Pandemial Bangkit dengan Karya: Muda Menolak Dampak Pandemi

Selasa, 25 Mei 2021 - 12:50 WIB
Di piramida tersebut, urutan kebutuhan dari yang paling dasar adalah physiology, safety, love/belonging, esteem, dan paling atas adalah self-actualization. Jika mengaitkannya dengan anak muda, jika kebutuhan dasar masih sulit terpenuhi, maka akan cukup sulit untuk bisa berkontribusi untuk bangsa.

Pada saat pandemi, dampak yang paling terasa adalah ekonomi dan anak muda merasakan efeknya, bahkan boleh dikatakan cukup parah. TransUnion Wave 10 Pulse merilis sebuah survei pada Juli 2020 lalu.

Survei itu mengatakan 54% anak muda terpaksa membangun finansialnya dari awal dan sebanyak 22% rentan finansial. Lebih lanjut, 54% dari 5.000 pekerja yang di survei oleh Jobstreet kena PHK dan dirumahkan. Fakta menarik dari survei ini ialah, dari sisi usia, 67% adalah pekerja berusia 16-24 tahun. Ada juga data dari Wittgenstein Center for Demography and Human Capital yang mengatakan bahwa hanya 14,4% milenial di Indonesia yang tamat kuliah.

Kenyataan ini harus dilihat bahwa anak muda di masa pandemi mesti berjibaku terhadap persoalan ekonomi personal. Terlebih, dengan banyaknya pemutusan hubungan kerja yang dialami kaum muda membuat mereka berfokus pada diri sendiri dan keluarga, bagaimana memenuhi kebutuhan dasarnya.

Ditambah lagi, pengelolaan keuangan yang kacau karena anak muda mementingkan prinsip hidup YOLO menambah masalah finansial anak muda. Pandemial mengalami ketidakstabilan dalam ekonomi mereka.

Tetapi, hal lain yang patut dikhawatirkan selain isu ekonomi adalah persoalan kesehatan mental. Dalam Global Risk Report 2021 yang dikeluarkan oleh WEF dan Zurich Insurance, 80% anak muda di seluruh dunia mengalami penurunan kondisi mentalnya. Masalah ini lebih sulit dibandingkan ekonomi karena berkaitan dengan kejiwaan. Tanpa jiwa yang sehat, bahkan melakukan aktivitas kecil menjadi berat. Pandemi memberikan efek yang keras terhadap kondisi mental anak muda.

Misalnya di Amerika Serikat (AS), survei yang dilakukan oleh Household Pulse Survey dalam periode Agustus 2020 – Februari 2021 menemukan, 41,5% anak muda di AS mengalami depresi. Lantas, bagaimana Indonesia? Hasil temuan dari PDSKJI yang membuka layanan swa periksa hingga Oktober 2020 mengungkapkan banyak hal tentang kondisi pandemials.

Pertama, dari 5.661 masyarakat yang melakukan swaperiksa, 68% mengalami masalah psikologis. Kedua, secara lebih mendetail, dari 2.606 swaperiksa, 67% mengalami gejala cemas dan kebanyakan berusia dibawah 30 tahun.

Ketiga, dari 2.294 swaperiksa, 67,3% mengalami depresi bahkan hampir sebagian (48%) berpikir lebih baik mengakhiri hidup dan nahasnya kondisi itu terjadi pada rentang usia 18-29 tahun. Keempat, dari 761 swa periksa, 74,2% mengalami trauma psikologis dan dialami orang-orang berusia dibawah 30 tahun. Terakhir, dari 110 swaperiksa, 68% memiliki gejala ingin bunuh diri.

Menjadi Pemenang di Masa Pandemi
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More