Cabup Boven Digoel Mantan Terpidana, KPU Siap Beri Keterangan di MK
Kamis, 25 Februari 2021 - 07:50 WIB
Ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f PKPU No. 1 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemiihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota mengatur bahwa salah satu persyaratan menjadi calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota adalah tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan atau tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa.
(Baca: Antusiasme Tinggi, Warga Boven Digoel Menyalurkan Hak Suara Menentukan Pemimpin Baru)
Masih menurut Martinus-Isak, mencermati Putusan PK No. 127 PK/Pid.Sus/2012 yang dibacakan pada 11 September 2013 yang telah berkekuatan hukum tetap, maka Yusak Yaluwo menjalani pidana penjara sejak 2013, kemudian menjalani masa bimbingan (pembebasan bersyarat) sejak 8 Agustus 2014 dan berakhir 26 Mei 2017. Yusak Yaluwo bebas murni pada 26 Mei 2017, sehingga sampai dengan 2020 baru mengalami jeda 3 tahun, belum mencapai jeda waktu 5 tahun sebagaimana ketentuan Pasal 4 ayat (2a) PKPU No. 1 Tahun 2020.
Dengan demikian, Yusak Yaluwobaru baru bisa mendaftar sebagai peserta Pilkada pada 2022. Pembebasan bersyarat sebagaimana dijalani oleh Yusak Yaluwo pada 8 Agustus 2014 belum memposisikan dirinya sebagai mantan terpidana, sehingga sangat keliru apabila Yusak Yaluwo beranggapan telah melewati masa jedah waktu 5 (lima) tahun dan berani mendaftarkan dirinya sebagai peserta Pilkada Kabupaten Boven Digoel Tahun 2020.
Menurut Martinus-Isak, seseorang yang menjalani pembebasan bersyarat tidak dapat dikatakan sebagai mantan terpidana dikarenakan, Pertama, karena sewaktu-waktu dapat kembali masuk penjara ketika melanggar penilaian disiplin bebas bersyarat. Kedua, wajib lapor kepada aparat penegak hukum. Ketiga, masih terikat pada administrasi dan tehnis pada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM. Keempat, menurut Pasal 1 Butir 32 UU No. 8 Tahun 1981 (KUHAP) menyatakan terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap sehingga mantan terpidana adalah seseorang yang telah menyelesaikan seluruh pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
(Baca: Antusiasme Tinggi, Warga Boven Digoel Menyalurkan Hak Suara Menentukan Pemimpin Baru)
Masih menurut Martinus-Isak, mencermati Putusan PK No. 127 PK/Pid.Sus/2012 yang dibacakan pada 11 September 2013 yang telah berkekuatan hukum tetap, maka Yusak Yaluwo menjalani pidana penjara sejak 2013, kemudian menjalani masa bimbingan (pembebasan bersyarat) sejak 8 Agustus 2014 dan berakhir 26 Mei 2017. Yusak Yaluwo bebas murni pada 26 Mei 2017, sehingga sampai dengan 2020 baru mengalami jeda 3 tahun, belum mencapai jeda waktu 5 tahun sebagaimana ketentuan Pasal 4 ayat (2a) PKPU No. 1 Tahun 2020.
Dengan demikian, Yusak Yaluwobaru baru bisa mendaftar sebagai peserta Pilkada pada 2022. Pembebasan bersyarat sebagaimana dijalani oleh Yusak Yaluwo pada 8 Agustus 2014 belum memposisikan dirinya sebagai mantan terpidana, sehingga sangat keliru apabila Yusak Yaluwo beranggapan telah melewati masa jedah waktu 5 (lima) tahun dan berani mendaftarkan dirinya sebagai peserta Pilkada Kabupaten Boven Digoel Tahun 2020.
Menurut Martinus-Isak, seseorang yang menjalani pembebasan bersyarat tidak dapat dikatakan sebagai mantan terpidana dikarenakan, Pertama, karena sewaktu-waktu dapat kembali masuk penjara ketika melanggar penilaian disiplin bebas bersyarat. Kedua, wajib lapor kepada aparat penegak hukum. Ketiga, masih terikat pada administrasi dan tehnis pada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM. Keempat, menurut Pasal 1 Butir 32 UU No. 8 Tahun 1981 (KUHAP) menyatakan terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap sehingga mantan terpidana adalah seseorang yang telah menyelesaikan seluruh pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
(muh)
tulis komentar anda