Memadukan Kecerdasan, Daya Juang, dan Spiritualitas
Jum'at, 18 September 2020 - 10:06 WIB
Jadi seberapapun potensi skor IQ kita, masih diperlukan tahapan belajar yang tepat dan sungguh-sungguh. Bagi yang diberikan skor tinggi ini adalah anugerah Tuhan, tetapi bagi mereka yang skor IQ-nya di bawah rata-rata pasti juga masih banyak diberikan keunikan. Intinya kita tidak boleh pasrah dan terus bekerja keras mengoptimalkan taqdir yang diberikan oleh Tuhan.
Daya Juang
Ternyata banyak sekali orang bersyukur dengan perjalanan hidupnya yang penuh derita, sengsara dan serba kekurangan. Kenapa ini disyukuri? Karena mereka menyadari betul dengan pelbagai penderitaan yang pernah dialaminya dan mampu dilampuinya itu yang mengantarkan sebuah keberhasilan yang gemilang.
Ini adalah pembelajaran, pengalaman dan juga anugerah yang luar biasa. Orang yang mampu mengatasi persoalan, melampaui rintangan, melawan keterbatasan mereka adalah para juara sejati. Hanya mereka yang memiliki daya juang (adversity quotient) yang tinggi seperti ini yang akan bisa membalikkan kekhawatiran-kekhawatiran.
Banyak atlet peserta lomba yang di awal (start) bagus dan memilki potensi fisik yang kuat ternyata banyak yang terdampar di tengah perlintasan tidak mencapai garis finish. Kenapa ini bisa terjadi? Karena mereka tidak memiliki daya juang yang tangguh dan tidak mampu mengatasi persoalan di tengah perjalanan yang memang terkadang semuanya terjadi di luar dugaan.
Kalau mereka frustasi dan tidak siap dengan cobaan seperti ini sudah dapat dipastikan mereka akan gagal melampaui perlintasan dan tidak pernah mencapai garis finish. Model seperti ini tidak hanya terjadi di area perlombaan tetapi terjadi pula dalam proses pembelajaran dan fakta kehidupan.
Terkait dengan bahasan ini, ada kisah menarik yang pernah disajikan di sebuah majalah populer Luar Biasa yang pimpinan redaksinya Andri Wongso. Diceritakan pada sebuah even perlombaan awak media memberikan penghargaan dan apresiasi yang luar biasa kepada seorang atlit yang memasuki garis finish paling akhir dibandingkan peserta lomba lainnya.
Hal ini tidak lazim seperti biasanya yang selalu dielu-elukan, dipeluk, dicium dan diberikan karangan bunga adalah atlet yang mencapai garis finish pertama. Ternyata penghargaan ini diberikan kepada seseorang yang memiliki daya juang yang mengagumkan.
Betapa tidak, hanya tinggal seorang diri, terseok-seok, berlumuran darah, bercucuran keringat dan air mata tetap semangat menuju ke garis finish. Dan yang paling mengagumkan ketika ditanya kenapa Anda tetap bersemangat menuju garis finish dan tidak mungkin menjadi sang juara karena peserta lainnya sudah mencapai lebih dulu, jawabannya, "Saya diutus negara ke sini bukan untuk start, tetapi untuk finish".
Ini pembelajaran kehidupan yang luar biasa. Kita dalam menilai sesuatu tidak boleh hanya melihat hasil akhirnya saja tetapi juga harus melihat proses yang dilaluinya.
Daya Juang
Ternyata banyak sekali orang bersyukur dengan perjalanan hidupnya yang penuh derita, sengsara dan serba kekurangan. Kenapa ini disyukuri? Karena mereka menyadari betul dengan pelbagai penderitaan yang pernah dialaminya dan mampu dilampuinya itu yang mengantarkan sebuah keberhasilan yang gemilang.
Ini adalah pembelajaran, pengalaman dan juga anugerah yang luar biasa. Orang yang mampu mengatasi persoalan, melampaui rintangan, melawan keterbatasan mereka adalah para juara sejati. Hanya mereka yang memiliki daya juang (adversity quotient) yang tinggi seperti ini yang akan bisa membalikkan kekhawatiran-kekhawatiran.
Banyak atlet peserta lomba yang di awal (start) bagus dan memilki potensi fisik yang kuat ternyata banyak yang terdampar di tengah perlintasan tidak mencapai garis finish. Kenapa ini bisa terjadi? Karena mereka tidak memiliki daya juang yang tangguh dan tidak mampu mengatasi persoalan di tengah perjalanan yang memang terkadang semuanya terjadi di luar dugaan.
Kalau mereka frustasi dan tidak siap dengan cobaan seperti ini sudah dapat dipastikan mereka akan gagal melampaui perlintasan dan tidak pernah mencapai garis finish. Model seperti ini tidak hanya terjadi di area perlombaan tetapi terjadi pula dalam proses pembelajaran dan fakta kehidupan.
Terkait dengan bahasan ini, ada kisah menarik yang pernah disajikan di sebuah majalah populer Luar Biasa yang pimpinan redaksinya Andri Wongso. Diceritakan pada sebuah even perlombaan awak media memberikan penghargaan dan apresiasi yang luar biasa kepada seorang atlit yang memasuki garis finish paling akhir dibandingkan peserta lomba lainnya.
Hal ini tidak lazim seperti biasanya yang selalu dielu-elukan, dipeluk, dicium dan diberikan karangan bunga adalah atlet yang mencapai garis finish pertama. Ternyata penghargaan ini diberikan kepada seseorang yang memiliki daya juang yang mengagumkan.
Betapa tidak, hanya tinggal seorang diri, terseok-seok, berlumuran darah, bercucuran keringat dan air mata tetap semangat menuju ke garis finish. Dan yang paling mengagumkan ketika ditanya kenapa Anda tetap bersemangat menuju garis finish dan tidak mungkin menjadi sang juara karena peserta lainnya sudah mencapai lebih dulu, jawabannya, "Saya diutus negara ke sini bukan untuk start, tetapi untuk finish".
Ini pembelajaran kehidupan yang luar biasa. Kita dalam menilai sesuatu tidak boleh hanya melihat hasil akhirnya saja tetapi juga harus melihat proses yang dilaluinya.
tulis komentar anda