Swasembada Gula, Quo Vadis

Kamis, 27 Oktober 2022 - 12:17 WIB
Diakui atu tidak, peran swasta dalam industri gula semakin dominan. Di industri gula konsumsi, sejak 2019, luas panen, produksi tebu dan gula, produktivitas tebu dan kapasitas giling terpakai pabrik gula BUMN menurun dan kalah dari swasta.

Bahkan, di industri gula rafinasi, yang kini berjumlah 11 pabrik gula, semuanya swasta. Menafikan peran swasta sama saja menegasikan realitas hari ini. Adalah benar keterlibatan swasta dibuka, tapi bagaimana peran dan fasilitasi oleh para K/L sama sekali tak disinggung.

Di sisi lain, ada inkonsistensi langkah percepatan pencapaian swasembada gula. Di satu sisi, percepatan selain ditempuh dengan mendongkrak produktivitas tebu hingga 93 ton/hektare lewat perbaikan praktik agrikultur dari pembibitan, pemeliharaan hingga tebang muat angkut, juga perluasan lahan tebu hingga 700.000 hektare, peningkatan efisiensi, utilisasi kapasitas pabrik gula hingga rendeman 11,2%, dan menaikkan kesejahteraan petani tebu. Di sisi lain, beban yang ditumpukan ke PTPN III lebih ringan.

Pertanyaannya: Apakah diperlukan perpres swasembada gula? Bisa ya, bisa juga tidak. Saat ini banyak beleid di industri gula yang saling konflik dan saling menegasikan. Ini antara lain disumbang oleh kebijakan yang pragmatis, inkonsisten dan berubah-ubah.

Koordinasi K/L tidak jalan. Masing-masing K/L jalan sendiri dengan peta jalan sendiri. Egosektoral membuat industri pergulaan seperti autopilot. Petani sebagai garda terdepan dalam industri pergulaan tidak ada yang mengurus nasibnya secara serius. Jika di negara lain petani dijamin untung, di sini setiap saat mereka harus berjuang agar negara hadir dengan cara tak lazim: berdemonstrasi. Dari sisi ini, aturan berbentuk perpres diperlukan.

Perpres tidak perlu jika aturan yang telah dibuat dievaluasi untuk dilihat bagaimana hasilnya. Ada banyak aturan di industri ini. Salah satunya soal wajib membangun kebun sendiri.

Sejak 2014 ada 11 aturan, dari UU hingga peraturan menteri, yang mewajibkan industri gula berbasis tebu menyediakan 20% bahan baku dari kebun sendiri, 80% sisanya lewat kemitraan. Tapi ini tak pernah diawasi dan dievaluasi. Riil luas panen tebu saat ini hanya 440-an ribu hektare dengan rendemen 7,7% dan produktivitas tebu 71 ton/hektare.

Dari mana tambahan lahan hingga jadi 700 ribu hektare, bagaimana mendongkrak rendeman dan produktivitas tebu? Tanpa rincian jelas peta jalan ke depan, swasembada hanya utopia.
(bmm)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More