Forum Muda Nahdliyin Nilai Perlunya Regenerasi Kepemimpinan di NU

Minggu, 24 Oktober 2021 - 13:12 WIB
Forum Muda Nahdliyin menilai perlunya regenerasi kepemimpinan PBNU. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Jelang Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) di Lampung yang digelar pada 23-25 Desember 2021, Forum Muda Nahdliyin menilai perlunya regenerasi kepemimpinan PBNU.

Koordinator Forum Muda Nahdliyin Yogyakarta Nurul Huda SA mengatakan, mencermati perkembangan global yang sudah berubah sedemikian cepat, dan juga mencermati kehidupan nasional yang memerlukan para penggerak keadilan dan kemakmuran bangsa di wilayah politik, penting merefleksikan peran Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi yang memperjuangkan nilai-nilai ahlu al-sunnah wa al-jama’ah (Aswaja) dan yang menjabarkan Islam rahmat li al-‘alamin dalam kebumian Indonesia.

Di dalam diri NU telah melekat untuk memperjuangkan keadilan, perdamaian, regenerasi kepemimpinan, kemaslahatan tata sosial-masyarakat, dan nasib wong cilik serta izzul islam wa muslimin. Dengan demikian, diperlukan kepemimpinan NU yang responsif, dinamis, bercirikan Aswaja al-Nahdliyah sekaligus peka terhadap masalah-masalah sosial. Bahwa ada agenda-agenda yang perlu diperjuangkan oleh kepemimpinan NU yang akan datang di tengah perubahan global, nasional, dan dinamika internal NU.

”Sejauh ini, kami mencermati jelang Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) di Lampung, pada 23-25 Desember 2021, wacana regenerasi kepemimpinan di PBNU semakin kuat. Tetapi yang berkembang hanya berkisar persoalan calon Ketua Tanfidziyah dan Rais Am, tidak pada ide atau gagasan bagaimana mengembangkan NU ke depan,” katanya.

Di antara nama yang muncul ke permukaan sebagai calon Ketua Tanfidziyah, semula hanya KH. Said Aqil Siraj dan KH. Yahya Cholil Staquf. Namun belakangan, berdasarkan hasil survei Lembaga Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic) justru merilis ada 7 nama yang dianggap layak masuk calon PBNU yakni, Ketua PWNU Jawa Timur KH. Marzuki Mustamar dengan dukungan tertinggi sekitar 24,7%; Mantan Ketua PWNU Jatim KH. Hasan Mutawakkil Alallah dengan perolehan dukungan 22,2%; Ketua Umum PBNU Petahana KH. Said Aqil Siradj dengan perolehan dukungan 14,8%.



Selain itu, ada nama KH. Bahaudin Nursalim atau dikenal sebagai Gus Baha, dengan perolehan dukungan 12,4%; Katim Aam PBNU KH. Yahya Cholil Staquf dengan perolehan suara 3,7%; Ketua PBNU KH. Marsudi Syuhud dengan perolehan dukungan 1,2%; kemudian Wakil Ketua PWNU Jatim KH. Ahmad Fahrur Rozi Burhan dan Mantan Ketua PWNU Jatim KH. Ali Maschan Moesa dengan perolehan suara yang sama yakni 1,2%.

Dari informasi di atas, tampak terlihat, bahwa ada dinamika dalam bursa calon Ketua (Tanfidziyah) PBNU. Dinamika itu dapat dipahami sebagai sesuatu yang terjadi secara alami, atau dapat pula secara sengaja digerakkan oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan politis dalam suksesi kepemimpinan di organisasi ulama ini.

”Pertanyaannya, apakah nama-nama calon Ketua PBNU tersebut cukup memadai untuk menunjukkan representasi warga Nahdliyin yang tersebar tidak hanya di Jawa, apalagi Jawa Timur, sebagaimana hasil survei Indostrategic, yang Jatim sentris? Tidak adakah nama-nama selain yang disebutkan dalam survei itu, yang memiliki komitmen, loyalitas, dan integritas terhadap NU?” tanyanya.

Dia menyakini, ada banyak nama-nama selain yang disebutkan oleh survei Indostrategic dengan berbagai latar belakang profesi, pendidikan, dan keluarga. ”Karena itu, berdasarkan pembacaan di atas, kami mencermati, mengkaji, dan mengusulkan agar melakukan regenerasi dan tashlih yang cukup mendasar untuk kepemimpinan NU mendatang. Misalnya, dengan memberi tempat kepada generasi-generasi muda NU yang potensial; memperhatikan santri dan alumni pesantren untuk berkiprah di tengah era disrupsi, juga memperhatikan pendidikan yang dikelola oleh NU,” katanya.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More