Jokowi dan Papua Berkayuh Melawan Gelombang

Senin, 29 Maret 2021 - 06:08 WIB
Dari aspek hukum Presiden Jokowi telah menegaskan bahwa peristiwa Wamena berdarah (6 Oktober 2000) korban 47 orang, Wasior berdarah (13 Juni 2001) korban 117 orang dan Paniai berdarah (8 Desember 2014) korban 18 orang agar diproses lebih lanjut karena masuk dalam kategori pelanggaran HAM berat.

Di sisi lain, masalah dana otonomi khusus yang dikucurkan untuk Provinsi Papua sejak 2006 dan Provinsi Papua Barat sejak 2009 cukup besar, namun belum dapat dinikmati oleh orang asli Papua (OAP), terutama masyarakat akar rumput. Tentunya timbul pertanyaan ke mana dana otsus yang besar itu?

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memaparkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait realisasi penggunaan dana otsus oleh Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat (Kompas.com, 26/2/2020). Dalam penjelasan lebih lanjut Wamenkeu Suahasil di DPD RI disebutkan, terdapat indikasi penyalahgunaan dana otsus oleh pemerintah daerah, di antaranya pengeluaran Rp556 miliar yang tidak didukung data yang valid serta pengeluaran Rp29 miliar untuk pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai aturan. Selain itu, ada juga dana otsus yang didepositokan sebesar Rp1,85 triliun. Akumulasi dana otsus untuk Provinsi Papua sejak 2006-2020 sebesar Rp93,05 triliun dan Provinsi Papua Barat sejak 2009-2020 sebesar Rp33,94 triliun.

Bagi masyarakat awam, pertanyaannya adalah mengapa hasil temuan BPK tersebut tidak ditindaklanjuti dan ada apa sebenarnya? Jangan hanya pemberitaan melalui media dan terkesan hanya wacana, tetapi harapan masyarakat harus adanya tindakan tegas dan nyata oleh pemerintah. Apalagi BPK memiliki data-data tersebut. Ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin melalui Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menindak dengan tegas oknum-oknum yang menyalahgunakan kewenangan tersebut.

Sejalan dengan Nawacita yang dicanangkan Presiden Jokowi selama periode 2015-2019, di mana butir kedua menyatakan bahwa: “Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintah yang bersih, efektif, demokratis dan tepercaya.” Presiden BJ Habibie dalam bukunya The Power of IDEAS (Penerbit Republika, 2018: 76) mengatakan, “Di mana pun di dunia ini tidak selalu ide dan filosofi itu yang penting, tetapi orang yang ada di belakang ide itu yang menentukan.”
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(war)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More