang sudah ditentukan, mulai saat konvensi calon dari partai, hingga debat capres yang sesungguhnya.
Maruah kampus sebagai salah satu pilar demokrasi yang penting perlu terus dijaga. Jangan sampai kampus hanya menjadi penonton di ujung stadion ketika pertandingan berlangsung. Kampus juga tidak hanya sekadar menjadi menara gading yang berjarak dengan agenda-agenda demokrasi penting seperti pemilu. Sehingga tujuan untuk menghadirkan demokrasi yang substantif bisa segera diwujudkan.
Oleh sebab itu, kampus harus mengambil peran untuk memastikan kualitas capres yang akan bertanding layak untuk memimpin bangsa dan negara besar seperti Indonesia.
Netralitas kampus dalam proses politik tetap bisa terjaga denga baik, dalam koridor yang dilindungi oleh konstitusi. Kampus memiliki kebebasan akademik dan otonomi keilmuan yang harus tetap terlindungi.
Bahkan, dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi disebutkan bahwa perguruan tinggi sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat harus memiliki otonomi dalam mengelola sendiri lembaganya. Hal itu diperlukan agar dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan mimbar akademik serta otonomi keilmuan.
Untuk mewujudkan peran kampus dalam proses menghasilkan kontestasi pilpres yang berkualitas, kampus dapat menyiapkan agenda diskusi dan debat yang bermartabat dalam kerangka membangun kesadaran berpolitik dengan pendekatan ilmiah, mengundang capres-cawapres menyampaikan ide dan gagasannya di dalam kampus, dalam koridor keilmuan dan pendidikan politik, bukan hanya sekadar politik praktis yang bersifat partisan.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Forum Rektor Indonesia (FRI) bisa mengagendakan debat capres-cawapres yang diselenggarakan di beberapa kampus yang ditunjuk, mewakili beberapa wilayah di Indonesia, melibatkan seluruh sivitas akademika sebagai panelis tanpa dihalangi oleh aturan yang kaku dan membosankan.