Pemerintah Diminta Buat Kebijakan yang Ciptakan Lapangan Kerja
Sabtu, 09 Mei 2020 - 01:32 WIB
Arif menyayangkan adanya opini yang yang menyebutkan RUU Ciptaker merupakan reformasi regulasi partisan untuk mengedepankan kepentingan kelompok tertentu. Anggapan yang menggeneralisasi ini kemudian menimbulkan resistensi terhadap RUU.
“Persepsi diametrik antara buruh dan pengusaha misalnya, harus diperjelas. Lebih bijak, kita mengedepankan kepentingan lebih luas dengan cara duduk bersama. Kedua belah pihak dipersilakan melakukan penawaran-penawaran terbuka dalam mekanisme negosiasi yang fair Sehingga lahir sebuah RUU Cipta Kerja yang dapat diterima oleh mayoritas,” tukas Arif.
Arif menegaskan, pengusaha dan buruh sudah seharusnya menciptakan simbiosis mutualistis. Mereka sama-sama ingin menghasilkan keuntungan maksimum dalam pertukarannya.
“Pengusaha, demi keuntungannya, ingin harga jasa pekerja murah, sementara pekerja menginginkan upah yang tinggi atas jasa yang mereka berikan. Kesannya berseberangan, tetapi akan selalu ada titik temu yang bisa dicapai sehingga lahir regulasi yang dapat diterima kedua belah pihak,” tuturnya.
Sebagai sebuah regulasi ekosistem ketenagakerjaan,dapat disimpulkan bahwa semua klaster dalam RUU ini sama pentingnya untuk dibahas dan diselesaikan dalam satu paket.
Menunda atau bahkan meninggalkan salah satu klaster akan menjadikan regulasi ekosistem ketenagakerjaan pincang. “Dalam riset kami berkesimpulan bahwa seluruh klaster dalam RUU Cipta kerja, termasuk klaster ketenagakerjaan harus tetap dilanjutkan pembahasannya dengan penguatan pada visi kebebasan ketenagakerjaan dan penciptaan iklim mutualistis di antara seluruh stakeholder yang terlibat,” tutur Arif.
“Persepsi diametrik antara buruh dan pengusaha misalnya, harus diperjelas. Lebih bijak, kita mengedepankan kepentingan lebih luas dengan cara duduk bersama. Kedua belah pihak dipersilakan melakukan penawaran-penawaran terbuka dalam mekanisme negosiasi yang fair Sehingga lahir sebuah RUU Cipta Kerja yang dapat diterima oleh mayoritas,” tukas Arif.
Arif menegaskan, pengusaha dan buruh sudah seharusnya menciptakan simbiosis mutualistis. Mereka sama-sama ingin menghasilkan keuntungan maksimum dalam pertukarannya.
“Pengusaha, demi keuntungannya, ingin harga jasa pekerja murah, sementara pekerja menginginkan upah yang tinggi atas jasa yang mereka berikan. Kesannya berseberangan, tetapi akan selalu ada titik temu yang bisa dicapai sehingga lahir regulasi yang dapat diterima kedua belah pihak,” tuturnya.
Sebagai sebuah regulasi ekosistem ketenagakerjaan,dapat disimpulkan bahwa semua klaster dalam RUU ini sama pentingnya untuk dibahas dan diselesaikan dalam satu paket.
Menunda atau bahkan meninggalkan salah satu klaster akan menjadikan regulasi ekosistem ketenagakerjaan pincang. “Dalam riset kami berkesimpulan bahwa seluruh klaster dalam RUU Cipta kerja, termasuk klaster ketenagakerjaan harus tetap dilanjutkan pembahasannya dengan penguatan pada visi kebebasan ketenagakerjaan dan penciptaan iklim mutualistis di antara seluruh stakeholder yang terlibat,” tutur Arif.
(dam)
tulis komentar anda