Isu Investasi Robot Trading dan Binary Option

Sabtu, 06 Agustus 2022 - 21:15 WIB
Di Indonesia, penggunaan binary option maupun robot trading semakin massif karena didukung dengan munculnya para afiliator sekaligus influencer yang memperkenalkan instrumen tersebut. Pada binary option, afiliator bertindak sebagai trader untuk memanipulasi dan menipu pengguna. Afiliator yang bertindak sebagai trader dengan cara tersebut telah menyebabkan kerugian yang besar. Diketahui bahwa untuk setiap kerugian yang diderita oleh pengguna binary option, afiliasi yang bersangkutan akan mendapatkan 70% porsi dari jumlah awal yang diinvestasikan oleh pengguna tersebut melalui binary option. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, korban robot trading dan binary option telah mencapai lebih dari 30.000 orang dengan kerugian mencapai lebih dari Rp5 triliun.

Ini mendorong Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) bersama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika melakukan pemblokiran laman investasi ilegal. Sepanjang 2022, sudah ada sekitar 78 tindakan yang dilakukan, sebanyak 68 website diblokir, 9 pemblokiran halaman media sosial, dan 1 penghentian kegiatan.

Berkaitan dengan binary option, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menyatakan bahwa pengoperasian binary option tidak memiliki legalitas di Indonesia dan tidak ada lisensi yang telah atau akan dikeluarkan untuk platform binary option. Pengoperasian instrumen trading binary/ binary option telah melanggar ketentuan Pasal 303 ayat (1) KUHP karena memiliki sistem pengoperasian seperti perjudian dalam proses trading-nya sehingga dikategorikan sebagai investasi ilegal.

Praktik ilegal binary option umumnya dianggap sebagai tantangan yang signifikan di Indonesia. Di sisi lain, regulasi untuk penggunaan robot trading dalam berinvestasi belum diatur oleh pemerintah dikarenakan teknologi bersifat eksponensial, sehingga regulasi yang dibuat oleh pemerintah sulit mengejar perkembangan teknologi. Peraturan yang dibuat oleh pemerintah, dibuat setelah adanya kejadian/kasus yang terjadi sehingga bersifat represif bukan preventif.

Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi serta Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Komoditi, belum dicantumkan mekanisme penggunaan robot trading dan trading binary/ binary option dalam penyelenggaraan perdagangan berjangka komoditi.

Di dalam pemasaran aplikasi robot trading kepada masyarakat, pelaku usaha menggunakan skema piramida serta menjanjikan keuntungan yang belum pasti kepada masyarakat. Hal ini tidak sejalan dengan aturan hukum khususnya pada UUPK Pasal 9 ayat (1) huruf k yang menyatakan bahwa “pelaku usaha dilarang menawarkan suatu barang atau jasa secara tidak benar dan/atau seolah-olah menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti”.

Regulasi lainnya yang dilanggar adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi Pasal 57 ayat (2) huruf d yang menyebutkan bahwa “setiap pihak dilarang memengaruhi pihak lain untuk melakukan transaksi kontrak berjangka atau kontrak derivatif lainnya dengan cara membujuk atau memberi harapan keuntungan di luar kewajaran”. Selain itu juga melanggar Pasal 51 huruf l dan m yaitu “melakukan usaha yang terkait dengan penghimpunan dana masyarakat dan membentuk jaringan pemasaran dengan menggunakan Skema Piramida”.

Langkah yang Harus Ditempuh

Adanya kekosongan regulasi terkait robot trading, mendorong munculnya praktik penyalahgunaan izin yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam penjualan aplikasi robot trading di mana ditemukan beberapa perusahaan yang terdaftar mempunyai izin usaha sebagai sekolah komputer. Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan perlu menyusun kebijakan terkait mekanisme penggunaan alat bantu seperti robot trading dalam penyelenggaraan perdagangan berjangka komoditi.

Regulasi khusus mengenai izin pendistribusian software robot trading juga perlu dibuat guna mencegah pelaku usaha melakukan tindak kecurangan dengan menjual robot trading fiktif ataupun menjual dengan menggunakan skema piramida yang dapat merugikan konsumen. Lebih lanjut, pembinaan dan pengawasan secara berkala perlu terus ditingkatkan terhadap perusahaan yang telah memiliki izin dalam mendistribusikan software robot trading dan memastikan barang yang dipasarkan memiliki nilai manfaat sesuai klaim pelaku usaha kepada konsumen.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More